KASUS MAL
PRAKTIK
“Remaja
aborsi tewas usai disuntik bidan “
DISUSUN OLEH
NAMA : TINI PURWATI
NPM : 011.02.0738
SEKOLAH
TINGGI KESEHATAN (STIKES ) MATARAM
PRODI D-IV
KEBIDANAN
2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sebagai calon bidan yang ahli dan
professional dalam melayani klien, sudah menjadi suatu kewajiban kita untuk
mengetahui lebih dahulu apa saja wewenang yang boleh kita lakukan dan wewenang
yang seharusnya ditangani oleh seorang dokter SpOG sehingga kita harus meninjau
agar tindakan kita tidak menyalahi. PERMENKES yang berlaku. Akhir-akhir ini sering kita menemukan dalam
pemberitaan media massa adanya peningkatan dugaan kasus malpraktek dan
kelalaian medik di Indonesia, terutama yang berkenaan dengan kesalahan
diagnosis bidan yang berdampak buruk terhadap pasiennya. Media massa marak
memberitahukan tentang kasus gugatan/ tuntutan hukum (perdata dan/ atau pidana)
kepada bidan, dokter dan tenaga medis lain, dan/ atau manajemen rumah sakit
yang diajukan masyarakat konsumen jasa medis yang menjadi korban dari tindakan
malpraktik (malpractice) atau kelalaian medis. Lepas dari fenomena
tersebut, ada yang mempertanyakan apakah kasus-kasus itu terkategori malpraktik
medik ataukah sekedar kelalaian (human error) dari sang bidan/dokter. Perlu diketahui
dengan sangat, sejauh ini di negara kita belum ada ketentuan hukum tentang
standar profesi kebidanan yang bisa mengatur kesalahan profesi.
Melihat fenomena di atas, maka kami melalui makalah ini akan membahas tentang salah satu kasus malpraktik di Indonesia.
Melihat fenomena di atas, maka kami melalui makalah ini akan membahas tentang salah satu kasus malpraktik di Indonesia.
B.
PERMASALAHAN
Bagaimana sudut pandang hukum dan etika terhadap tindakan
aborsi?
C.
TUJUAN PENULISAN
a.
Menambah wawasan ilmu pengetahuan
dalam bidang kesehatan terutama yang berkaitan dengan malpraktek aborsi.
b.
Memahami permasalahan yang
berkaitan dengan malpraktek aborsi serta upaya- upaya untuk mencegahnya.
c.
Memahami tuntutan hukum terhadap
malpraktek aborsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Aborsi (LBH APIK Jakarta, 2010)
Menurut Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health
oleh Institute for Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah
kesehatan aborsi didefinisikan sebagai penghentian kehamilan setelah
tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam rahim (uterus), sebelum usia
janin (fetus) mencapai 20 minggu. Di Indonesia, belum ada batasan resmi
mengenai aborsi. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Prof. Dr. JS. Badudu dan
Prof. Sutan Mohammad Zain, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996) abortus
didefinisikan sebagai terjadi keguguran janin; melakukan abortus sebagai
melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tak menginginkan bakal bayi yang
dikandung itu). Secara umum istilah aborsi diartikan sebagai pengguguran
kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja
maupun tidak. Sementara dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992
disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa
ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Sedangkan
pada ayat 2 tidak disebutkan bentuk dari tindakan medis tertentu itu, hanya
disebutkan syarat untuk melakukan tindakan medis tertentu.Dengan demikian
pengertian aborsi yang didefinisikan sebagai tindakan tertentu untuk
menyelamatkan ibu dan atau bayinya (pasal 15 UU Kesehatan).
B.
Penyebab Aborsi (Akhmadi, 2009)
Adapun
penyebab melakukan tindakan aborsi tanpa rekomendasi medis adalah:
a. Ingin terus melanjutkan sekolah atau kuliah. Perlu
dipikirkan oleh pihak sekolah bagaimana supaya tetap dipertahankan sekolah
meski sedang hamil kalau terlanjur.
b. Belum siap menghadapi orang tua atau memalukan
orang tua dan keluarga. Hal ini juga perlu legawa orang tua karena psikologis
anak sangat besar.
c. Malu pada lingkungan sosial dan sekitarnya.
d. Belum siap baik mental maupun ekonomi untuk
menikah dan mempunyai anak.
e. Adanya aturan dari kantor bahwa tidak boleh hamil
atau menikah sebelum waktu tertentu karena terikat kontrak.
f. Tidak senang pasangannya karena korban
perkosaan.
