HTML,BODY{cursor: url("http://downloads.totallyfreecursors.com/thumbnails/guitarmulti.gif"), auto;}
Tak peduli seburuk apapun masa lalumu, cintai dirimu. Hari ini kamu bisa memulai yg baru. Beri yg terbaik tuk masa depanmu.

Senin, 24 September 2012

RENCANA ASUHAN

ASUHAN PERSALINAN KALA I

KALA I

Pendahuluan
Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dan rahirn ibu. Bab ini akan memberikan gambaran mengenai kala satu persalinan dan asuhan bagi ibu selama waktu tersebut, dan juga mendefinisikan proses fisiologis persalinan normal. Juga dijelaskan bagaimana cara memberikan asuhan sayang ibu selama persalinan, melakukan anamnesis dan melakukan pemeriksaan fisik pada ibu dalam persalinan. Selain itu, dikaji pula tentang deteksi dini dan penatalaksanaan awal berbagai masalah dan penyulit, kapan dan bagaimana cara merujuk ibu.
Di sini juga akan dijelaskan tentang penggunaan partograf. Partograf adalah alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau, mengevaluasi dan menatalaksana persalinan dan kewajiban untuk menggunakannya secara rutin pada setiap persalinan. Partograf dapat digunakan untuk deteksi dini masalah dan penyulit untuk sesegera mungkin menatalaksana masalah tersebut atau merujuk ibu dalam kondisi optimal. Partograf tidak digunakan Selama fase laten persalinan, instrumen ini merupakan salah satu komponen dan pemantauan dan penatalaksanaan proses persalinan secara lengkap. Pada prinsipnya, setiap penolong persalinan diwajibkan untuk rnemantau dan mendokumentasikan secara seksama kesehatan dan kenyamanan ibu dan janin dan awal hingga akhir persalinan.
Tujuan
Pada akhir bab ini, penolong persalinan akan dapat :
  1. Menjelaskan batasan persalinan.
  2. Menjelaskan batasan kala satu persalinan.
  3. Membedakan apakah ibu sudah inpartu atau belum.
  4. Memahami langkah-Iangkah esensial untuk melakukan anamnesis rutin dan pemeriksaan fisik pada ibu yang sudah inpartu.
  5. Mengidentifikasi kapan ibu berada dalam fase aktif persalinan.
  6. Memberikan asuhan sayang ibu selama kala satu persalinan.
  7. Penggunaan partograf secara rutin dan tepat untuk mendokumentasikan dan memantau kernajuan persalinan serta keseliatan dan kenyarnanan ibu dan bayi, penuntun untuk membuat keputusan klinik dan deteksi dini rnasalah dan penyulit.
  1. Mengambil tindakan secara tepat sasaran dan waktu. Jika terjadi penyulit dan perlu dirujuk, dapat dilakukan dengan sesegera mungkin.
Batasan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dan rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 rninggu) tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dimulai (inpartu) pada saat uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan pada serviks.
Tanda dan gejala inpartu termasuk :
Penipisan dan pembukaan serviks.
  • Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
  • Keluarnya lendir bercampur darah (‘show’) melalui vagina.
Fase-fase dalam kala satu persalinan
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan sehingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan kala satu dibagi menjadi dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
Fase laten persalinan :
  • Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks Secara bertahap.
  • Pembukaan serviks kurang dan 4 cm.
  • Biasanya berlangsung di bawah hingga 8 jam.
Fase aktif persalinan :
  • Frekuensi dan lama kontraksi uterus urnumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).
  • Serviks membuka dan 4 ke 10 cm, biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih per jam hingga pembukaan lengkap (10 cm).
  • Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
Menyiapkan kelahiran
Tujuan :
  • Menyiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi.
  • Menyiapkan sernua perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obat esensial.
  • Menyiapkan rujukan.
  • Memberikan asuhan sayang ibu selama persalinan.
  • Melakukan upaya Pencegahan Infeksi (P1) yang direkomendasikan.
Menyiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi
Persalinan dan kelahiran bayi mungkin tcrjadi di rumah (rumah ibu, rumah kerabat), di tempat bidan, di puskesmas, Polindes atau rumah sakit. Pastikan ketersediaan bahan-bahan dan sarana yang rncmadai dan upaya pencegahan infeksi dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Di manapun persalinan dan kelahiran bayi terjadi, diperlukan hal-hal pokok seperti berikut ini :
  • Ruangan yang hangat dan bersih, merniliki sirkulasi udara yang baik dan terlindung dan tiupan angin.
  • Sumber air bersih yang mengalir untuk cuci tangan dan mandi ibu sebelum dan sesudah melahirkan.
  • Air disinfeksi tingkat tinggi (air yang dididihkan dan didinginkan) untuk membersih kan vulva dan perineum sebelurn periksa dalam selama persalinan dan membersihkan perineum ihu setelah bayi lahir.
  • Air bersih dalarn jumlah yang cukup, kionin, dcterjen, kain pembersih, kain pel dan sarung tangan karet untuk rnernbersihkan ruangan, lantai, perabotan, dekontaminasi dan proses peralatan (lihat Bab 1).
  • Karnar mandi yang bersih untuk kebersihan pribadi ibu dan penolong persalinan. Pastikan hahwa kamar kecil dan kamar mandi telah didekontaminasi dengan larutan kiorin 0,5%, dibersihkan dengan deterjen dan air sebelum persalinan dimulai (untuk melindungi ibu dan risiko infeksi), dan setelah bayi lahir (melindungi keluarga terhadap nisiko infeksi dan darah dan sekret tubuh ibu).
  • Tempat yang lapang untuk ibu ber selama persalinan, melahirkan bayi dan memberikan asuhan bagi ibu dan bayinya setelah persalinan. Pastikan bahwa ibu mendapatkan privasi.
  • Penerangan yang cukup, baik siang maupun malam.
  • Tempat tidur yang bersih untuk ihu. Tutupi kasur dengan plastik atau lembaran yang mudah dibersihkan jika terkontarninasi selama persalinan atau kelahiran bayi.
  • Tempat yang bersih untuk memberikan asuhan bayi baru lahir.
  • Meja yang bersih atau tempat tertentu untuk menaruh peralatan persalinan.
Menyiapkan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang dibutuhkan
Daftar perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk asuhan dasar persalinan dan kelahiran bayi diuraikan dalam Lampiran 5. Pastikan kelengkapan jenis dan jumlah bahan-bahan yang diperlukan dan dalam keadaan siap pakai untuk setiap persalinan dan kelahiran. Jika tempat persalinan dan kelahiran bayi, jauh dan fasilitas kesehatan, bawalah semua keperluan yang dibutuhkan ke lokasi persalinan. Kegagalan untuk menyediakan semua perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obat esensial pada saat asuhan diberikan, akan meningkatkan risiko terjadinya penyulit pada ibu dan bayi baru lahir yang dapat membahayakan keselamatan jiwa mereka.
Pada setiap persalinan dan kelahiran bayi :
  • Periksa semua peralatan sebelum dan setelah memberikan asuhan. Ganti peralatan yang hilang atau rusak dengan segera.
  • Periksa semua obat-obatan dan bahan-bahan sebelum dan setelah menolong ibu bersalin dan melahirkan. Segera ganti obat apapun yang telah digunakan atau hilang.
  • Pastikan bahwa perlengkapan dan bahan-bahan sudah bersih dan siap pakai. “Partus set”, “set jahit”, dan peralatan resusitasi bayi baru lahir sudah dalam kondisi disinfeksi tingkat tinggi atau steril (Bacalah pemrosesan peralatan di Bab 1).
Menyiapkan rujukan
Kaji ulang rencana rujukan (lihat Bab 1) bersama ibu dan keluarganya. Jika terjadi penyulit, keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai dapat, membahayakan jiwa ibu dan atau bayinya. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan dan perawatan dan hasil penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan.
Jika ibu datang untuk asuhan persalinan dan kelahiran bayi dan ia tidak siap dengan rencana rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang keperluan rencana ru jukan. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan (lihat Bab 1).
Memberikan asuhan sayang ibu
Persalinan adalah saat yang menegangkan dan menggugah emosi ibu dan keluarganya, malahan dapat pula menjadi saat yang menyakitkan dan rnenakutkan bagi ibu. Untuk meringankan kondisi tersebut, pastikan bahwa setiap ibu akan mendapatkan asuhan sayang ibu selama persalinan dan kelahiran.
Kaji prinsip-prinsip umum asuhan sayang ibu yang dijelaskan di Bab 1 secara khusus :
  • Sapa ibu dengan ramah dan sopan, bersikap dan bertindak dengan tenang dan berikan dukungan penuh selama persalinan dan kelahiran bayi
  • Jawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh ibu atau anggota keluarganya.
  • Anjurkan suami dan anggota keluarga ibu untuk hadir dan memberikan dukungannya.
  • Waspadai tanda penyulit selama persalinan dan lakukan tindakan yang sesuai jika diperlukan.
  • Siap dengan rencana rujukan.
Asuhan sayang ibu selama persalinan termasuk :
  • Memberikan dukungan emosional.
  • Membantu pengaturan posisi.
  • Memberikan cairan dan nutrisi.
  • Keleluasaan untuk ke kamar mandi secara teratur.
  • Pencegahan infeksi.
Dukungan emosional
Dukung dan anjurkan suami dan anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu Selama persalinan dan kelahiran. Anjurkan mereka untuk berperan aktif dalam mendukung dan mengenali langkah-langkah yang mungkin akan sangat membantu kenyamanan ibu. Hargai keinginan ibu untuk didampingi oleh teman atau saudara yang khusus (Enkiri, et al, 2000).
Bekerjasama dengan anggota keluarga untuk :
  • Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan pujian kepada ibu.
  • Membantu ibu bernapas pada saat kontraksi.
  • Memijat punggung, kaki atau kepala ibu dan tindakan-tindakan bermanfaat lainnya.
  • Menyeka muka ibu dengan lembut, menggunakan kain yang dibasahi air hangat atau dingin.
  • Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
Mengatur posisi
Anjurkan ibu untuk mencoba posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan kelahiran. Anjurkan pula suami dan pendamping laihnya untuk membantu ibu berganti posisi. Ibu boleh berjalan. berdiri, duduk, jongkok, berbaring miring atau rnerangkak. Posisi tegak seperti berjalan, berdiri atau jongkok dapat membantu turunnya kepala bayi dan seringkali mempersingkat waktu persalinan. Bantu ibu untuk sering berganti posisi selama persalinan. Jangan membuat ibu dalam posisi telentang, beritahukan agar ia tidak mengambil posisi tersebut.
Alasan: Jika ibu berbaring telentang, berat uterus dan isinya ‘janin, cairan ketuban, plasenta, dli) akan inenekan vena cava inferior Hal iizi inenyebabkan turunnya aliran darah dan sirkulasi ibu ke plasenta. Kondisi seperti ini, akan menyebabkan hipoksia/ kekurangan oksigen pada janin. Posisi telentang juga akan memperlambat kemajuan persalinan (Enkiri, et aI, 2000).
Pemberian cairan dan nutrisi
Anjurkan ibu untuk mendapat asupan (makanan ringan dan rninum air) selama persalinan dan kelahiran bayi. Sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten persalinan, tapi setelah memasuki fase aktif, mereka hanya menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota keluarga menawarkan ibu minum sesering mungkin dan makanan ringan selarna persalinan.
Alasan: Makanan ringan dan cairan yang cukup selaina persalinan akan niemberikan le bih banyak energi dan rnencegah dehidrasi. Dehidrasi bisa meinperlambat kontraksi dan/atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif
Kamar mandi
Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya secara rutin selama persalinan. Ibu harus berkemih paling sedikit setiap 2 jam, atau lebih sering jika terasa ingin berkemih atau jika kandung kemih dirasakan penuh. Periksa kandung kemih pada saat akan memeriksa denyut jantung janin (lihat/palpasi tepat di atas simfisis pubis untuk mengetahui apakah kandung kemih penuh). Anjurkan dan antarkan ibu untuk berkeniih di kamar mandi. Jika ibu tidak dapat berjalan ke kamar mandi, berikan wadah penampung urin.
Alasan: Kandung kernih yang penuh akan :
  • Memperlambat turunnya bagian terbawah janin dan mungkin menyebabkan partus macet.
  • Menyebabkan ibu tidak nyanlan.
  • Meningkatkan risiko perdarahan pascapersalinan yang disebabkan atonia uteri.
  • Mengganggu penatalaksanaan distosia bahu.
  • Meningkatkan risiko infeksi saluran kemih pascapersalinan.
Selama persalinan berlangsung, tidak dianjurkan untuk melakukan kateterisasi kandung kemih secara rutin.
Kateterisasi kandung kemih hanya dilakukan jika kandung kemih penuh dan ibu tidak dapat berkemih sendiri.

Alasan: Kateterisasi menimbulkan rasa sakit, meningkatkan risiko infeksi dan perlukan saluran kemih ibu.
Anjurkan ibu untuk buang air besar jika perlu. Jika ibu merasa ingin buang air besar saat persalinan aktif, lakukan periksa dalam untuk memastikan bahwa apa yang dirasakan ibu bukan disebabkan oleh tekanan kepala bayi pada rektum. Jika ibu belum siap melahirkan, perbolehkan ibu untuk ke kamar mandi.
Jangan melakukan klisma secara rutin selama persalinan. Klisma tidak akan memperpendek waktu persalinan, menurunkan angka infeksi bayi baru lahir atau infeksi luka pas capersalinan, malahan akan meningkatkan jumlah tinja yang keluar selama kala dua persalinan (Enkiri, et al, 2000).
Pencegahan infeksi
Menjaga lingkungan yang bersih merupakan hal penting dalam mewujudkan kelahiran yang bersih dan aman bagi ibu dan bayinya (lihat Bab 1). Hal ini tergolong dalam unsur esensial asuhan sayang ibu. Kepatuhan dalam menjalankan praktek-praktek pencegahan infeksi yang baik juga akan melindungi penolong persalinan dan keluarga ibu dan infeksi. Ikuti praktek-praktek pencegahan infeksi yang sudah ditetapkan, ketika mempersiapkan persalinan dan kelahiran. Anjurkan ibu untuk mandi pada awal persalinan dan pastikan bahwa ibu memakai pakaian yang bersih. Mencuci tangan sesering mungkin. menggunakan peralatan stenil atau disinfeksi tingkat tinggi dan sarung tangan pada saat diperlukan (lihat Bab 1). Anjurkan anggota keluarga untuk mencuci tangan mereka sebelum dan setelah melakukan kontak dengan ibu dan/atau bayi baru lahir.
Alasan: Pencegalian infeksi sangat penting dalam menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan keterampilan dalam melaksanakan prosedur pencegahan infeksi yang baik, akan melindungi penolong persalinan terhadap risiko infeksi.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik rutin bagi ibu yang sedang bersalin
Asuhan sayang ibu yang baik dan aman selama persalinan memerlukan: anamnesis dan pemeriksaan fisik secara seksama. Pertama, sapa ibu dan beritahukan apa yang akan anda lakukan. Jelaskan pada ibu tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh ibu. Selama anamnesis dan pemeriksaan fisik, perhatikan tanda-tanda penyulit atau gawat darurat dan segera lakukan tindakan yang sesuai bila diperlukan (Lihat Tabel 2-1 hal. 14) untuk memastikan persalinan yang aman. Catat semua temuan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara seksama dan Iengkap. Kemudian jelaskan hasil pemeriksaan dan kesimpulannya pada ibu dan keluarganya.
Anamnesis
Tujuan dan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan dan kehamilan. Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan klinik untuk menentukan diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang sesuai.
Tanyakan pada ibu :
  • Nama, umur dan alarnat
  • Gravida dan para
  • Hari pertama haid terakhir
  • Kapan bayi akan lahir (menurut taksiran ibu)
  • Alergi obat-obatan
  • Riwayat kehamilan yang sekarang:
-         Apakah ihu pernah inelakukan peineriksaan antenatal? Jika ya, periksa kartu asuhan antenatalnya (jika inungkiri).
-         Pernahkah ibu mendapat masalah selama kehamilannya (misalnya perdarahan, hipertensi, dll)?
-         Kapan mulai kontraksi?
-         Apakah kontraksi teratur? Seberapa sering terjadi kontraksi?
-         Apakah ibu masih merasakan gerakan bayi?
-         Apakah selaput ketuban sudah pecah? Jika ya, apa warna cairan ketuban? Apakah kental atau encer? Kapan selaput ketuban pecah? (Periksa perineum ibu dan lihat! air ketuban di pakaiannya.)
-         Apakah keluar cairan bercampur darah dan vagina ibu? Apakali berupa bercak atau darah segar pervaginain? (Periksa perineum ibu dan lihat darah di pakaian nya.)
-         Kapankah ibu terakhir kali makan atau minum?
-         Apakah ibu men galami kesulitan untuk berkeinih?
  • Riwayat kehamilan sebelumnya :
-         Apakah ada masalah selama persalinan atau kelahiran sebeluinnya (bedah sesar persalinan dengan ekstraksi vakuin atau forseps, induksi oksitosin, hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan, preekiampsia/eklampsia, perdarahan pascapersalinan)?
-         Berapa berat badan bayi paling besar pernah ibu lahirkan?
-         Apakah ibu mempunyai masalah dengan bayi-bayi sebelumnya?
  • Riwayat medis lainnya (masalah pernapasan, hipertensi, gangguan jantung, berkemih dll).
  • Masalah medis saat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing atau nyeri epigastrium). Jika ada, periksa tekanan darahnya dan jika mungkin periksa protein dalam urin ibu.
  • Pertanyaan tentang hal-hal lain yang belum jelas atau berbagai bentuk kekhawatiran lainnya.
Dokumentasikan semua temuan. Setelah anamnesis Iengkap, lakukan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kesehatan dan kenyamanan fisik ibu dan bayinya. Informasi yang dikumpulkan dan pemeriksaan fisik akan digunakan bersama dengan informasi dan hasil anamnesis untuk proses membuat keputusan klinik untuk menentukan diagnosis serta mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang paling sesuai.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang apa yang akan dilakukan selama pemeriksaan dan jelaskan pula aiasannya. Anjurkan mereka untuk bertanya dan menjawab pertanyaan yang diajukan sehingga mereka memahami kepentingan pemeriksaan.
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik :
  • Cuci tangan sebelum memulai pemeriksaan fisik.
  • Bersikaplah lemah lembut dan sopan, tenteramkan hati ibu dan bantu ibu agar merasa nyaman. Jika ibu tegang atau gelisah, anjurkan untuk menarik napas perlahan dan dalam.
  • Minta ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya. (Jika perlu, periksa jumlah urin, protein dan aseton dalam urin).
  • Nilai kesehatan dan keadaan umum ibu, suasana hatinya, tingkat kegelisahan atau nyeri, warna konjungtiva, kebersihan, status nutrisi dan kecukupan air tubuh.
  • Nilai tanda-tanda vital ibu (tekanan darah, temperatur, nadi dan pernapasan). Agar su paya bisa menilai tekanan darah dan nadi ibu dengan akurat, lakukan pemeriksaan di antara dua kontraksi.
  • Lakukan pemeriksaan abdomen (lihat hal. 2-9).
  • Lakukan pemeriksaan dalam (lihat hal. 2-12).
Pemeriksaan abdomen
Pemeriksaan abdomen digunakan untuk :
  1. Menentukan tinggi fundus
  2. Memantau kontraksi uterus
  3. Memantau denyut jantung janin
  4. Menentukan presentasi
  5. Menentukan penurunan bagian terbawah janin
Sebelum memulai pemeriksaan, pastikan bahwa ibu sudah mengosongkan kandung kemihnya. Minta ibu berbaring, tempatkan bantal di bawah kepala dan bahunya kemudian minta ibu untuk menekukkan lututnya. Jika ibu gugup, bantu untuk santai dan tenang dengan cara meminta ibu menarik napas dalam.

  1. 1. Menentukan tinggi fundus
Pastikan tidak terjadi kontraksi selama penilaian. Ukur tinggi fundus dengan menggunakan pita pengukur. Mulai dan tepi atas simfisis pubis, rentangkan hingga ke puncak fundus uteri mengikuti aksis atau linea medialis pada abdomen (lihat Gambar 2 Pita pengukur harus menempel pada kulit abdomen. Jarak antara tepi atas simfisis pubis dan pun cak fundus uteri adalah tinggi fundus.
  1. 2. Memantau kontraksi uterus
Gunakan jarum detik yang ada pada jam dinding atau jam tangan untuk mcmantau kon traksi uterus. Letakkan tangan (dengan hati-hati) di atas uterus dan rasakan jum]ah kon traksi yang terjadi dalam kurun waktu 10 menit. Tentukan durasi atau lama setiap kontraksi berlangsung. Pada fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam waktu 10 menit, lama kontraksi 40 detik atau lehih. Di antara dua kontraksi. dinding uterus melunak kembali dan mengalami relaksasi.
  1. 3. Memantau denyut jantung janin
Gunakan jarum detik yang ada pada jam dinding atau jam tangan dan scbuah fetoskop Pinnards atau Doppler untuk memantau denyut jantung janin (DJJ); Dengan fetoskop dengarkan denyut jantung janin yang dihantarkan melalui dinding abdomen. Tentukan titik tertentu pada dinding abdomen di mana DJJ terdengar paling kuat.
Tips :Jika DJJ sulit ditemukan palpasi abdomen dan tentukan dataran punggung bayi. Biasanya denyut jantung bayi lebih mudah digeser melalui dinding abdomen yang sesuai dengan dataran punggung bayi.
Nilai DJJ selama dan segera setelah kontraksi uterus. Mulailah penilaian sebelum atau selama puncak kontraksi. Dengarkan DJJ selama minimal 60 detik, dengarkan sampai sedikitnya 30 detik setelah kontraksi berakhir. Lakukan penilaian DJJ tersebut pada lebih dan satu kontraksi. Jika DJJ kurang dan 120 atau lebih dan 160, pertimbangkan adanya gangguan sirkulasi utero-plasenter padajanin. Jika DJJ kurang dan 100 atau lebih dan 180 per menit, baringkan ibu ke sisi kiri dan anjurkan ibu untuk santai. Lakukan penilaian ulang denyut jantung 5 menit kemudian untuk menentukan apakah DJJ tetap abnormal., Jika DJJ tidak mengalami perbaikan, siapkan untuk segera dirujuk (lihat Tabel 2-1).
  1. 4. Menentukan presentasi
Untuk menentukan presentasi bayi (apakah presentasi kepala atau bokong/sungsang) :
  • Berdiri di samping ibu, menghadap ke arah kepalanya (pastikan lutut ihu ditekuk).
  • Dengan ibu jari dan jari tengah dan satu taugan (hati-hati tapi mantap) pegang bagian bawah abdomen ibu, tepat di atas simfisis pubis. Bagian terbawah janin atau presentasi dapat diraba di antara ibu jari dan jari tengah.
  • Jika bagian terbawah janin belum masuk ke dalam rongga panggul, bagian tersebut masih bisa digerakkan. Jika bagian terbawah janin sudah masuk ke dalam panggul maka bagian tersebut tidak dapat digerakkan lagi.
  • Untuk menentukan apakah presentasi adalah kepala atau bokong, pertimbangkan bentuk, ukuran dan kepadatan bagian tersebut. Jika bulat, keras dan mudah digerakkan
    mungkin presentasi kepala, atau jika tidak beraturan, lebih besar, tidak keras dan sulit digerakkan mungkin bokong. Sungsang berarti terbalik dan ini diidentikkan dengan bokong sebagai kebalikan dan kepala. Jika presentasinya bukan kepala, lihat Tabel 2-1.
  • ·
  1. 5. Menentukan penurunan janin
Akan lebih nyaman bagi ibu jika penurunan janin ditentukan melalui pemeriksaan abdomen dibandingkan dengan pemeriksaan dalam. Menilai penurunan melalui palpasi abdomen juga memberikan informasi mengenai kemajuan persalinan dan membantu mencegah pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
Nilai penurunan kepala janin dengan hitungan per lima bagian kepala janin yang bisa di palpasi di atas simfisis pubis (ditentukan oleh jumlah jan yang bisa ditempatkan di bagian kepala di atas simfisis pubis, lihat Gambar 2-2).
Kepala janin adalah:
  • 5/5 (lima per lima) jika keseluruhan kepala janin dapat diraba di atas simfisis pubis.
  • 4/5 jika sebagian besar kepala janin berada di atas simfisis pubis.
  • 3/5 jika hanya tiga dan lima jam bagian kepala janin teraba di atas simfisis pubis.
  • 2/5 jika hanya dua dan lima jan bagian kepala janin berada di atas simfisis pubis. Berarti hampir seluruh kepala telah turun ke dalam saluran panggul (bulatnya kepala tidak dapat diraba dan kepala janin tidak dapat digerakkan).
  • 1/5 jika hanya sebagian kecil kepala dapat diraba di atas simfisis pubis.
  • 0/5 jika kepalajanin tidak teraba dan luar atau seluruhnya sudah melalui simfisis pubis.
Rujuk primigravida yang berada dalam fase aktif persalinan dengan kepala janin masih 5/5 (Tabel 2-1).
Alasan: Kepala harus sudah mulai masuk ke dalam rongga panggui pada fase aktif kala satu persalinan. Bila kepala tidak dapat turun, mungkin diameternya lebih besar dibandingkan dengan rongga panggul ibu. Bila ada dugaan disproporsi kepala panggul (cefalo pelvic disproportion atau CPD), untuk mendapatkan keluaran yang optimal, sebaiknya ibu segera dirujuk kefasilitas kesehatan yang dapat melaksanakan tindakan seksio sesar. Bila kepalajanin tidak dapat turun, risiko untuk terjadi tali pusat menumbung akan lebih tinggi pada saat selaput ketuban pecah.
Pemeriksaan dalam
Sebelum melakukan pemeriksaan dalam, tangan dicuci dengan sabun dan air bersih yang mengalir, kemudian keringkan dengan handuk kering dan bersih’. Minta ibu untuk berkemih dan membasuh regio genitalia dengan sabun dan air bersih (jika ibu belum melakukannya). Jelaskan pada ibu setiap langkah yang akan dilakukan selama pemeriksaan. Tenteramkan dan anjurkan ibu untuk nicks. Pastikan privasi ibu terjaga selama pemeriksaan dilakukan.
Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan dalam termasuk :
  1. Tutupi badan ihu sebanyak mungkin dengan sarung atau selimut.
  2. Minta ibu berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan (mungkin akan membantu jika ibu menempelkan kedua telapak kakiriya satu sama lain).
  3. Menggunakan sarung tangan DTT atau steril pada saat melakukan pemeriksaan.
  4. Menggunakan kasa atau gulungan kapas DTT yang dicelupkan ke air DTT atau larutan antiseptik. Membasuh labia secara hati-hati, seka dan depan kebelakang untuk menghindarkan kontarninasi feses (tinja).
  5. Memeriksa genitalia eksterna, apakah terdapat luka atau massa (termasuk kon dilornata), varikositas vulva atau rektum, atau luka parut di perineum.
  6. Nilai cairan vagina dan tentukan apakah terdapat bercak darah, perdarahan pervaginam atau mekonium:
  7. Jika ada perdarahan per vaginam, jangan lakukan pemeriksaan dalam. Lihat Tabel 2-1.
  8. Jika ketuban sudah pecah, lihat warna dan bau air ketuban. Jika mekonium ditemukan, lihat apakah kental atau encer dan periksa DJJ (lihat Tabel 2-1):
    1. Jika mekonium encer dan DJJ normal, teruskan memantau DJJ secara seksama menurut petunjuk pada partograf. Jika ada tanda-tanda akan terjadinya gawat janin, lihat Tabel 2-1 dan rujuk segera.
    2. Jika mekonium kental, nilai DJJ dan rujuk segera (lihat Tabel 2-1).
    3. Jika ban busuk, lihat Tabel 2-1. Ibu mungkin mengalami infeksi.
  9. Dengan hati-hati pisahkan labia dengan jari manis dan ibu jari tangan (gunakan sarung tangan pemeriksa). Masukkan jari telunjuk dengan hati-hati, diikuti oleh jari tengah. Pada saat kedua jari berada di dalam vagina, jangan mengeluarkannya sebelum pemeriksaan selesai. Jika ketuban belum pecah, jangan lakukan amniotomi (memecah kannya).
Alasan: Amniotomi ineningkatkan risiko infeksi pada ibu dan bayi, serta gawat janin.
  1. Nilai vagina. Luka parut lama di vagina bisa memberikan indikasi luka atau episiotomi sebelumnya, hal ini mungkin menjadi informasi penting pada saat kelahiran bayi.
  2. Nilai pembukaan dan penipisan serviks.
10.  Pastikan tali pusat umbilikus dan/atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki bayi) tidak teraba pada saat melakukan pemeriksaan per vaginam. Jika teraba, ikuti langkah-Iangkah kedaruratan di Tabel 2-1 dan segera rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai.
11.  Nilai penurunan janin dan tentukan apakah kepala sudah masuk ke dalam panggul. Bandingkan penurunan kepala dengan temuan-temuan dan pemeriksaan abdomen Untuk menentukan kemajuan persalinan.
12.  Jika kepala dapat dipalpasi, raba fontanela dan sutura sagitalis untuk menilai penyusupan tulang kepala dan/atau tumpang tindihnya, dan apakah kepala janin Sesuai dengan diameter jalan lahir.
13.  Jika pemeriksaan sudah lengkap, keluarkan kedua jan pemeriksa dengan hati-hati, celupkan sarung tangan ke dalam larutan dekontaminasi, lepaskan sarung tangan secara terbalik dan rendam dalam larutan dekontaminasi selama 10 menit.
14.  Cuci kedua tangan dan segera keringkan dengan handuk bersih dan kering.
15.  Bantu ibu untuk mengambil posisi yang lebih nyaman.
16.  Jelaskan hasil-hasil pemeriksaan pada ibu dan ke!uarganya.
Setelah melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisik
Ketika anamnesis dan pemeriksaan telah lengkap :
  1. Catat semua hasil anamnesis dan temuan pemeriksaan fisik secara teliti dan lengkap.
  2. Gunakan informasi yang terkumpul untuk menentukan apakah ibu sudah dalam persalinan (inpartu). Jika pembukaan serviks kurang dan 4 cm, berarti ibu masih dalam fase laten persalinan. Lakuikan penilaian ulang setelah 4 jam sejak pemeriksaan pertama. Jika pembukaan serviks 4 cm atau lebih, ibu telah masuk dalam fase aktif persalinan; mulailah mencatat kemajuan persalinan pada partograf (lihat bawah).
  3. Tentukan ada tidaknya masalah atau penyulit yang harus ditatalaksana secara khusus.
  4. Setiap kali selesai melakukan penilaian, analisis data yang terkumpul, buat diagnosis berdasarkan informasi tersebut. Susun rencana penatalaksanaan asuhan bagi ibu. Penatalaksanaan itu selalu berdasarkan pada hash temuan penilaian.
Contoh: Jika setelah menyelesaikan penilaian awal diagnosisnya adalah kehamilan intrauterin, cukup bulan, dalam fase aktif kala satu persalinan dengan DJJ dan tanda tanda vital normal. Rencana selanjutnya adalah terus mernantau kondisi ibu serta janin menurut parameter-parameter pada partograf dan memberikan asuhan sayang ibu. Jika hasil diagnosis menunjukkan suatu ahnormalitas atau komplikasi, maka rencana selan jutnya mencakup persiapan untuk rujukan segera, memperbaiki kondisi umum ibu, merujuk sambil terus menerus memantau dan me!akukan pertolongan awal terhadap masalah tersebut dan tetap memberikan asuhan sayang ibu (kaji ulang bagian Membuat keputusan klinik di Bab 1).
  1. Jelaskan semua temuan, diagnosis dan rencana penatalaksanaan kepada ibu dan keluar ganya sehingga mereka memahami asuhan yang akan diberikan.
Mengenali masalah dan penyulit secara dini
Pada saat memberikan asuhan kepada ibu yang sedang bersalin, penolong harus selalu waspada terhadap masalah atau penyulit yang mungkin terjadi. Ingat bahwa menunda pemberian asuhan kegawatdaruratan akan meningkatkan risiko kematian dan kesakitan ibu dan bayi baru lahir. Selama anamnesis dan penieriksaan fisik, tetap waspada terhadap indikasi-indikasi seperti yang tertera pada Tabel 2-1 dan lakukan tindakan segera. Lakukan langkah dan tindakan yang scsuai untuk mernastikan proses persalinan yang aman bagi ibu dan keselamatan bagi bayi yang dilahirkan.
Tabel 2-1: Indikasi-indikasi untuk melakukan tindakan dan/atau rujukan segera selama kala satu persalinan
Temuan-temuan anamnesis dan/atau pemeriksaan Rencana untuk asuhan atau perawatan
Riwayat bedah sesar
  1. Segara rujuk ke fasilitas yang mempunyai kemampuan untuk melakukan bedah sesar.
  2. Dampingi ibu ke tempat rujukan, berikan dukungan dan semangat.
Perdarahan pervaginam selain dari lendir bercampur darah (show) Jangan melakukan pemeriksaan dalam
  1. Baringkan ibu ke sisi kiri
  2. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau cairan garam fisiologis (NS)
  3. Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan untuk melakukan bedah besar.
  4. Dampingi ibu ke tempat rujukan.
Kurang dari 37 minggu (persalinan kurang bulan)
  1. Segara rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawatdaruratan obsteri dan bayi baru lahir.
  2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta semangat