Adapun
penyebab lain dari kejadian aborsi ini antara lain adalah :
a. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami
isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup,
namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang
gagal.
b. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada
ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan
bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.
c. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan
korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa
para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak
perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup
rumah tangganya.
d. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang
masih muda yang masih belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak
perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.
e. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan
kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia
atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
f. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks
komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan
seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri
(perselingkuhan) yang terlanjur hamil.
C.
Cara aborsi yang sering dilakukan (Akhmadi, 2009):
a. Manipulasi fisik, yaitu dengan cara
melakukan pijatan pada rahim agar janin terlepas dari rahim. Biasanya akan
terasa sakit sekali karena pijatan yang dilakukan dipaksakan dan berbahaya bagi
oragan dalam tubuh.
b. Menggunakan berbagai ramuan dengan
tujuan panas pada rahim. Ramuan tersebut seperti nanas muda yang dicampur
dengan merica atau obat-obatan keras lainnya.
c. Menggunakan alat bantu tradisional
yang tidak steril yang dapat mengakibatkan infeksi. Tindakan ini juga
membahayakan organ dalam tubuh.
D. Dampak Aborsi (Akhmadi,
2009)
a. Pendarahan sampai menimbulkan shock dan gangguan
neurologis/syaraf di kemudian hari, akibat lanjut perdarahan adalah kematian.
b. Infeksi alat reproduksi yang dilakukan secara
tidak steril. Akibat dari tindakan ini adalah kemungkinan remaja mengalami
kemandulan di kemudian hari setelah menikah.
c. Risiko terjadinya ruptur uterus (robek
rahim) besar dan penipisan dinding rahim akibat kuretasi. Akibatnya dapat juga
kemandulan karena rahim yang robek harus diangkat seluruhnya.
d. Terjadinya fistula genital traumatis, yaitu
timbulnya suatu saluran yang secara normal tidak ada yaitu saluran antara
genital dan saluran kencing atau saluran pencernaan.
E. Pengertian Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan
tidak selalu berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah”
sedangkan “praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga
malpraktek berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti
harfiahnya demikian tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi. Sedangkan
difinisi malpraktek profesi kesehatan adalah “kelalaian dari seseorang dokter
atau bidan untuk mempergunakan tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan dalam
mengobati dan merawat pasien, yang lazim dipergunakan terhadap pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang sama” (Valentin v. La
Society de Bienfaisance Mutuelle de Los Angelos, California, 1956). Berlakunya norma
etika dan norma hukum dalam profesi kesehatan. Di dalam setiap profesi termasuk
profesi tenaga bidan berlaku norma etika dan norma hukum. Oleh sebab itu
apabila timbul dugaan adanya kesalahan praktek sudah seharusnyalah diukur atau
dilihat dari sudut pandang kedua norma tersebut. Kesalahan dari sudut pandang
etika disebut ethical malpractice dan dari sudut pandang hukum disebut yuridical
malpractice
F. Jenis-Jenis Malpraktek
Untuk malpraktek hukum atau yuridical malpractice dibagi
dalam 3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal
malpractice, Civil malpractice dan Administrative malpractice.
1.
Criminal malpractice
Perbuatan
seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakalaperbuatan
tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni :
a.
Perbuatan tersebut merupakan perbuatan tercela.
b.
Dilakukan dengan sikap batin yang salah yang berupa kesengajaan, kecerobohan
atau kealpaan.
•
Criminal malpractice yang bersifat sengaja misalnya melakukan euthanasia (pasal
344 KUHP), membuka rahasia jabatan (pasal 332 KUHP), membuat surat keterangan
palsu (pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis pasal 299
KUHP).
•
Criminal malpractice yang bersifat ceroboh misalnya melakukan tindakan medis
tanpapersetujuan pasien informed consent.
•
Criminal malpractice yang bersifat lalai misalnya kurang hati-hati
mengakibatkan luka, cacat atau meninggalnya pasien.Pertanggung jawaban didepan
hukum pada criminal malpractice adalah bersifat individual/personal dan oleh sebab
itu tidak dapat dialihkankepada orang lain atau kepada rumah sakit/sarana
kesehatan.
2.