Temuan-temuan anamnesis dan/atau pemeriksaan
Rencana untuk asuhan atau perawatan
Ketuban pecah disertai dengan keluarnya mekonium kental
  1. Baringkan ibu miring ke kiri,
  2. Dengarkan DJJ.
  3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan pena-talaksanaan untuk melakukan bedah sesar.
  4. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan bawa partus set, kateter penghisap lendir DeLee dan handuk/kain untuk menge-ringkan dan menyelimuti bayi kalau ibu melahirkan di jalan.
Ketuban pecah bercampur dengan sedikit mekonium disertai tanda-tanda gawat janin
  1. Dengarkan DJJ, jika ada tanda-tanda gawat janin laksanakan asuhan yang sesuai (lihat di bawah).
Ketuban telah pecah (lebih dari 24 jam )atauKetuban pecah pada kehamilan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
  1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan me- lakukan asuhan kegawat daruratan obstetri.
  2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta semangat.
Tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi:• temperatur tubuh > 38° c• menggigil • nyeri abdomen
• cairan ketuban yang berbau
  1. Baringkan ibu miring ke kiri.
  2. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau cairan garam fisio logis (NS) dengan tetesan 125 ml/jam.
  3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan pena- talaksanaan kegawat daruratan obstetri.
  4. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta Semangat.
Tekanan darah lebih dari 160/ 110 dan/atau terdapat protein dalam urin (preeklampsia berat)
  1. Baringkan ibu miring ke kiri.
  2. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau cairan garam fisio logis (NS).
  3. Jika mungkin berikan dosis awal 4 g MgSO4 20% IV selama 20 menit.
  4. Suntikan 10 g MgSO4 50% (5 g IM pada bokong kiri dan kanan).
  5. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kapabilitas asuhan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
  6. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat serta dukungan.
Tinggi tundus 40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramniosis, kehamilan ganda)
  1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan untuk melakukan bedah sesar.
  2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat dan dukungan.
AlasanJika diagnosisnya adalah polihidramnion, mungkin ada masalah-masalah lain dengan janinnya. Dengan adanya makrosomia, risiko distosia bahu dan perdarahan pasca persalinan akan lebih besar


Temuan-temuan anamnesis dan/atau pemeriksaan Rencana untuk asuhan atau perawatan
DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali/menit pada dua kali penilaian dengan jarak 5 menit (gawat janin)
  1. Baringkan bu miring ke kiri dan anjurkan untuk bernapas secara teratur.
  2. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau cairan garam fisio logis (NS) dengan tetesan 125 ml/jam.
  3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
  4. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan dan semangat.
Primipira dalam persalinan fase aktif dengan palpasi kepala janin masih 5/5
  1. Baringkan ibu miring ke kiri.
  2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan pembedahan bedah sesar.
  3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan dan semangat.
Presentasi bukan belakang kepala(sungsang, letak lintang, dll)
  1. Baringkan ibu miring ke kiri.
  2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan pena talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
  3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan dan semangat.
Presentasi ganda (majemuk)(adanya bagian janin, seperti misalnya lengan atau tangan, bersamaan dengan presentasi belakang kepala)
  1. Baringkan ibu dengan posisi lutut menempel ke dada atau miring ke kiri.
  2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetri danbayi baru lahir.
  3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan   berikan semangat serta dukungan.
Tali pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut)
  1. Gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi, letakkan satu tangan di vagina dan jauhkan kepala janin dari tali pusat janin. Gunakan tangan yang lain pada abdomen untuk membantu menggeser bayi dan menolong hagian terbawah bayi tidak menekan tali pusatnya (keluarga mungkin dapat membantu).
  2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetni dan bayi baru lahir.
  3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat serta dukungan.
ATAU
  1. Minta ibu untuk mengambil posisi bersujud di mana posisi bokong tinggi melebihi kepala ibu, hingga tiba ke tempat rujukan.
  2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penn talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
  3. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat serta dukungan.
Temuan-temuan anamnesis dan/atau pemeriksaan Rencana untuk asuhan atau perawatan
Tanda dan gejala syok:
  • Nadi cepat, lemah (lebih dari 110 kali/menit)
  • Tekanan darahnya rendah (sistolik kurang dan 90 mmHg)
  • Pucat
  • Berkeringat atau kulit lembab, dingin
  • Napas cepat (lebih dari 30 kali/ menit)
  • Cemas, bingung atau tidak sadar
  • Produksi urin sedikit (kurang dari 30 ml/jam)
  1. baringkan ibu miring ke kiri.
  2. Jika mungkin naikkan kedua kak ibu untuk meningkatkan aliran darah ke jantung.
  3. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan Ringer Laktat atau cairan garam fisiologis (NS). Infuskan 1 liter dalam waktu 15-20 menit; jika mungkin infuskan 2 liter dalam waktu satu jam pertama, kemudian turunkan tetesan menjadi 125 ml/jam.
  4. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan pena- talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
  5. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan semangat serta dukungan.
Tanda dan gejala persalinan dengan fase laten yang memanjang:
  • pembukaan serviks kurang dari 4 cm setelah 8 jam
  • kontraksi teratur (lebih dari 2 dalam 10 menit)
  1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kapabilitas kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
  2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta semangat.
Tanda dan gejala belum inpartu:
  • kurang dari 2 kontraksi dalam 10 menit, berlangsung kurang dari 20 detik
  • tidak ada perubahan senviks dalam waktu 1 sampai 2 jam
  1. Anjurkan ibu untuk minum dan makan.
  2. Anjurkan ibu untuk bergerak bebas dan leluasa.
  3. Jika kontraksi berhenti dan/atau tidak ada perubahan serviks, evatuasi DJJ, jika tidak ada tanda-tanda kegawatan pada ibu dan janin, persilahkan ibu pulang dengan nasehat untuk:
  • Menjaga cukup makan dan minum.
  • Datang untuk meridapatkan asuhan jika terjadi peningkatan frekuensi dan lama kontraksi.
Tanda dan gejala partus lama:
  • pembukaan serviks meng-arah ke sebelah kanan garis waspada (partograf)
  • pembukaan serviks kurang dari 1 cm per jam
  • kurang dari 2 kontraksi dalam wak tu 10 menit, masing-masing berlangsung kurang dari 40 detik.
  1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan pena- talaksanaan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir.
  2. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan berikan dukungan serta semangat.


Rujuk ibu :Apabila didapati salah satu atau lebih penyulit seperti berikut :
  1. Riwayat bedah sesar
  2. Perdarahan pervaginam
  3. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
  4. Ketuban pecah dengan mekonium yang kental
  5. Ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam)
  6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan (kurang dari 37 minggu usia kehamilan)
  7. Ikterus
  8. Anemia berat
  9. Tanda/gejala infeksi
  10. Preeklampsia/Hipertensi dalam kehamilan
  11. Tinggi fundus 40 cm atau lebih
  12. Gawat janin
  13. Primipara dalam fase aktif persalinan dengan palpasi kepala janin masih 5/5
  14. Presentasi bukan belakang kepala
  15. Presentasi majemuk
  16. Kehamilan gemeli
  17. Tali pusat menumbung
  18. Syok
Menggunakan Partograf
Partograf adalah alat bantu yang digunakan selama fase aktif persalinan. Tujuan utama dan penggunaan partograf adalah untuk :
  • Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam.
  • Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian, juga dapat melakukan deteksi secara dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama.
Jika digunakan secara tepat dan konsisten, maka partograf akan membantu penolong persalinan untuk :
-         Mencatat kemajuan persalinan.
-         Mencatat kondisi ibu dan janinnya.
-         Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
-         Menggunakan informasi yang tercatat untuk secara dini mengidentifikasi adanya nenvulit.
Partograf harus digunakan :
  • Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan. Partograf harus digunakan, baik tanpa ataupun adan penyulit. Partograf akan membantu penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal maupun yang disertai dengan penyulit.
  • Selama persalinan dan kelahiran di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan swasta, rumah sakit, dll).
  • Secara rutin oleh sernua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran (Spesialis Obgin, bidan, dokter umum, residen dan mahasiswa kedokteran).
Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu. Selain itu, juga mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
Pencatatan selama fase laten persalinan
Seperti yang sudah dibahas di awal bab ini kala satu persalinan dibagi menjadi fase laten dan fase aktif yang clibatasi oleh pembukaan serviks :
  • fase laten : pembukaan serviks kurang dan 4 cm
  • fase aktif : pcrnbukaan serviks dan 4 sampai 10 cm
Selama fase laten persalinan, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus di catat. Hal ini dapat direkani secara terpisah dalam catatan kemajuan persalinan atau pada Kartu Menuju Sehat (KMS) Ibu Hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama fase laten persalinan. Semua asuhan dan intervensi harus dicatat.
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara seksama, yaitu :
  • denyut jantung janin: setiap 1/2 jam
  • frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap 1/2 jam
  • nadi: setiap 1/2 jam
  • pembukaan serviks: setiap 4 jam
  • penurunan: setiap 4 jam
  • tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
  • produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
Jika ditemui tanda-tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi, harus lebih sering di lakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila dalam diagnosis keja ditetapkan adanya penyulit dalam persalinan. Jika frekuensi kontraksi berkurang dalam satu atau dua jam pertama, nilai ulang kesehatan dan kondisi aktual ibu dan bayinya. Bila tidak ada tanda-tanda kegawatan atau penyulit. Ibu dipulangkan di rumah, penolong persalinan boleh meninggalkan ibu hanya setelah dipastikan bahwa ibu dan bayinya dalam kondisi baik. Pesankan pada ibu dan keluarganya untuk memberitahu penolong persalinan jika terjadi peningkatan frekuensi kontraksi (perlu diskusi).
Pencatatan selama fase aktif persalinan: Partograf
Halaman depan partograf (lihat Gambar 2-3) mencantumkan bahwa observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, terrnasuk :
  1. A. Informasi tentang ibu:
-         nama, umur;
-         gravida, para, abortus (keguguran);
-         nomor catatan medis/nomor puskesmas;
-         tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu);
-         waktu pecahnya selaput ketuban.
  1. B. Kondisi janin:
-         DJJ;
-         warna dan adanya air ketuban;
-         penyusupan (molase) kepala janin.
  1. C. Kemajuan persalinan:
-         pembukaan serviks;
-         penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin;
-         garis waspada dan garis bertindak.
  1. D. Jam dan waktu:
-         waktu mulainya fase aktif persalinan;
-         waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
  1. E. Kontraksi uterus:
-    frekuensi dan lamanya.
  1. F. Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
-         oksitosin;
-         obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
  1. G. Kondisi ibu:
-     nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh; urin (volume, aseton atau protein).
  1. H. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalarn kolom yang tersedia di sisi partograf atau di catatan kemajuan persalinan).
Mencatat temuan pada Partograf

  1. A. Informasi tentang ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat rnemulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai: “jam” pada partograf) dan perhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten persalinan. Catat waktu terjadinya pecah ketuban.
  1. B. Kesehatan dan kenyamanan janin
Kolom, lajur dan skala angka pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala janin)
  1. 1. Denyut jantung janin
Dengan menggunakan metode seperti yang diuraikan pada bagian Pemeriksaan fisik dalam bab ini, nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada tanda-tanda gawat janin). Setiap kotak pada bagian ini menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai dewngan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian hubungkan titik yang satu dengan titik lainnya dengan garis tidak terputus (Gambar 2-6).
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf di antara garis tebal angka l dan 100. Tetapi, penolong harus sudah waspada bila DJJ di bawah 120 atau di atas 160. Lihat Tabel 2-1 untuk tindakan-tindakan segera yang harus dilakukan jika DJJ melampaui kisaran normal ini. Catat tindakan-tindakan yang dilakukan pada ruang yang tersedia di salah satu dari kedua sisi partograf.
  1. 2. Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali dilakukan pemeriksaan dalam, dan nilai warna air ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ (Gambar 2-6). Gunakan lambang-lambang berikut ini :
  • U : ketuban utuh (belum pecah)
  • J : ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih
  • M : ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
  • D : ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
  • K : ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (“kering”)
Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin. Jika terdapat mekonium, pantau DJJ secara seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin (denyut jantung janin < 100 atau >180 kali per menit), ibu segera dirujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai (lihat Tabel 2-1)
Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang memiliki asuhan kegawatdaruratan obstetri dan bayi baru lahir (lihat tabel 2-1)
  1. 3. Molase (penyusupan kepala janin)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. Tulang kepala yang saling menyusup atau tumpang tindih, menunjukkan kemungkinan adanya disproporsi tulang panggul (CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar-benar terjadi jika tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat dipisahkan. Apabila ada dugaan disproprosi tulang panggul, penting sekali untuk tetap memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal yang scsuai dan rujuk ibu dengan tanda-tanda disproporsi tulang panggul ke fasilitas kesehatan yang memadai.
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam, nilai penyusupan kepala janin. Catat temuan dikotak yang sesuai (Gambar 2-6) di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang berikut ini :
0    :     tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi
1    :     tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan
2    :     tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat dipisahkan
3    :     tulang-tulang kepala janin tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
C. Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks (Gambar 2-6). Masing-masing angka mempunyai lajur dan kotak tersendiri. Setiap angka/kotak menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu dengan kotak yang lain pada lajur di atasnya, menunjukkan penambahan dilatasi sebesar 1 cm. Skala angka 1-5 juga menunjukkan seberapa jauh penurunan janin. Masing-masing kotak di bagian ini menyatakan waktu 30 menit.
  1. 1. Pembukaan serviks
Dengan rnenggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan Fisik dalam bab ini, nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan dan setiap pemeriksaan. Tanda “X’ harus ditulis di garis waktu yang sesuai dengan lajur besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuan-temuan dan pemeriksaan dalam yang dilakukan pertama kali selama fase aktif persalinan di garis waspada. Hubungkan tanda ‘X” dan setiap perneriksaan dengan garis utuh (tidak terputus).
Contoh : Perhatikan contoh partograf untuk Ibu Rohati (Gambar 2-6) :
  • Pada pukul 17.00, pembukaan serviks 5 cm dan ibu ada dalam fase aktif. Pembukaan serviks dicatat di garis waspada” dan waktu pemeriksaan dituliskan di bawahnya.
  1. 3. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Penieriksaan fisik di bab ini. Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering jika ada tanda tanda penyulit, nilai dan catat turunnya bagian tcrbawah atau presentasi janin.
Pada persalinan normal, kemajuan pernbukaan serviks umumnya diikuti dengan turunnya bagian terbawah atau presentasi janin. Tapi kadangkala, turunnya bagian terbawah/presentasi janin baru terjadi setelah pembukaan serviks sebesar 7 cm.
Kata-kata “Turunnya kepala” dan garis tidak terputus dan 0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda “pada garis waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika kepala bisa dipalpasi 4/5, tuliskan tanda “S’ di nomor 4. Hubungkan tanda “0” dan setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus.
Contoh: Partograf untuk Ibu Rohati (Gambar 2-6) :
  • Pada pukul 17.00 penurunan kepala 3/5
  • Pada pukul 21.00 penurunan kepala 1/5
  1. 3. Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik di mana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan Selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dan 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya fase aktif yang memanjang, macet, dll). Pertirnbangkan pula adanya tindakan intervensi yang diperlukan, misalnya persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang mampu menangani penyulit dan kegawatdaruratan obstetri. Garis bertindak tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 jalur ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada di sebelah kanan garis bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus dilakukan. Ibu harus tiba di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.
D. Jam dan waktu
  1. 1. Waktu mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
  1. 2. Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan
Di bawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan
berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit pada lajur kotak diatasnya atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan pembukaan serviks di garis waspada. Kernudian catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika pemeriksaan dalam menunjukkan ibu mengalami pembukaan 6 cm pada pukul 15.00, tuliskan tanda di garis waspada yang sesuai dengan angka 6 yang tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat waktu yang sesuai pada kotak waktu di bawahnya (kotak ketiga dan kiri).
E. Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur kotak dengan tulisan kontraksi per 10 menit” di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik.
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan mengisi angka pada kotak yang sesuai (Gambar 2-4). Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam waktu satu kali 10 menit, isi 3 kotak.
Nyatakan Iamanya kontraksi dengan:

F. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat oksitosin, obat-obat lainnya dan cairan IV.
  1. 1. Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokurnentasikan setiap 30 menit jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.
  1. 2. Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya.
G. Kesehatan dan kenyamanan ibu
Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan kesehatan dan kenyamanan ibu.
  1. 1. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.
  • Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktifpersalinan. (lebih seringjika dicurigai adanya penyulit). Ben tanda titik pada kolom waktu yang sesuai (•).
  • Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih sering jika dianggap akan adanya penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai:
  • Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih lebih jika meningkat, atau dianggap adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh dalam kotak yang sesuai.
  1. 2. Volume urin, protein atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkemih). Jika memungkinkan setiap kali ibu berkemih, lakukan pemeriksaan adanya ase ton atau protein dalam urin.
H. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya

Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom partograf. atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan.
Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinik mencakup :
  • Jumlah cairan per oral yang diberikan
  • Keluhan sakit kepala atau pengelihatan (pandangan) kabur
  • Konsu dengan penolong persalinan lainnya (Obgin, bidan, dokter umum)
  • Persiapan sebelum melakukan rujukan
  • Upaya rujukan


INGAT :
  1. Fase laten persalinan didefinisikan sebagai pembukaan serviks kurang dan 4 cm. Biasanya fase laten berlangsung tidak lebih dan 8 jam.
  2. Dokumentasikan asuhan, pengamatan dan pernenksaan selama fase laten persalinan pada catatan kemajuan persalinan yang dibuat secara terpisah atau pada kartu KMS.
  3. Fase aktif persalinan didefinisikan sebagai pembukaanserVikS dart 4 sampai 10 cm. Biasanya, selania fase aktif, terjadi pembukaan serviks sedikitnya 1 cm/jam..
  4. Saat persalinan maju dan fase laten ke fase aktif, dimulailah pencatatan pada garis waspada di patrograf.
  5. Jika ibu datang pada saat fase akiif persalinan pencatatan kemajuan pembukaan serviks dilakukan pada ganis waspada.
  6. Pada persalinan tanpa penyulit, catatan pembukaan seviks umumnya tidak akan melewati garis waspada.
Pencatatan pada lembar belakang Partograf
Halaman belakang partograf (Gambar 2-5) merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang dilakukan sejak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai Catatan Persalinan. Nilai dan catatkan asuhan yang diberikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan kala empat untuk memungkinkan penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting untuk membuat keputusan klinik, terutama pada pemantauan kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pascapersalinan). Selain itu, catatan persalinan (yang sudah diisi dengan lengkap dan tepat) dapat pula digunakan untuk menilai/memantau sejauh mana telah dilakukan pelaksanaan asuhan persalinan yang dan bersih aman.
CATATAN PERSALINAN
  1. Tanggal : ………………………………………………………………………………………….
  2. Nama bidan :……………………………………………………………………………………..
  3. Tempat Persalinan :
Rumah Ibu                                                 Puskesmas
Polindes                                                    Rumah Sakit
Klinik Swasta                                           Lainnya :…………………
  1. Alamat tempat persalinan :………………………………………………………………….
  2. Catatan:        rujuk, Kala : I / II / III / IV
  3. Alasan merujuk :………………………………………………………………………………..
  4. Tempat rujukan :………………………………………………………………………………..
  5. Pendamping pada saat merujuk:
Bidan                                                         Teman
Suami                                                        Dukun
Keluarga                                                    Tidak ada
KALA I
  1. Partograf melewati garis waspada: Y/T
  2. Masalah lain, sebutkan:……………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………..
  1. Penatalaksanaan masalah tsb:……………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………..
  1. Hasilnya……………………………………………………………………………………………
KALA II
  1. Episiotomi :
Ya, indikasi………………………………………………………………………………….             Tidak
  1. Pendamping pada saat persalinan:
Suami                                                        Dukun
Keluarga                                                    Tidak ada
Teman
  1. Gawat janin:
Ya, tindakan yang dilakukan:
a   ………………………………………………………………………………………………
b   ………………………………………………………………………………………………
c   ………………………………………………………………………………………………
Tidak
  1. Distosia bahu
Ya, tindakan yang dilakukan
a   ………………………………………………………………………………………………
b   ………………………………………………………………………………………………
c   ………………………………………………………………………………………………
Tidak
  1. Masalah lain, Sebutkan :…………………………………………………………………….
  2. Penatalaksanaan masalah tersebut:…………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………..
  1. Hasilnya……………………………………………………………………………………………
KALA III
  1. Lama kala III:…………………………………………………………………………. Menit
  2. Pemberian Oksitosin 10 U IM?
Ya, waktu : ……………………………menit sesudah persalinan
Tidak, alasan……………………………………………………………………………….
  1. Pemberian ulang Oksitosin (2x)?
Ya, alasan :………………………………………………………………………………….
Tidak
  1. Penegangan tali pusat terkendali?
Ya,
Tidak, alasan:………………………………………………………………………………
  1. Rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri?
Ya,
Tidak, alasan:………………………………………………………………………………
  1. Plasenta lahir lengkap (intact) : Ya/Tidak
Jika tidak lengkap, tindakan yang dilakukan:
a.    …………………………………………………………………………………………….
b.    …………………………………………………………………………………………….
  1. Plasenta tidak lahir > 30 menit: Ya/Tidak
Ya, tindakan:
a.   ……………………………………………………………………………………………..
b.   ……………………………………………………………………………………………..
c.   ……………………………………………………………………………………………..
  1. Laserasi:
Ya, dimana…………………………………………………………………………………..
Tidak
  1. Jika laserasi perineum, derajat : 1 / 2 / 3 / 4
Tindakan :
Penjahitan, dengan/tanpa anestasi
Tidak dijahit, alasan:…………………………………………………………………….
  1. Atonia uteri:
Ya, tindakan
a.   ……………………………………………………………………………………………..
b.   ……………………………………………………………………………………………..
c.   ……………………………………………………………………………………………..
Tidak
  1. Jumlah perdarahan:……………………………………………………………………… ml
  2. Masalah lain, sebutkan………………………………………………………………………
  3. Penatalaksanaan masalah tersebut:…………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………………..
  1. Hasilnya:…………………………………………………………………………………………..
BAYI BARU LAHIR
  1. Berat Badan ………………………………………………………………………….. garam
  2. Panjang…………………………………………………………………………………. cm
  3. Jenis kelamin :  L/P
  4. Penilaian bayi baru lahir : baik / ada penyulit
  5. Bayi lahir:
Normal, tindakan:
mengeringkan
menghangatkan
rangsangan taktil
bungkus bayi dan tempatkan di sisi ibu
tindakan pencegahan infeksi mata
Asfiksia ringan/pucat/biru/lemas, tindakan:
mengeringkan                                     menghangatkan
rangsangan taktil                                lain-lain, sebutkan:
bebaskan jalan napas                        ………………………………..
bungkus bayi dan tempatkan di sisi ibu
Cacat bawaan, sebutkan:………………………………………………………………
Hipotermia, tindakan:
a.  …………………………………………………………………………………………
b.  …………………………………………………………………………………………
c.  …………………………………………………………………………………………
  1. Pemberian ASI
Ya, waktu:……………jam setelah bayi lahir
Tidak, alasan:………………………………………………………………………………
  1. Masalah lain, sebutkan:……………………………………………………………………..
Hasilanya:…………………………………………………………………………………………
PEMANTAUAN PERSALINAN KALA IV
Jam Ke Waktu Tekanan darah Nadi Temperatur Tinggi fundus uteri Kontraksi uterus Kandung kemih Perdarahan
1































2















Masalah Kala IV :…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Penatalaksanaan yang dilakukan untuk masalah tersebut:……………………………………………………………………………………………………………………………………………….
Bagaimana hasilnya?……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Gambar 2-5 : Halaman belakang partograf
Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut :
  1. A. Data dasar
  2. B. Kala I
  3. C. Kala II
  4. D. Kala III
  5. E. Bayi baru lahir
  6. F. Kala IV
Cara pengisian:
Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir setiap pemeriksaan, lembar belakang partograf ini diisi setelah seluruh proses persalinan selesai. Adapun cara pengisian catatan persalinan pada lembar belakang partograf secara lebih terinci disampaikan menurut unsur-unsurnya sebagai berikut.
  1. A. Data dasar
Data dasar terdiri dan tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat tempat persalinan, catatan. alasan merujuk, tempat rujukan dan pendamping pada saat merujuk. Isi data pada masing-masing tempat yang telah disediakan, atau.dengan cara memberi tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 5, lingkari jawaban yang sesuai dan untuk pertanyaan nomor 8 jawaban bisa lebih dari satu.
Data dasar yang perlu dipenuhi adalah sebagai berikut :
  1. Tanggal …………………………………………………………………
  2. Nama bidan …………………………………………………………..
  3. Tempat persalinan :
Rumah Ibu                            Puskesmas
Polindes                                Rumah Sakit
Klinik Swasta                        Lainnya : ………………
  1. Alamat tempat persalinan
  2. Catatan: ru kala: / II / III               / IV
  3. Alasan merujuk: …………………………………………………….
  4. Tempat rujukan …………………………………………………….
  5. Pendamping pada saat merujuk:
bidan                                      teman
suami                                     dukun
keluarga                                tidak ada
B. Kala I

Kala I terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati garis waspada, masalah-masalah yang dihadapi, penatalaksanaannya, dan hasil penatalaksanaan tersebut. Untuk pertanyaan nomor 9, lingkari jawaban yang sesuai. Pertanyaan lainnya hanya diisi jika terdapat masalah lainnya dalam persalinan.
Pertanyaan pada kala I adalah sebagai berikut :