Civil malpractice
a. Seorang tenaga
kesehatan akan disebut melakukan civil malpractice apabila tidak melaksanakan
kewajiban atau tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati
(ingkar janji).Tindakan tenaga kesehatan yang dapat dikategorikan civil malpracticeantara
lain:a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat melakukannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak sempurna.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
3.
Administrative malpractice
Tenaga
bidan dikatakan telah melakukan administrative malpractice manakala tenaga
bidan tersebut telah melanggar hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam
melakukan police power, pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai
ketentuan di bidang kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga bidan
untuk menjalankan profesinya (Surat Ijin Kerja, Surat Ijin Praktek), batas
kewenangan serta kewajiban tenaga bidan. Apabila aturan tersebut dilanggar maka
tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat dipersalahkan melanggar hukum
administrasi.
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
A.
Tinjauan Kasus
Kasus : Remaja Aborsi
Tewas Usai Disuntik Bidan
Minggu,18
Mei 2008 20:00 WIB
KEDIRI
- Kasus aborsi yang berujung kematian terjadi Kediri. Novila Sutiana (21),
warga Dusun Gegeran, Desa/Kecamatan Sukorejo, Ponorogo, Jawa Timur, tewas
setelah berusaha menggugurkan janin yang dikandungnya. Ironisnya, korban tewas
setelah disuntik obat perangsang oleh bidan puskesmas.
Peristiwa
naas ini bermula ketika Novila diketahui mengandung seorang bayi hasil
hubungannya dengan Santoso (38), warga Desa Tempurejo, Kecamatan Wates, Kediri.
Sayangnya, janin yang dikandung tersebut bukan buah perkawinan yang sah, namun
hasil hubungan gelap yang dilakukan Novila dan Santoso.
Santoso
sendiri sebenarnya sudah menikah dengan Sarti. Namun karena sang istri bekerja
menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Hongkong, Santoso kerap tinggal sendirian
di rumahnya. Karena itulah ketika bertemu dengan Novila yang masih kerabat
bibinya di Ponorogo, Santoso merasa menemukan pengganti istrinya. Ironisnya,
hubungan tersebut berlanjut menjadi perselingkuhan hingga membuat Novila hamil
3 bulan.
Panik
melihat kekasihnya hamil, Santoso memutuskan untuk menggugurkan janin tersebut
atas persetujuan Novila. Selanjutnya, keduanya mendatangi Endang Purwatiningsih
(40), yang sehari-hari berprofesi sebagai bidan di Desa Tunge, Kecamatan Wates,
Kediri. Keputusan itu diambil setelah Santoso mendengar informasi jika bidan
Endang kerap menerima jasa pengguguran kandungan dengan cara suntik.
Pada
mulanya Endang sempat menolak permintaan Santoso dan Novila dengan alasan
keamanan. Namun akhirnya dia menyanggupi permintaan itu dengan imbalan
Rp2.100.000. Kedua pasangan mesum tersebut menyetujui harga yang ditawarkan
Endang setelah turun menjadi Rp2.000.000. Hari itu juga, bidan Endang yang
diketahui bertugas di salah satu puskesmas di Kediri melakukan aborsi.
Metode
yang dipergunakan Endang cukup sederhana. Ia menyuntikkan obat penahan rasa
nyeri Oxytocin Duradril 1,5 cc yang dicampur dengan Cynaco Balamin, sejenis
vitamin B12 ke tubuh Novila. Menurut pengakuan Endang, pasien yang disuntik
obat tersebut akan mengalami kontraksi dan mengeluarkan sendiri janin yang
dikandungnya.
"Ia
(bidan Endang) mengatakan jika efek kontraksi akan muncul 6 jam setelah
disuntik. Hal itu sudah pernah dia lakukan kepada pasien lainnya," terang
Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Didit Prihantoro di kantornya, Minggu
(18/5/2008).
Celakanya,
hanya berselang dua jam kemudian, Novila terlihat mengalami kontraksi hebat.
Bahkan ketika sedang dibonceng dengan sepeda motor oleh Santoso menuju rumahnya,
Novila terjatuh dan pingsan karena tidak kuat menahan rasa sakit. Apalagi organ
intimnya terus mengelurkan darah.
Warga
yang melihat peristiwa itu langsung melarikannya ke Puskemas Puncu. Namun
karena kondisi korban yang kritis, dia dirujuk ke RSUD Pare Kediri. Sayangnya,
petugas medis di ruang gawat darurat tak sanggup menyelamatkan Novila hingga
meninggal dunia pada hari Sabtu pukul 23.00 WIB.