  1. Patrograf melewati garis waspada: Y / T…………..
  2. Masalah lain, sebutkan ………………………………….                                                    ………………………………………………………………..
  3. Penatalaksana masalah tsb: ……………………………                                                    ………………………………………………………………..
  4. Hasilnya: ……………………………………………………
C. Kala II
Kala II terdiri dan episiotomi, pendamping persalinan, gawat janin, distosia bahu, masalah penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya. Beri tanda “ pada kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 13, jika jawabannya “Ya”, tulis indikasinya sedangkan untuk nomor 15 dan 16 jika jawabannya “Ya”, isi jenis tindakan yang telah dilakukan. Untuk pertanyaan nomor 14, jawaban bisa lebih dan 1. Sedangkan untuk ‘masalah lain’ hanya diisi apabila terdapat masalah lain pada Kala II.
Pertanyaan-pertanyaan pada Kala II adalah sebagai berikut:
  1. Episiotomi:
Ya, indikasi ………………………………………………………………………
Tidak
  1. Pendamping pada saat persalinan:
suami                         dukun
keluarga                    tidak ada
teman
  1. Gawat janin:
Ya, tindakan yang dilakukan:
a. ………………………………………………………………………………………
b. ………………………………………………………………………………………
c. ………………………………………………………………………………………
Tidak
  1. Distosia bahu
Ya, tindakan yang dilakukan:
a. ………………………………………………………………………………………
b. ………………………………………………………………………………………
c. ………………………………………………………………………………………
Tidak
  1. Masalah lain, sebutkan: …………………………………………………..
  2. Penatalaksanaan masalah tersebut: ………………………………                                                                 ………………………………………………………………………………………….
  3. Hasilnya: ………………………………………………………………………….
D. Kala III
Kala III terdiri dan lama kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat terkendali, pemijatan fundus, plasenta lahir Iengkap, plasenta tidak lahir> 30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan dan beri tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk nomor 25, 26 dan 28 lingkari jawaban yang benar.
Pertanyaan pada kala III adalah sebagai berikut:
  1. Lama kala III …………………………………………………………… menit
  2. Pemberian Oksitosin 10 U IM?
Ya, waktu ……………………………….. menit sesudah persalinan
Tidak, alasan ……………………………………………………………………
  1. Pemberian ulang Oksitosin (2x)?
Ya, alasan : ……………………………………………………………………….
Tidak
  1. Penegangan tali pusat terkendali?
Ya
Tidak, alasan: …………………………………………………………………..
  1. Rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri?
Ya
Tidak, alasan: …………………………………………………………………..
  1. Plasenta lahir Iengkap (intact) : Ya / Tidak
Jika tidak Iengkap, tindakan yang dilakukan:
a. ……………………………………………………………………………………….
b. ……………………………………………………………………………………….
  1. Plasenta tidak ahir >30 menit: Ya / Tidak
Ya, tindakan:
a. ……………………………………………………………………………………….
b. ……………………………………………………………………………………….
c. ……………………………………………………………………………………….
  1. Laserasi:
Ya, dimana ………………………………………………………………………..
Tidak
  1. Jika laserasi perineum, derajat: 1/2/3 / 4
Tindakan:
Pen jahitan, dengan / tanpa anestesi
Tidak dijahit, alasan: ………………………………………………………..
  1. Atonia uteri:
Ya, tindakan:
a. ……………………………………………………………………………………….
b. ……………………………………………………………………………………….
c. ……………………………………………………………………………………….
Tidak
  1. Jumlah perdarahan:…………………………………………………….. ml
  2. Masalah lain, sebutkan …………………………………………………….
  3. Penatalaksanaan masalah tersebut:……………………………………………..                                                 …………………………………………………………………………………………..
  4. Hasilnya …………………………………………………………………………….
E. Bayi baru lahir
Informasi tentang bayi baru lahir terdiri dan berat dan panjang badan, jenis kelamin, penilaian kondisi bayi baru lahir, pemberian ASI, masalah penyerta, penatalaksanaan terpilih dan hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan serta beri tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan nomor 36 dan 37, lingkari jawaban yang sesuai sedangkan untuk nomor 38, jawaban bisa lebih dari satu.
Pertanyaan mengenai Bayi Baru Lahir adalah sebagai berikut:
  1. Berat badan ……………………………………………………………………… gram
  2. Panjang ……………………………………………………………………………. cm
  3. Jenis kelamin: UP
  4. Penilaian bayi baru lahir: baik I ada penyulit
  5. Bayi lahir:
Normal, tindakan:
mengeringkan
menghangatkan
rangsangan taktil
bungkus bayi dan tempatkan di sisi ibu
tindakan pencegahan infeksi mata
Asfiksia ringanlpucatlbiru/lemas, tindakan:
mengeringkan                       menghangatkan
rangsangan taktil                   lain-lain, sebutkan:
bebaskan jalan napas ……………………………………………
bungkus bayi dan tempatkan di sisi ibu
Cacat bawaan, sebutkan: ………………………………………….
Hipotermia, tindakan:
a. …………………………………………………………………………….
b. …………………………………………………………………………….
c. …………………………………………………………………………….
  1. Pemberiari ASI
Ya, waktu …………………………………………. jam setelah bayi lahir
Tidak, alasan: ……………………………………………………………
  1. Masalah lain, sebutkan: ……………………………………………………
Hasilnya: ……………………………………………………………………………
F. Kala IV
Kala IV berisi data tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus, kontraksi uterus, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan pada kala IV ini sangat penting terutama untuk menilai apakah terdapat risiko atau terjadi perdarahan pascapersalinan. Pengisian peman tauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada satu jam pertama setelah melahirkan, dan setiap 30 menit pada satu jam berikutnya. Isi setiap kolom sesuai dengan hasil pemeriksaan dan jawab pertanyaan mengenai masalah kala IV pada tempat yang telah disediakan. Bagian yang digelapkan tidak usah diisi.
Catatkan semua temuan selama kala empat persalinan di bagian ini :
Jam ke waktu Tekanan darah Nadi Temper-atur Tinggi fundus uteri Kontraksi uterus Kandung kemih Perdarahan
1































2















Masalah kala IV : …………………………………………………………
Penatalaksanaan masalah tersebut: …………………………………..
Hasilnya: …………………………………………………………………….

Selasa, 18 September 2012

PERSALINAN

BAB I
KONSEP DASAR PERSALINAN

A. Pengertian Persalinan
• Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu.
• Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke jalan lahir.
• Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir.
• Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37- 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin
• Paritas adalah jumlah janin dengan berat badan >500 gram yang pernah dilahirkan, hidup maupun mati.
• Delivery adalah peristiwa keluarnya janin termasuk plasenta
• Gravida adalah jumlah kehamilan termasuk Abortus, Molahidatidosa, dan Kehamilan Ektopik yang pernah dialami oleh seorang ibu.
• Spontan adalah persalinan yang terajdi karena dorongan kontraksi uterus dan kekuatan mengejan ibu.

B. Sebab-sebab Mulainya Persalinan
Beberapa teori yang dikemukakan ialah:
• Penurunan Kadar Progesteron
Proses penurunan fungsi plasenta terjadi mulai usia kehamilan 28 minggu, dimana terjadinya penimbunan jaringan ikat sehingga pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesteron menurun sehingga otot rahim menjadi sensitif terhadap oksitosin.
• Teori Oxytocin
Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofise posterior. Perubahan hormon estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim sehingga terjadi his
• Keregangan Otot- Otot
Otot rahim mempunyai kemampuan untuk merenggang dalam batas tertentu, setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
• Pengaruh Janin
Kehamilan dengan Aensephalus sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus (Teori ini dikemukakan oleh Linggin 1973). Dari berbagai percobaan maka dapat disimpulkan ada hubungan antara hipotalamus-pituitari dengan mulainya persalinan.
• Teori Prostaglandin
Prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu. Prostaglandin dihasilkan oleh desidua, dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi di keluarkan. Pemberian oksitosin pada kehamilan dapat menimbulkan his

C. Tahapan Persalinan
Tanda- tanda persalinan :
• Penipisan dan pembukaan servik
• Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit)
• Cairan lendir berdampur darah (show) melalui vagina

1. Kala I
Yaitu waktu dimana dimulainya pembukaan servik sampai dengan pembukaan lengkap 10 cm.

1.1. Kala satu terdiri dari dua fase, yaitu :
• Fase Laten
 Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan servik secara bertahap
 Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm
 Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam
• Fase aktif
 Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat/memadai jika terjadi 3 kali atau lebih, dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih)
 Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara)
 Terjadi penurunan bagian terbawah janin

2. Kala II
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan servik sudah lengkap (10 cm) dan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai pengeluaran bayi.
2.1. Penatalaksanaan Kala II
Penatalaksanaan didasarkan pada prinsip bahwa kala II merupakan peristiwa normal yang diakhiri dengan kelahiran normal tanpa adanya intervensi. Saat pembukaan sudah lengkap anjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya dan beristirahat diantara dua kontraksi. Jika diinginkan, ibu dapat mengubah posisinya, biarkan ibu mengeluarkan suara selama persalinan dan proses kelahiran berlangsung.
Biasanya ibu akan dibimbing untuk meneran tanpa berhenti selama 10 detik atau lebih, tiga sampai empat kali per kontraksi (Sagady, 1995). Meneran dengan cara ini dikenal sebagai meneran dengan tenggorokan terkatup atau manuver valsava. Pada banyak penelitian, meneran dengan cara ini berhubungan dengan kejadian menurunnya DJJ dan rendahnya nilai APGAR (Enkin,et al.2000). Karena cara ini berkaitan dengan buruknya keluaran janin, maka cara ini tidak dianjurkan.

2.2. Perubahan Psikologis Pada Kala II
Tanda-tanda bahwa persalinan sudah dekat adalah :
 Ibu merasa ingin meneran.
 Perinium tampak menonjol.
 Ibu kemungkinan ingin buang air besar
 Vulva vagina dan spinctar anus membuka.
 Jumlah pengeluaran air ketuban meningkat.

Mekanismen Persalianan :
 Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dalam keadaan sinklitismus, yaitu bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul.
 Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan bidang pintu atas panggul. Dengan fleksi kepala janin memasuki ruang panggul dengan ukuran yang paling kecil.
 Sampai didasar panggul kepala janin berada didalam keadaan fleksi maksimal.
 Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan putaran paksi dalam.
 Didalam hal mengadakan rotasi, ubun-ubun kecil akan berputar kearah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil dibawah simpisis. Sesudah kepala janin sampai didasar panggul dan ubun-ubun kecil dibawah simpisis maka dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan.
 Pada setiap his vulva lebih membuka dan kepala janin makin tampak, perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum.
 Dengan kekuatan his suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut, tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu.
 Setelah kepala lahir, kepala segera mengadakan putaran paksi luar untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.
 Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Didalam rongga panggul bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga didasar panggul apabila kepala telah dilahirkan bahu akan berada dalam posisi depan belakang.
 Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih dahulu, baru kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trohanter depan terlebih dahulu, baru kemudian trohanter belakang. Kemudian bayi lahir.

3. Kala III
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.
3.1. Fisiologis Kala III Persalinan
Pada kala III persalinan, otot uterus menyebabkan berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran rongga uterus ini menyebabkan implantasi plasenta karena tempat implantasi menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, maka plasenta akan menekuk, menebal, kemudian dilepaskan dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau bagian atas vagina.

3.2. Perubahan Psikologis Kala III
 Ibu ingin melihat, menyentuh dan memeluk bayinya
 Merasa gembira, lega dan bangga akan dirinya dan merasa sangat lelah
 Memusatkan diri dan kerap bertanya apakah vaginanya perlu dijahit
 Menaruh perhatian terhadap plasenta

3.3. Tanda- tanda Lepasnya Plasenta
 Perubahan Bentuk dan Tinggi Fundus
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya dibawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong kebawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pir dan fundus berada diatas pusat.
 Tali Pusat Memanjang
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda ahfeld)
 Semburan Darah Mendadak dan Singkat
Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

3.4. Manajemen Aktif Kala III
 Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
 Melakukan peregangan tali pusat terkendali
 Rangsangan taktil (pemijatan) fundus uteri

4. Kala IV
Kala IV persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu.
4.1. Asuhan dan Pemantauan Pada Kala IV
Setelah lahirnya plasenta :
 Lakukan rangsangan taktil (pemijatan) uterus untuk merangsang uterus berkontraksi
 Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang antara pusat dan fundus uteri
 Perkirakan kehilangan darah secara keseluruhan
 Periksa perineum dari perdarahan aktif (misalnya apakah ada laserasi atau episiotomi)
 Evaluasi kondisi ibu secara umum
 Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama kala IV persalian di halaman belakang partograf segera setelah asuhan diberikan atau setelah penilaian dilakukan.

4.2. Pemantauan Keadaan Umum Ibu
 Pantau tekanan darah, nadi, tinggi fundus, kandung kemih, dan perdarahan, setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua kala IV.
 Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi keras setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit dalam jam kedua kala IV.
 Pantau suhu ibu satu kali dalam jam pertama dan satu kali pada jam kedua pasaca persalinan.
 Nilai perdarahan, Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua
 Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai tonus dan perdarahan uterus, juga bagaimana melakukan pemijatan jika uterus menjadi lembek.

D. Tujuan Asuhan Persalinan
Tujuan asuhan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya,melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang optimal.
Setiap intervensi yang akan diaplikasikan dalam asuhan persalinan normal harus mempunyai alasan dan bukti ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses persalinan.

E. Tanda-tanda Persalinan
1. Lightening
Terjadi sekitar 2 minggu menjelang persalinan, mulai menurunnya bagian terbawah dari bayi ke pelvis.

2. Perubahan Servikal
Dengan mendekatnya persalinan, maka serviks menjadi matang dan lembut, serta terjadi obliterasi servik dan kemungkinan sedikit dilatasi.
3. His Palsu
His palsu merupakan nyeri ketika kontraksi uteri yang tidak mempunyai efek progresif pada servik, yang merupakan kontraksi braxton his.
4. KPSW ( Ketuban Pecah Sebelum Waktunya)
Pemecahan membran yang normal terjadi pada kala satu persalinan. Ini terjadi pada 12 % wanita, dan lebih dari 80 % dari wanita akan memulai persalinan, secara spontan dalam 24 jam.
5. Blood Show
Sumbatan mucus yang dibuat oleh sekresi servikal dari proliferasim kelenjar mukosa servikal pada awal kehamilan, berperan sebagai barier prolektif dan menutup servikal selama kehamilan. Blood show adalah pengeluaran dari mucus.
6. Penipisan dan Dilatasi Servik antara Nulipara dan Multipara
 Nulipara
Pada nulipara biasanya serviks Sebelum persalinan servik menipis sekitar 50 – 60 % dan pembukaan sampai 1 cm. Biasanya dengan dimulainya persalinan, ibu nulipara mengalami penipisan servik 50-100 %, kemudian dimulainya pembukaan.
 Multipara
Pada multipara seringkali servik tidak menipis pada awal persalinan, tapi hanya membuka 1-2 cm. Biasanya pada multipara servik akan membuka, kemudian diteruskan dengan penipisan.
















BAB II
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN

A. PASSAGE (JALAN LAHIR)
Tulang panggul terdiri dari :
Tulang panggul dibentuk oleh gabungan illium, iskium, pubis, dan tulang- tulang sacrum. Terdapat empat sendi panggul, yaitu simfisis pubis, sendi sakroiliaka kiri dan kanan dan sakrokoksiges.
Tulang panggul dipisahkan oleh pintu atas panggul menjadi dua bagian: panggul palsu dan panggul sejati. Panggul palsu adalah bagian diatas pintu atas panggul dan tidak berkaitan dengan persalinan. Panggul sejati di bagi menjadi tiga bidang: pintu atas atau permukaan atas, panggul tengah atau rongga panggul, dan pintu bawah panggul.
Bagian anterior pintu atas panggul yakni batas atas panggul dibentuk oleh tepi atas tulang pubis; bagian lateralnya dibentuk oleh dibentuk oleh linea illiopektinea, yakni sepanjang jalan inominata dan bagian posteriornya dibentuk oleh bagian anterior tepi atas sakrum dan promontorium sakrum.
Rongga panggul tengah merupakan saluran lengkung yang memiliki dinding anterior pendek dan dinding posterior yang jauh lebih cembung dan panjang. Rongga panggul melekat pada bagian posterior simfisis pubis, iscium sebagian illium sakrum, dan koksigum.
Pintu bawah panggul adalah batas bawah panggul sejati, dilihat dari bawah berbentuk lonjong, dibagian anterior dibatasi lengkung pubis, dibagian lateral oleh tuberositas iskium,dan dibagian posterior oleh ujung koksigum, pada kehamilan tahap akhir, koksigem dapat bergerak (kecuali jika struktur itu patah, misalnya akibat jatuh dan telah menyatu dengan sakrum ketika sedang penyembuhan.
Pada ketinggian yang berbeda, bentuk dan saluran ukuran panggul juga berbeda, diameter bidang pintu atas, panggul tengah, pintu bawah dan sumbu jalan lahir menentukan mungkin tidaknya persalinan pervaginam berlangsung dan bagai mana janin dapat menuruni jalan lahir (pergerakan kardinal mekanisme persalinan).

Empat jenis panggul dasar dikelompokan sebagai berikut::
1. ginekoid (tiple wanita klasik)
2. android (mirip panggul pria)
3. antropoid (mirip panggul kera)
4. platipeloid (panggul pipih)
Panggul ginekoid adalah bentuk yang paling yang paling sering ditemui, bentuk panggul ginekoid dimiliki oleh 50 % wanita.
Bidang-Bidang Hodge :
Hodge I : Setinggi Promontorium ke Pinggir Atas Simfisis Pubis
Hodge II : Sejajar Hodge I setinggi Pinggir Bawah Simfisis Pubis
Hodge III : Sejajar Hodge I dan II setinggi Spina Isisadika
Hodge IV : Sejajar Hodge I, II dan III setinggi Ujung Os Cocygis

1. Ukuran Panggul
1.1. Pintu atas panggul
Dari ukuran- ukuran p a p conjungata vera adalah ukuran yang terpenting dan satu- satunya ukuran yang dapat di ukur dengan mengurangi conjungata diagonalis dengan 1,5 – 2 cm, tergantung dari lebar dan inklinasinya symphysis
1.2. Bidang Tengah Panggul
ukuran- ukuran bidang tengah panggul tak dapat diukur secara klinis dan memerlukan rontgenologis
1.3. Pintu Bawah Panggul
Perhatikan bentuk arcus pubis hendaknya merupakan sudut yang tumpul.

2. OTOT DASAR PANGGUL
a. Permukaan belakang panggul dihubungkan oleh jaringan ikat antara os sakrum da illium disebut ligamentum sakro illiaca posterior dan bagian depan disebut ligamentum sacr illiaca anterior
b. Ligamentum yang menghubungkan anatara os sacrum dan spina ischium disebut ligamentum sacro spinosum
c. Ligementum antara os sacrum dan os tuber isciadicum dinamakan ligamentum sacr tuberosum
d. Dasar panggul/ diafragma pelvis terdiri dari bagian otot disebut musculus levator ani
e. Bagian membran disebut diafragma urogenital
f. Musculus levator ani menyelubungi rektum terdiri dari musculus pubo coccygeus, musculus illiococcygeus dan musculus ischio coccygeus.
g. Direngah musculus pubococcygeus kanan dan kiri ada hiatus urogenitalis merupakan celah segitiga.
h. Hiatus dibatasi sekat yang menyelubungi pintu bawah panggul sebelah depan. Pada wanita sekat ini merupakan tempat keluarnya uretra dari vagina.
i. Fungsi diafragma pelvis adalah menjaga agar genetalia interna tetap pada tempatnya. Jika menurun fungsinya maka akan terjadi prolaps.

B. PASESENGER (JANIN DAN PLASENTA)
1. Janin
Janin bergerak disepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor: yakni : ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin.
a. Ukuran Kepala Janin
 Ukuran Diameter
 Diameter Sub Occipito Bregmatika 9,5 cm
 Diameter Occipitofrontalis Frontalis ± 12
 Diameter Mento Occipito ± 13,5 cm
 Diameter Submento Bregmatika ± 9,5 cm
 Diameter Biparietal ± 9,5 cm
 Diameter Bitemporalis ± 8 cm
 Ukuran Cirkumferensia
 Cirkumferensia Fronto Occipitalis ± 34 cm
 Cirkumferensia Mento Occipitalis ± 35 cm
 Cirkumferensia Sub Occipitalis Bregmatika ± 32 cm
 Ukuran Badan Janin
Bahu
 Jarak antara kedua akromion ± 12 cm
 Lingkaran Bahu ± 34 cm
Bokong
 Lebar bokong (diameter intertrokanterika) ± 12 cm
 Lingkaran Bokong ± 27 cm

b. Presentasi Janin
Presentasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu atas panggul dan terus melalui jalan lahir saat persalinan mencapai aterm.
Tiga presentasi janin yang utama ialah : kepala (96 %); Sungsang (3%); Bahu (1%)
Bagian Presentasi ialah bagian tubuh janin yang pertama kali teraba oleh jari pemeriksa saat melakukan pemeriksaan dalam. Faktor- faktor yang mempengaruhi bagian presentasi ialah letak janin, sikap janin, dan ekstensi atau fleksi kepala janin

c. Letak Janin
Letak adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap sumbu panjang (punggung) ibu.
Ada dua macam letak :
 Memanjang atau vertikal, dimana sumbu panjang janin paralel dengan sumbu panjang ibu
 Melintang atau horisontal, dimana sumbu panjang janin membentuk sudut terhadap sumbu panjang ibu.
Letak memanjang dapat berupa presentasi kepalan atau presentasi sakrum

d. Sikap Janin
Sikap adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan bagian yang lain. Hal ini akibat penyesuaian janin terhadap bentuk rongga rahim. Pada kondisi normal punggung janin sangat fleksi ke arah dada, dan paha fleksi kearah sendi lutut disebut fleksi umum. Tangan disilang di depan toraks dan tali pusat terletak diantara lengan dan tungkai. Penyimpangan sikap normal dapat menimbulkan kesulitan saat kelahiran
Diameter biparietal ialah diameter lintang terbesar kepala janin. Kepala dalam sikap pleksi sempurna memungkinkan diameter sukoksipitobregmatika (diameter terkecil) memasuki panggul sejati dengan mudah

e. Posisi Janin
Posisi ialah hubungan antara bagian presentasi (oksiput, sakrum, mentum(dagu) sinsiput, (puncak kepala yang defleksi/ menengadah) terhadap 4 kuadran panggul ibu. Posisi dinyatakan dengan singkatan yang terdiri dari hurup pertama masing- masing kata kunci; OAKa = posisi Oksipitoanterior kanan.
Engagement menunjukan bahwa diameter tranversa terbesar bagian presentasi telah memasuki pintu atas panggul. Pada presentasi kepala fleksi dengan benar diameter bivarietal (9,25 cm) merupakam diameter terlebar
Engagement dapat diketahui melalui pemeriksaan abdoment atau pemeriksaan dalam.
Stasiun adalah hubungan antara bagian presentasi janin dengan garis imajiner (bayangan) yang ditarik dari spina iskiadika ibu, statiun dinyatakan dalam centimeter, yakni diatas atau dibawah spina.

2. Plasenta
Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, ia juga dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun plasenta jarang menghambat proses persalinan pada persalinan normal

3. Air Ketuban
Waktu persalinan air ketuban membuka servik dengan mendorong selaput janin kedalam ostium uteri, bagian selaput anak yang diatas ostium uteri yang menonjol waktu his disebut ketuban. Ketuban inilah yang membuka serviks


C. POWER (KEKUATAN)
Kontraksi involunter dan volunter secara bersamaan untuk mengeluarkan janin dan vlasenta dari uterus. Kontraksi involunter disebut kekuatan primer, menandai dimulainya persalinan. Apabila servik berdilatasi usaha volunter dimulai untuk mendorong, yang disebut kekuatan sekunder, yang memperbesar kekuatan kontraksi involunter
1. His/ Kekuatan Primer
His atau kekuatan primer berasal dari titik pemicu tertentu terdapat pada penrbalan lapisan otot disegmen uterus bagian atas, dari titik pemicu, kontraksi dihantar keuterus bagian bawah dalam bentuk gelombang, diselingi periode istirahat singkat. Digunakan untuk menggambar kontraksi involunter ini frekuensi (waktu antar kontraksi yaitu waktu antara awal suatu kontraksi dan awal kontraksi berikutnya); durasi (lama kontraksiL); dan intensitas (kekuatan kontraksi). Kekuatan primer membuat serviks menipis (effacement) dan berdilatasi dan janin turun.penifisan serviks adalah pemendekan dan penipisan serviks selama tahap pertama persalinan pada kehamilan aterem pertama, effacement biasanya terjadi lebih dahulu dari pada dilatasi, pada kehamilan berikutnya, effacement dan dilatasi cenderung terjadi bersamaan dilatasi serviks adalah pembesaran muara dan saluran serviks, yang terjadi pada awal persalinan. Diameter meningkat dari 1cm sampai dilatasi lengkap (10cm) supaya janin aterm dapat dilahirkan.apabila dilatasi serviks lengkap , servik tidak dapat lagi diraba menandakan akhir tahap pertama persalinan
Dilatasi serviks terjadi karena komponen muskulofibrosa tertarik dari serviks ke arah atas, akibat kontraksi uterus yang kuat,tekanan yang ditimbulkan cairan amnion selama ketuban utuh atau kekuatan yang timbul akibat tekanan bagian presentasi juga membuat serviks berdilatasi, jaringan serviks akibat infeksi atau pembedahan dapat menghambat dilatasi serviks



2. Tenaga Mengejan (Kekuatan Sekinder)
Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah, yakni bersifat mendorong keluar. Ibu ingin mengedan , Usaha mendorong kebawah (kekuatan sekunder) dibantu dengan usaha volunter yang sama dengan yang dilakukan saat buang air besar (mengedan). Digunakan otot- otot diafragma dan abdomen ibu berkontraksi dan mendorong keluar isi jalan lahir. Hal ini menghasilkan menigkatkan tekanan intraabdomen. Tekanan ini menekan uterus pada semua sisi dan menambah kekuatan untuk mendorong keluar.
Kekuatan sekunder tidak mempengaruhi dilatasi serviks, tetapi setelah lengkap, kekuatan ini cukup penting untuk mendorong bayi keluar dari uterus dan vagina. Apabila dalam persalinan ibu melakukan usaha volunter(mengedan) terlalu dini, dilatasi serviks alkan terhambat. Mengedan akan melelahkan ibu dan menimbulkan trauma serviks.
















BAB III
KEBUTUHAN DASAR IBU SELAMA PERSALINAN

A. Kebutuhan Dasar Manusia Meneurut A. Maslow
1. Kebutuhan Fisiologis
Kebutuhan dasar/ pokok yang bila tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan. Mis : kebutuhan O2, makanan, minuman, sex.
2. Kebutuhan Rasa Aman
Mis : perlindungan hukum, perlindungan terhindar dari penyakit.
3. Kebutuhan Dicintai dan Mencintai
Mis : mendambakan kasih sayang dari orang terdekat, ingin dicintai & diterima oleh keluarga atau orang disekitarnya.
4. Kebutuhan Harga Diri
5. Mis : ingin dihargai dan menghargai, ada respon dari orang lain, toleransi dalam hidup berdampingan.
6. Kebutuhan Aktualisasi
Mis : ingin diakui atau dipuja, ingin berhasil, ingin menonjol atau lebih dari orang lain.

B. Kebutuhan Ibu Selama Persalinan
1. Kebutuhan Fisologis
• Oksigen
• Makan dan Minum
• Istirahat selam tidak ada kontraksi
• Kebersihan badan terutama genetalia
• BAK & BAB
• Pertolongan persalinan yg berstandar
• Penjahitan perineum bila perlu

2. Kebutuhan Rasa Aman
• Memilih tempat dan penolong persalinan
• Informasi ttg persalinan dan tindakan yg akan diberikan
• Posisi tidur sesuai dgn keinginan ibu
• Pendamping selama proses persalinan
• Pantauan selama proses persalinan
• Intervensi yg perlu dilakukan
3. Kebutuhan Dicintai dan Mencintai
• Pendamping oleh suami dan keluarga
• Sentuhan ringan
• Masase untuk mengurangi rasa sakit
• Berbicara dengan suara yang lemah lembut serta sopan santun
4. Kebutuhan Harga Diri
• Mis : mendambakan kasih sayang dari org t’dekat, ingin dicintai & diterima oleh keluarga atau org disekitarnya
• Merawat bayi sendiri dan menyusui
• Asuhan kebidanan yg menjag privacy ibu
• Pelayanan yg b’sifat empati dan simpati
• Informasi ttg tindakan yg akan dilakukan
• Memberikan pujian pd ibu thdp tindakan positif yg dilakukan ibu
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
• Memilih tempat & penolong sesuai keinginan
• Memilih pendamping selama persalinan
• IMD (Inisiasi Menyusui Dini)
• Ucapan selamat atas kelahiran bayinya

C. Pemenuhan Kebutuhan DasarbIbu Selama Persalinan
1. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis Selama Persalinan
• Mengatur sirkulasi udara dalam ruangan
• Memberi makan dan minum
• Menganjurkan sitirahat diantara kontraksi
• Menjaga kebersihan badan terutama daerah genetalia
• Menganjurkan ibu untuk BAK dan BAB
• Menolong persalianan sesuai dgn standar
2. Pemenuhan Rasa Aman
• Memberi informasi ttg persalinan
• Menghargai pilihan posisi tidur ibu
• Menentukan pendamping selama persalinan
• Melakukan pemantauan selama perslinan
• Melakukan tindakan sesuai dengan kebutuhan
3. Pemenuhan kebutuhan Dicintai dan Mencintai
• Menghormati pilihan ibu untuk pendamping selama persalinan
• Memberikan sentuhan ringan kepada ibu
• Melakukan masase untuk mengurangi rasa sakit ibu
• Berbicara kepada ibu dengan suara lemah lembut dan sopan santun
4. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri
• Mendengarkan keluhan ibu dgn penuh perhatian
• Memberikan asuhan kpd ibu dgn memperhatikan privacy ibu
• Memberikan pelayanan dengan empati
• Memberitahukan kpd ibu setiap tindakan yg akan dilakukan
• Memberi pujian kpd ibu thd tindakan positif yg tlh dilakukannya
5. Pemenuhan Kebutuhan Aktualisasi Diri
• Memilih tempat & penolong sesuai keinginan
• Menentukan pendamping selama persalinan
• Melakukan IMD (Inisiasi Menyusui Dini)
• Memberi Ucapan selamat atas kelahiran bayinya


BAB IV
MEMBERIKAN ASUHAN PERSALIN KALA I

A. Perubahan Fisiologis dan Psikologis Pada Persalinan
1. Perubahan Fisiologis Pada Kala I
Penting bagi bidan agar dapat membedakan tanda-tanda persalinan normal dan abnormal pada kala I .
• Tekanan Darah
Tekanan darah meningkat selama terjadinya kontraksi (sistolik rata-rata naik) 10-20 mmhg diastolic 5-10 mmhg. Antara kontraksi tekanan darah kembali pada sebelum persalinan, rasa sakit takut dan cemas juga akan meningkatkan tekanan darah.
• Metabolisme
Metabolisme karbohidrat aerob dan anaerob akan meningkat secara berangsur-angur disebabkan karena kecemasan dan aktivitas otot skeletal, peningkatan ini ditandai dengan adanya peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, cardiac out put, pernapasan dan cairan hilang.
• Suhu Tubuh
Karena adanya peningkatan metabolisme maka suhu tubuh sedikit meningkat selama persalinan, terutama selama dan setelah persalinan akan terjadi peningkatan ini jangan sampai lebih dari 0,5◦ C sampai 1◦ C.
• Detak Jantung
Berhubungan dengan peningkatan metabolisme, detak jantung akan meningkat secara dramatis selama kontraksi.
• Pernapasan
Karena terjadinya peningkatan metabolisme, maka terjadi sedikit peningkatan laju pernapasan yang dianggap normal, hiperventilasi yang lama dianggap tidak normal dan bisa menyebabkan olkaliosis.
• Ginjal
Poliuri sering terjadi selama proses persalinan mungkin dikarenakan adanya peningkatan cardiac out put, peningkatan filtrasi groumerulus dan peningkatan aliran plasma ginjal, protein uria yang sedikit dianggap normal dalam persalinan.
• Gastrointestinal
Metalitas lambung dan absorbsi makanan padat secara subtansional berkurang banyak sekali selama persalinan. Selain itu pengeluaran getah lambung berkurang menyebabkan aktivitas pencegahan hampir berhenti dan pengosongan lambung menjadi sangat lambat, cairan tidak berpengaruh dan meninggalkan perut dalam tempo biasa. Mual dan muntah bisa terjadi sampai ibu mencapai kehamilan kala I.
• Hematologi
Hematologi meningkat sampai 1,2 gr/100 ml selama persalinan dan akan kembali sebelum persalinan sehari setelah pasca salin kecuali adanya perdarahan post partum. Jumlah sel-sel darah darah putih meningkat secara progerssif selama kala I persalinan sebesar 5000 s/d 15.000 WBC sampai akhir pembukaan lengkap, sertelah itu turun kembali keadaaan semula. Gula darah akan menurun selama persalinan, hal ini disebabkan karena kegiatan uterus dan otot-otot kerangka tubuh.
• Kontraksi Uterus
Kontraksi uterus terjadi karena adanya rangsangan pada otot-otot polos rahim dan penurunan kadar hormon progesteron yang menyebabkan keluarnya hormon oksitosin. Kontraksi uterus dimulai pada fundus uteri menjalar kebawah. Fundus bekerja kuat dan lama untuk mendorong janin kebawah sedangkan uterus bagian bawah hanya mengikuti tarikan segmen atas rahim yang menyebabkan servik menjadi lembek dan membuka. Kerjasama antara fundus dan uterus bagian bawah disebut polaritas.
• Pembentukan Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah Rahim (SBR)
SAR terdiri dari ototyang tebal dan konstraktif dan terdapat otot serong dan memanjang. SAR terdiri dari Fundus sampai Ishmus Uteri.
SBR terbentang dari bagian bawah ishmus sampai serviks dengan sifat otot yang tipis dan elastis. Pada SBR banyak terdapat oto yang melingkar dan memanjang.
• Perkembangan Interaksi Ring
Interaksi Ring adalah batas pinggiran antar SAR dan SBR, karena kontraksi uterus yang berlebihan ring akan nampak seperti garis atau batas yang menonjol diatas simpisis yang merupakan tanda dan ancaman ruptur uteri.