Petugas
yang mendengar peristiwa itu langsung menginterogasi Santoso di rumah sakit.
Setelah mengantongi alamat bidan yang melakukan aborsi, petugas membekuk Endang
di rumahnya tanpa perlawanan. Di tempat praktik sekaligus rumah tinggalnya,
petugas menemukan sisa-sisa obat yang disuntikkan kepada korban. Saat ini
Endang berikut Santoso diamankan di Mapolres Kediri karena dianggap menyebabkan
kematian Novila.
Lamin
(50), ayah Novila yang ditemui di RSUD Pare Kediri mengaku kaget dengan
kehamilan yang dialami anaknya. Sebab selama ini Novila belum memiliki suami
ataupun pacar. Karena itu ia meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas
peristiwa itu dan menghukum pelaku.
Akibat
perbuatan tersebut, Endang diancam dengan pasal 348 KUHP tentang pembunuhan.
Hukuman itu masih diperberat lagi mengingat profesinya sebagai tenaga medis
atau bidan. Selain itu, polisi juga menjeratnya dengan UU Kesehatan nomor 23
tahun 1992. Belum diketahui secara pasti sudah berapa lama Endang membuka
praktik aborsi tersebut. (Hari Tri Wasono, 2008)
B.
Pembahasan Hukum
Aborsi
menurut pandangan hukum di Indonesia :
1)
Menurut KUHP dinyatakan bahwa ibu yang melakukan aborsi, dokter atau bidan atau
dukun yang membantu melakukan aborsi, dan orang yang mendukung terlaksananya
aborsi akan mendapat hukuman.
Pasal
229
1.
Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya
diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa
karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu
rupiah.
2.
Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang
tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga.
3.
Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalani pekerjaannya
maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pekerjaan itu.
Pasal
346
Seorang
wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal
347
1.
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
2.
Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal
348
1.
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seseorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
2.
Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikarenakan
pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal
349
Jika
seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut
pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal
itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan
pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal
535
Barang
siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan
kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun
secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk
sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan
kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.
Dari
rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan:
1.
Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang
lain, diancam hukuman empat tahun.
2.
Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut diancam hukuman 12 tahun, dan jika ibu hamil itu
mati diancam 15 tahun
3.
Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan
bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4.
Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang
dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya
dan hak untuk praktek dapat dicabut.
2)
Selain KUHP, abortus buatan yang ilegal juga diatur dalam Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan :
Pasal
15
1.
Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2.
Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
dilakukan :
a.
berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
b.
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli;
c.
dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya;
d.
pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal
80
Barang
siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang
tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat
(2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
3)
Pembaharuan Undang - Undang Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan, dijelaskan pula tentang aborsi.
Pasal
75
1.
Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
2.
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a.
indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b.
kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan;
c.
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang.
d.
Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal
76
Aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a.
Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid
terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b.
oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c.
dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d.
dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e.
penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal
77
Pemerintah
wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak
bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal
194
Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah
C.
ETIKA DAN ABORTUS
Perusahaan riset Internasional Synovate atas nama DKT
Indonesia melakukan penelitian terhadap perilaku seksual remaja berusia 14-24
tahun yang dilakukan terhadap 450 remaja dari Medan, Jakarta, Bandung dan
Surabaya. Terungkap bahwa 64% remaja mengakui secara sadar melakukan hubungan
seks pranikah dan telah melanggar nilai-nilai dan norma agama. Tetapi,
kesadaran itu ternyata tidak mempengaruhi perbuatan dan prilaku seksual mereka.
Alasan para remaja melakukan hubungan seksual tersebut adalah karena semua itu
terjadi begitu saja tanpa direncanakan.
Hasil penelitian juga memaparkan para remaja tersebut tidak
memiliki pengetahuan khusus serta komprehensif mengenai seks. Informasi tentang
seks (65%) mereka dapatkan melalui teman, Film Porno (35%), sekolah (19%), dan
orangtua (5%). Dari persentase ini dapat dilihat bahwa informasi dari teman
lebih dominan dibandingkan orangtua dan guru, padahal teman sendiri tidak
begitu mengerti dengan permasalahan seks ini, karena dia juga mentransformasi
dari teman yang lainnya. Pada zaman modren sekarang ini, remaja sedang
dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai, dan kemudian sistem nilai tersebut
terkikis oleh sistem nilai yang lain yang bertentangan dengan nilai moral dan
agama. Seperti model pakaian (fashion), model pergaulan dan film-film yang
begitu intensif remaja mengadopsi kedalam gaya pergaulan hidup mereka termasuk
soal hubungan seks di luar nikah dianggap suatu kewajaran.