2. Psikologis Ibu Bersalin
Asuhan yang bersifat mendukung selama persalinan merupakan suatu standar pelayanan kebidanan. Ibu yang bersalin biasanya mengalami perubahan emosional yang tidak stabil.
Perubahan psikologis yang sering terjadi pada ibu bersalin adalah :
a. Perasaan tidak enak
b. Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang akan dihadapi
c. Ibu sering memikirkan apakah persalinannya akan berjalan normal
d. Menganggap persalinan sebagai cobaan
e. Apakah penolong/ bidan sabar dan bijaksana dalam menolongnya
f. Apakah bayinya normal atau tidak
g. Apakah ibu sanggup merawat bayinya
h. Ibu merasa cemas

B. Manajemen Kala I
1. Mengidentifikasi Masalah
Bidan melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang ditemukan
2. Mengkaji Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan me;iputi : riwayat kesehatan sekarang dan mulai his, ketuban, perdarahan pervaginam. Riwayat kesehatan saat kehamilan, riwayat ANC, keluhan selama kehamilan , penyakit selama kehamilan dan riwayat kesehatan masa lalu.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik ibu meliputi keadaan umum, head to head, vaginal toucher
4. Pemeriksaan Janin
Kesejahteraan janin diperiksa DJJ meliputi frekuensi, irama dan intensitas
5. Menilai dan Membuat Diagnosa
Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang ditemukan
6. Menilai Kemajuan Persalinan
Kemajuan persalinan dinilai dan pemeriksaan fisik serta vaginal taoucher
7. Membuat Rencana Asuhan
Asuhan yang diberikan sesuai dengan diagnosa yang telah dibuat

C. Asuhan Kala I
1. Penggunaan Partograp
a. Identifikasi Ibu Hamil
Meliputi : Nama, Umur, Gravida, Para, Abortus, No Rekam Medis/ No Klinik, Tanggal dan Waktu mulai dirawat, Waktu Pecahnya Selaput Ketuban.
b. Kondisi Janin
• Denyut Jantung Janin
• Warna dan Adanya Air Ketuban
• Penyusupan/ Molase Kepala Janin
c. Kemajuan Persalinan
• Dilatasi serviks
• Penurunan bagian terendah janin
• Kontraksi uterus/ His

2. Memberikan Dukungan Persalinan
a. Lingkungan
b. Teman yang Mendukung
c. Mobilitas
d. Memberi Informasi
e. Tehnik Relaksasi
f. Percakapan
g. Dorongan Semangat


3. Pengurangan Rasa Sakit
a. Rasa Takut dan Cemas
b. Kepribadian
c. Kelelahan
d. Budaya dan Sosial
e. Pengharapan

4. Persiapan Persalinan
a. Persiapan Persalinan
b. Informasi
c. Mengurangi Kecemasan
d. Keikutsertaan dalam Perencanaan

5. Pemenuhan Kebutuhan Fisik dan Psikologi Ibu Selam Persalinan
a. Kebutuhan Fisik Ibu
• Kebersihan dan Kenyamanan
• Posisi
• Kontak Fisik
• Pijatan
• Perawatan Kandung Kemih
b. Kebutuhan Psikologis Ibu
Perubahan psikologis pada ibu bersalin merupakan hal yang wajar. Hampir semua ibu bersalin mengalaminya tergantung kepekaan dari setiap individu. Meski demikian ibu membutuhkan bimbingan dan dukungan dari keluarga dan petugas kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa kehadiran seorang pendamping persalinan dapat menurunkan morbiditas, mengurangi rasa sakit persalinan lebih singkat dan menurunkan persalinan dengan tindakan.

6. Tanda Bahaya Persalinan Kala I
a. Tekanan Darah >140/90 mmHg
b. Temperatur >380C
c. DJJ <100 atau >160x/mnt
d. Kontraksi <2x dalam 10 mnt berlangsung <40 detik e. Pembukaan serviks melewati garis waspada f. Cairan amnion bercampur mekonium/ darah/ berbau g. Volume urin sedikit dan kental BAB V MEMBERIKAN ASUHAN PADA IBU BERSALIN KALA II A. PERUBAHAN FISIOLOGIS IBU BERSALIN KALA II 1. Kontraksi, Dorongan dan Otot-Otot Dinding Kontraksi normal muskulus adalah kontraksi yang menimbulkan rasa nyeri yang dikendalikan oleh syaraf intrinsik, tidak disadari, tidak dapat diatur oleh ibu bersalin baik frekuensi maupun lama kontraksi. Adapun sifat khas kontraksi adalah : a. Rasa sakit dari fndus merata keseluruh uterus sampai berlanjut ke punggung bawah. b. Penyebab rasa nyeri belum diketahui secara pasti. Beberapa tepri penyebab rasa nyeri adalah : • Pada saat kontraksi terjadi kekurangan 0ksigen pada miometrium • Penekanan Ganglion syaraf di serviks akibat pelebaran serviks • Peregangan Peritenium sebagai organ yang menyelimutu uterus 2. Uterus Terjadi perubahan pada bagian uterus : a. Segmen atas uterus berkontraksi b. Segmen bawah rahim (uterus dan serviks) merupakan daerah yang meregang dan bersifat pasif, sehingga segmen bawah rahim mengalami pemendekan. c. Batas antara SBR dan SAR membentuk lingkaran cincin retraksi fisiologis. Pada saat berkontraksi uterus inkoordinasi akan membentuk cincin retraksi patologis yang dinamakan cincin bandl. 3. Perubanhan Ligamentum Rotundum Faal ligamentum rotundum dalam persalinan : a. fundus uteri saat kehamilan bersandar pada tulang belakang, ketika persalinan berlangsung berpindah kedepan mendesak dinding perut bagian belakang ke depan pada setiap kontraksi. Perubahan ini menjadikan sumbu rahim searah dengan sumbu jalan lahir. b. Fundus uteri terhambat karena adanya kontraksi ligamentum rotundum pada saat kontraksi uterus, hal ini menyebabkan fundus tidak dapat nai ke atas. Bila pada kontraksi itu tidak dapat mendorong anak ke bawah. 4. Ekspulsi Janin Setelah terjadi rotasi luar, bahu depan berfungsi sebagai hypomochlion untuk kelahiran bahu belakang. Setelah bahu lahir disusul lahirlah trochanter depan belakang sampai janin lahir seluruhnya. B. ASUHAN SAYANG IBU DAN POSISI MENERAN 1. Asuhan Sayang Ibu Adapun beberapa hal yang merupakan asuhan sayang ibu selama kala II : a. Pendamping persalinan, bisa dilakukan oleh suami, orang tua dan kerabat yang disukai oleh ibu. b. Melibatkan keluarga dalam hal membuat keputusan, memberikan makan dan minum, teman berbicara melakukan rangsangan taktil, membantu mengurang rasa nyeri, menyiapkan tempat dan peralatan yang digunakan dalam persalinan, dll. c. KIE proses persalinan meliputi : mengurangi rasa cemas dengan cara memberikan penjelasan tentang prosedur dan maksud dari setiap tindakan yang akan dilakukan. d. Dukungan Psikologis dapat diberikan dengan bimbingan dan memberikan kenyamanan, menenangkan hati ibu dan memberikan perhatyian kepada ibu. e. Membantu memilih proses persalinan sesuai dengan keinginan dan kenyamanan ibu f. Penolong persalinan menganjurkan ibu untuk meneran bila ada dorongan kuat dan spontan untuk meneran serta menyarankan ibu un tuk beristirahat saat relaksasi kontraksi. g. Pemberian nutrisi selama persalinan sangat penting untuk mengantisipasi agar ibu tidak mengalami dehidrasi. Dehidrasi dapat mengganggu keseimbangan cairan elektrolit yang penting dalam menimbulkan kontraksi. 2. Posisi Meneran a. Duduk dan Setengah Duduk Penolong lebih leluasa dalam membantu kelahiran kepala janin dan lebih leluasa untuk melindungi perineum. b. Merangkak Sangat cocok untuk mengurangi rasa sakit pada punggung dan mempermudah janin dalam melakukan rotasi serta peregangan pada perineum berkurang. c. Jongkok dan Berdiri Posisi ini memudahkan penurunan kepala janin, memperluas panggul sebesar 28% lebih besarpada pintu bawah panggul, memperkuat dorongan meneran. Namun posisi beresiko terjadinya laserasi jalan lahir. d. Berbaring Miring ke Kiri Posisi ini dapat mengurangi penekanan pada vena cava inferior sehingga dapat mengurangi terjadinya hipoksia. e. Hindari Posisi Terlentang Posisi terlentang dapat menyebabkan : • Hipotensi yang beresiko terjadinya syok dan kurangnya oksigen dalam sirkulasi uteroplasenta. • Rasa nyeri yang bertambah • Kemajuan persalinan bertambah lama • Ibu mengalami sesak nanfas • Buang air kecil terganggu • Mobilisasi ibu kurang bebas • Ibu kurang semangat • Resiko laserasi jalan lahir bertambah • Dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf kaki dan punggung. C. MEKANISME PERSALINAN NORMAL Adapun pergerakan janin selama persalinan adalah : 1. Engangement 2. Penurunan 3. Fleksi 4. Rotasi dalam 5. Ekstensi 6. Rotasi luar 7. Ekspulsi Mekanisme Persalianan : • Pada ibu primigravida kepala memasuki PAP pada usia kehamilan 37 minggu sementara pada ibu multigravida kepala memasuki PAP pada saat proses persalianan. • Kepala memasuki PAP dengan sutura sagitalis (fronto occipitalis 12 cm) melintang di diameter transversal (linea terminalis kiri dan kanan 13 cm). • Dengan adanya his, ibu mengedan, tekanan kepala dan air ketuban, maka kepala akan turun sehingga os parietal depan lebih tinggi dari os parietal yang disebut asinklitismus posterior. • Dengan adanya his, tekanan kepala dan air ketuban dan ibu mengedan maka kepala akan turun sehingga os parital depan dan os parital belakang sama tinggi yang disebut sinklitismus. • Dengan adanya his dan ibu mengedan kepala akan semakin turun sehingga os parital belakang lebih tinggi dari os parietal belakng lebih tinggi yang disebut dengan asinklitismus anterior. • Dengan adanya his dan tekanan pada anus serta ibu mengedan maka kepala memasuki ruang sempit panggul dengan ukuran transversal interspinosum 10 cm. • Untuk itu kepala menyesuaikan diri dengan ukuran panggul, maka kepala mengadakan fleksi maksima (dagu menyentuh dada) sehingga ukuran kepala menjadi suboksipito bregmatika 9,5 cm. • Dengan adanya his, ibu mengedan dan tekanan pada anus maka kepala akan turun dan mengadakan putar paksi dalam sehingga suboccipito berada dibawah simfisis sebagai sumbu putar( hipomoklion) • Dengan adanya his, tekanan pada anus dan ibu meneran maka kepala akan turun dan kepala melakukan gerakan defleksi sehingga lahirlah ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar, dahi, mata, hidung, mulut dan dagu sehingga lahirlah seluruh kepala bayi • Dengan adanya his maka kepala melakukan putar paksi luar dan bahu melakukan putar paksi balasan. • Manuver kebawah untuk melahirkan bahu depan dan manuver kebawah untuk melahirkan bahu belakang. • Posisi tangan sangga susur, maka lahirlah seluruh tubuh bayi. D. PEMANTAUAN PADA IBU Observasi terhadap kesejahteraan ibu : A. Mengevaluasi His berapa kali dalam 10 meni, lamanya his dan kekuatan his serta kaitan antara ketiga hal tersebut dalam proses persalinan B. Mengkaji keadaan kandung kemih dengan menganamnese ibu dan melakukan palpasi kandung kemih untuk memastikan kandung kemih kosong C. Mengevaluasi upaya ibu untuk meneran supaya lebih efektif lagi D. Pengeluaran pervaginam, serta penilaian serviks E. PEMANTAUAN PADA JANIN Observasi terhadap kesejahteraan pada janin : a. Observasi penurunan kepala, presentasi dan sikap b. Mengkaji kepala janin apakah caput atau molase c. Denyut Jantung Janin meliputi : frekuensi, ritmen dan kekuatannya d. Air ketuban, meliputi : warna, bau dan volume F. MANUVER TANGAN DAN LANGKAH-LANGKAH DALAM MELAHIRKAN JANIN Tujuan manuver tangan adalah : E. Mengusahakan proses kelahiran janin yang aman dan mengurangi resiko trauma persalinan seperti kejadian cephal hematoma F. Mengupayakan seminimal mungkin ibu mengalami trauma persalinan G. Memberikan rasa aman dan kepercayaan penolong dalam menolong ibu dan bayi G. MEMBANTU KELAHIRAN BAHU a. Setelah kepala melakukan putar paksi luar, kedua tangan penolong diletakkan pada kedua parietal anterior dan posterior b. Lakukan gerakan tekanan kebawah / tarikan kebawah untuk melahirkan bahu depan dan gerakan tekanan ke atas untuk melahirkan bahu belakang H. KEBUTUHAN IBU BERSALIN SELAMA KALA II a. Kehadiran pendamping persainan b. Manajemen mengurangi rasa sakit selama proses persalinan c. Dukungan selama persalinan, mengatur posisi, relaksasi, latihan pernafasan, istirahat dan menjaga privasi ibu I. MELAKUKAN AMNIOTOMI DAN EPISIOTOMI a. Amniotomi Amniotomi adalah pemecahan selaput ketuban secara unsur kesengajaan yang dilakukan secara manual. Keuntungan Amniotomi : • Untuk melakukan pengamatan ada tidaknya mekonium • Menentukan punctum maksimamum DJJ akan lebih jelas • Mempermudah perekaman pada saat memantau janin • Mempercepat proses persalinan karena mempercepat proses pembukaan serviks Kerugian Tindakan Amniotomi • Dapat menimbulkan trauma pada kepala janin yang akibatnya kecacatan pada tulang kepala akibat tekanan deferensial meningkat • Dapat menambah kompresi tali pusat akibat jumlah cairan amniotik berkurang Indikasi Amniotomi • Pembukaan Lengkap • Pada kasus Solutio Placenta Cara melakukan amniotomi : 1. Persiapan alat • Bengkok • Setengah koher • Sarung tangan satu pasang • Kapas Saflon ½ % 2. Persiapan Pasien Posisi Dorsal Rekumbent 3. Persiapan Pelaksanaan • Memberitahukan tindakan dan mendekatkan alat • Memeriksa DJJ dan mencatat kedalam partograf • Cuci tangan dan keringkan • Pakai sarung tangan secara steril • Lakukan periksa dalam secara hati-hati, lakukan pemeriksaan apakah kepala sudah masuk PAP, apakah tidak ada presentasi bagian-bagian terkecil janin dan apakah ada tali pusat terkemuka. • Tangan kiri mengambil ½ koher yg telah disediakan dalam wadahnya dan mudah diambil • Dengan menggunakan tangan kiri tempatkan ½ koher kedalam vagina menelusuri tangan kanan yang berada dalam vagina sampai mencapai selaput ketuban • Pegang ujung ½ koher diantara ujung jari tangan kanan pemeriksa kemudian menggerakkan jari dengan lembut dan memecahkan selaput ketuban cara menggosokkan klem ½ koher secara lembut padaselaput ketuban • Hal ini bertujuan agar ketika selaput ketuban dipecahkan air ketuban tidak menyemprot • Ambil ½ koher dengan menggunakan tangan kiri dan masukkan kedalam larutan klorin • Jari tangan pemeriksa tetap berada dalam vagina untuk melakukan pemeriksaan apakah ada tali pusat atau bagian terkecil janin yang teraba pada pemeriksaan penurunan kepala • Bila tidak terdapat tali pusat dan bagian-bagian terkecil keluarkan tangan kanan dari vagina secara hati-hati • Lakukan pemeriksaan warna air ketuban dan volumenya • Celupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin ½ 5. lepaskan sarung tangan dengan keadaan terbalik dan rendam selama 10 menit • Cuci tangan • Lakukan dokumentasi pada partograf b. Episiotomi Episiotomi adalah pengguntingan yang dilakukan pada daerah perineum ibu. Indikasi Episiotomi : • Gawat janin, untuk menolong keselamatan janin maka persalinan harus segera diakhiri • Persalinan pervaginam dengan penyukit, mis : presbo, distosia bahu, ekstraksi vacum, ekstraksi forsep • Jaringan parut pada perineum dan vagina • Perineum kaku dan pendek • Adanya ruptur yang membakat pada perineum • Prematur untuk mengurangi tekanan pada kepala janin Cara Episiotomi : 1. Persiapan Alat • Bak steril berisi kasa • Gunting episiotomi • Betadine • Spuit 10 ml dengan ukuran nald minimal 22 dan panjang 4 cm • Lidokain 1% • Pertimbangkan secara matang tujuan episiotomi 2. Pelaksanaan A. Pemberian Anastesi • Penjelasan prosedur kepada pasien • Cuci tangan • Memakai sarung tanga • Masukkan lidokain 15 kedalam spuit • Letakkan 2 jari tangan kiri kedalam vagina diantara kepala janin dan perineum • Lakukan aspirasi (penarikan batang penghisap spuit) untuk memastikan jarum tidak berada dalam pembuluh darah • Tarik jarum berlahan sambil mendorong lidokain suntikan maksimal 10 cm. Tarik jarum bila sudah kembali ke titik asal pada saat jarum ditusuk. Kulit perineum akan terlihat dan teraba pada palpasi menggelembung disepanjang garis yang akan dilakukan episiotomi B. Prosedur Episiotomi • Tindakan episiotomi dilakukan pada saat perineum menipis dan memucat, kepala janin sudah terlihat 3-4 cm saat kontraksi . hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya perdarahan • Masukkan 2 jari tangan kiri penolong kedalam vagina diantara kepala janin dan perineum. Kedua jari agak diregangkan dan sedikit melakukan tekanan kearah luar perineum dengan lembut. Tujuannya untuk melindungi kepala janin dari guntingan dan membuat episiotomi lebih mudah karena perineum rata. • Tempatkan gunting ditengah faurchette posterior dan posisi gunting mengarah kesudut yang diinginkan dengan episiotomi mediolateral atau lateral. Bila mediolateral letakkan gunting menjauhi anus • Gunting perineum dengan satu guntingan yang mantap sekitar 3-4 cm. Jangan melakukan guntingan sedikit demi sedikit karena waktu penyembuhan luka lebih lama karena tepi luka tidak rata. • Gunting ke arah vagina sekitar 2-3 cm • Bila kepala janin belum lahir maka lakukan penekanan dengan kasa DTT pada luka perineum untuk mencegah terjadinya perdarahan. Setelah janin dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati aga luka eisiotomi tidak bertambah panjang MENDETEKSI ADANYA KOMPLIKASI DAN PENYULIT PERSALINAN KALA II DAN CARA MENGATASINYA 1. Temuan Keadaan Normal dan Abnormal pada Partograf a. Perineum Pada kala II perineum sangat teregang dan kulit perineum terlihat putih, terlihat jaringan parut pada perineum/ vagina, perineum kaku dan pendek, adanya rupture yang membakat pada perineum maka perlu dilakukan tindakan episiotomi. b. Pendamping Saat Persalinan Bila tidak ada pendamping persalinan seperti : suami, keluarga dan teman maka pendamping persalinan perlu memberikan dukungan secara intensif. c. Gawat Janin Bila DJJ <100x/mnt atau >160x/mnt, lemah, tidak teratur maka persalinan kala II perlu segera diakhiri dengan episiotomi dan tindakan seperti vakum ekstraktor, forcep dan SC.
d. His
Bila his lemah atau dalam 10 menit tidak terjadi 3x perlu dipertimbangkan tindakan untuk menanganinya, misalnya mengobservasi pemberian cairan dan elektronik, pemberian stimulasi uterotonika.