Bebera faktor yang menyebabkan terjadinya pergaulan bebas
dikalangan remaja yaitu faktor agama dan iman; faktor Lingkungan seperti
orangtua, teman, tetangga dan media; pengetahuan yang minim ditambah rasa ingin
tahu yang berlebihan; dan perubahan zaman.
D.
PEMBAHASAN KASUS
Aborsi
yang dilegalkan diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan Pasal 15, sedangkan Pembaharuan Undang - Undang
Kesehatan yaitu UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan pula
pada Pasal 75 ayat 2 dan pasal 76.
Pada
kasus di atas dijelaskan bahwa terjadi suatu aborsi tetapi jenis aborsi
illegal. Kasus diatas berawal dari pasangan yang melakukan hubungan gelap
(perselingkuhan) yang mengakibatkan sang wanita hamil, Pria dan wanita sepakat
untuk menggugurkan kandungan yang berumur 3 bulan itu ke bidan. Bidan
menyanggupi untuk melakukan aborsi tersebut dengan imbalan Rp 2.000.000,00.
Semua
ahli madya kesehatan wajib mengucap sumpah janji ketika lulus dari pendidikan.
Salah satu isi sumpah janji tersebut yaitu untuk melaksanakan tugas
sabaik-baiknya menurut undang-undang yang berlaku. Tetapi pada kasus ini
bidan E melanggar sumpah tersebut. Bidan dengan sengaja dan adanya niat memberikan
suntikan oxytocin duradril 1,5 cc yang dicampur dengan cynano balamin. Hal ini
mengakibatkan perdarahan hebat pada wanita tersebut dan berakhir dengan
kematian.
Kasus
aborsi di atas termasuk kasus pidana, karena adanya aduan dari ayah korban yang
meminta kepada polisi untuk mengusut tuntas peristiwa itu dan menghukum pelaku.
Kasus ini mengakibatkan bidan E terjerat pasal 348 KUHP tentang pembunuhan daan
melanggar Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 atau pada
Undang-undang yang baru yaitu Undang-undang Kesehatan No 36 tahun 2009.
Menurut
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 bidan E bisa dijerat
dengan Pasal 80 dengan ketentuan dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah), sedangkan menurut pembaharuan Undang Undang Republik Indonesia No.36
tahun 2009 dijerat dengan pasal 194 dengan ketentuan dipidana dengan penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Malpraktik aborsi yang tidak aman dan ilegal masih banyak
dilakukan di sekitar kita, bahkan oleh tenaga kesehatan sekalipun. Sebagai
contoh dari kasus di atas, diketahui bahwa seorang bidan dengan sengaja telah
melakukan praktik aborsi kepada salah satu pasiennya, dimana bidan itu sadar
betul kalau tindakan tersebut adalah bukan kewenangannya. Tindakan aborsi
mengandung risiko yang cukup tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai standar
profesi medis. Risiko yang mungkin timbul antara lain, perdarahan, infeksi pada
alat reproduksi, rupture uteri, bahkan bisa sampai terjadi kematian.
Pasal-pasal yang mengatur tentang tindakan aborsi pun tidak sedikit, dengan
berbagai ancaman hukuman, namun hal ini tidak menyurutkan niat para oknum
tenaga medis untuk tetap melakukan praktik aborsi yang ilegal.
B.
SARAN
Semua tenaga kesehatan, baik dokter, bidan ataupun yang
lainnya harus memahami betul apa-apa yang menjadi kewenangannya dan apa-apa
pula yang bukan menjadi kewenangan dari profesinya. Peraturan per
Undang-undangan yang telah disusun sedemikian rupa dan diadakan pembaharuan,
janganlah hanya dianggap sebagai peraturan tertulis semata, namun harus di
patuhi dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Frans H. Winarta,
Pro-Kontra Abortus dalam UU Kesehatan, www.sinarharapan.co.id
Kapita Seleksi
Kedokteran, Edisi 3, halaman 260;
Tidak ada komentar:
Posting Komentar