e. Kesulitan Kelahiran Bahu/ Distosia Bahu
Bila presentasi kepala, bahu anterior terjepit diatas simpisis pubis sehingga bahu tidak dapat masuk ke panggul kecil atau bidang sempit panggul. Bahu posterior tertahan diatas promontorium bagian atas. Keadaan ini memerlukan penanganan manajemen distosia bahu.

2. Bahu Macet, Letak Muka, Letak sungsang
DISTOSIA BAHU
a. Pengertian
Distosia bahu adalah kesulitan persalinan pada saat melahirkan bahu (varney, 2004). Pada presentasi kepala, bahu anterior terjepit diatas simpisis pubis sehingga bahu tidak dapat melewati ukuran bidang sempit panggul. Bahu posterior tertahan diatas promontorium bagian atas. Distosia bahu dapat terjadi bila bahu masuk ke panggul kecil dengan diameter biakromial pada posisi anteroposterior dari panggul sebagai pengganti diameter oblik panggul yang mana diameter oblik sebesar 12,75 cm lebih panjang dari diameter anteroposterior (11 cm). Waktu untuk menolong distosia bahu kurang lebih 5-10 menit.

b. Predisposisi Distosia Bahu
1. Ibu mengalami Diabetes Melitus
2. Adanya janin gemuk pada riwayat persalinan terdahulu
3. Riwayat kesehatan keluarga ibu kandung ada riwayat diabetes melitus
4. Ibu mengalami obesitas sehingga ruang gerak janin ketika melewati jalan lahir lebih sempit karena ada jaringan berlebih pada jalan lahir dibanding ibu yang tidak mengalami obesitas.
5. Riwayat janin tumbuh terus dan bertambah besar setelah kelahiran
6. Hasil USG mengidikasikan adanya makrosomia (janin besar). Dengan diameter biakromial pada bahu lebih besar daripada diameter kepala
7. Adanya kesulitan pada riwayat persalianan terdahulu
8. Terjadi CPD (Cepalho Pelvic Disproportion) yaitu adanya ketidaksesuaian antara kepala dengan panggul yang diakibatkan karena :
• Diameter anteroposterior panggul dibawah ukuran normal
• Abnormalitas panggul sebagai akibat infeksi tulang (rakhitis) dan kecelakaan
9. Fase aktif yang lebih panjang dari keadaan norma. Fase aktif yang memanjang menandakan adanya CPD
10. Penurunan kepala sangat lambat (tidak terjadi penurunan kepala)
11. Mekanisme persalinan tidak terjadi rotasi dalam sehingga memerlukan tindakan forcep atau vacum. Hal ini menunjukkan adanya CPD dan mengindikasikan pertimbangan pelakasanaan SC

c. Komplikasi Distosia Bahu pada Janin
1. Peningkatan insiden kesakitan dan kematian intrapartum, sering terjadi anoksia sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada otak
2. Kerusakan syaraf pleksus brakhial (Erb’s) dan keretakan bahkan sampai fraktur tulang klavikula

d. Komplikasi Distosia Bahu pada Ibu
1. Laserasi daerah perineum dan vagina
2. Gangguan psikologi sebagai dampak dari pengalaman persalinan yang traumatik
3. Depresi jika janin cacat atau meninggal

e. Penatalaksanaan Distosia Bahu (APN 2007)
1. Mengenakan sarung tangan DTT
2. Melakukan episiotomi dengan terlebihdahulu dengan anatesi lokal
3. Mengatur posisi Manuver Mc Robert :
• Posisi ibu berbaring terlentang, minta ibu menarik lututnya sejauh mungkin kearah dada dan diupayakan lurus. Minta suami dan keluarga membantu
• Lakukan penekanan kebawah dengan mantap diatas simpisis pubis untuk menggerakkan bahu anterior diatas simpisis pubis. Tidak diperbolehkan mendorong fundus uteri, beresiko terjadi ruptur uteri
3. Ganti posisi ibu dengan posisi merangkak dan kepala berada diatas
• Tekan keatas untuk melahirkan bhu depan
• Tekan kepala janin mantap kebawah untuk melahirkan bahu belakang

f. Penatalaksanaan Distosia Bahu (Varney 2007)
1. Bersikap rileks, hal ini akan mengkondisikan penolong untuk berkonsentrasi dalam menangani situasi darurat secara efektif
2. Memanggil dokter, bila bidan masih terus menolong sampai bayi lahir sebelum dokter datang, maka dokter akan menangani perdarahan yang mungkin terjadi atau untuk tindakan resusitasi
3. Persiapkan peralatan resusitasi
4. Menyiapkan peralatan dan obat-obatan untuk penanganan perdarahan
5. Beritahu ibu tentang prosedur yang akan dilakukan
6. Atur posisi ibu Mc Robert
7. Cek posisi ibu, minta ibu untuk mengejan. Putar bahu menjadi diameter oblik dari pelvis atau dari pelvis atau dari anteroposterior bila melintang. Kelima jari tangan diletakkan pada dada janin, sedangkan kelima jari tangan satunya pada punggung janin sebelah kiri. Lakukan secara hati-hati karena tindakan ini dapat menyebabkan kerusakan pada fleksus syaraf brakhialis.
8. Minta pendamping persalinan untuk menekan daerah supra pubik untuk menekan kepala kearah bawah da luar. Hati-hati dalam melakukan penarikan karena dapat menyebabkan kerusakan pada fleksus syaraf brakhialis. Penekanan pada supra pubik dengan cara kedua tangan saling menumpuk diletakkan diatas simpisis, selanjutnya tekan kearah luar bawah perut.
9. Bila persalinan belum menunjukkan kemajuan, kosongkan kandung kemih karena dapat mengganggu turunnya bahu, melakukan episiotomi, melakukan pemeriksaan dalam untuk mencari kemungkinan adanya penyebab lain distosia bahu. Tangan diusahakan memeriksa kemungkinan :
• Tali pusat pendek
• Bertambah besarnya janin pada daerah thorak dan abdomen karena adanya tumor
• Lingkaran bandl yang mengindikasikan akan terjadi ruptur uteri
10. Mencoba kembali melahirkan bahu. Bila distosia bahu ringan, janin akan dapat dilahirkan
11. Lakukan tindakan perasat seperti menggunakan alat untuk membuka botol (corksrew) dengan menggunakan prinsip skrup wood. Lakukan pemutaran dari bahu belakang menjadi bahu depan searah jarum jam, kemudian diputar kembali dengan posisi bahu belakang menjadi bahu depan berlawanan arah jarum jam putar 1800, lakukan gerakan pemutaran paling sedikit 4x, kemudian melahirkan bahu dengan menekan kearah luar belakang disertai dengan penekanan daerah supra pubik
12. Bila belum berhasil, ulangi pemutaran bahu janin seperti langkah 11
13. Bila tetap belum berhasil, maka langkah selanjutnya patahkan clavikula anterior kemudian melahirkan bahu anterior, bahu posterior dan badan janin
14. Melakukan Manuver Zavenelli, yaitu tindakan untuk memasukkan kepala kembali kedalam jalan lahir dengan cara menekan dinding posterior vagina, selanjutnya kepala janin ditahan dan dimasukkan, kemudian lakukan SC

LETAK MUKA
a. Pengertian
Presentasi muka adalah hiperekstensi sehingga ubun-ubun kecil menempel pada punggung dan petunjuknya adalah dagu (omentum)


b. Diagnosa Presentesi Muka
1. Palpasi abdomen : Os Occipitalis menonjol jelas, kepala teraba lebih besar
2. Pemeriksaan pelvik : tak teraba 2 fontanel/ fontanel anterior, tetapi teraba lunak, mata, hidung, mulut (perabaan lembut). Hati-hati membedakan antara presentasi muka dan bokong karena sama-sama lunak. Mulut kadang teraba sepert anus, tonjolan os prominensia zigomatikus teraba seperti tuber iskiadi. Bedanya adalah dan prominensia zigomatikus membentuk sudut.
3. Hasil radiologi menunjukkan kepala hiperekstensi, tulang-tulang muka barada dibawah PAP

c. Etiologi
1. Panggul sempit
2. Lilitan tali pusat
3. Perut yang menggantung pada ibu multipara
4. janin dengan anenshepali

d. Mekanisme Persalinan
Pada saat kepal sudah melewati panggul, terjadi ekstensi dan menajdi presentasi muka. Mekanisme persalinan pada presentasi muka dipengaruhi oleh faktor yang sama dengan presentasi belakang kepala.
Pada ptresentasi muka rotasi interna menjadi dagu berada dibawah simfisi pubis, kemudian dagu lahir diikuti oleh gerakan fleksi kepala maka lahirah hidung, mata, dahi dan UUK. Setelah kepala lahir UUK terletak terletak diatas anus. Kemudian dagu mengadakan rotasi ekternal. Bahu dan badan dilahirkan dengan cara yang sama pada presentasi belakang kepala.

e. Penanganan
1. Bila tidak terdapat panggul sempit maka persalinan akan dapat dilakukan secara spontan dan tanpa terjadi asfiksia
2. Pantau DJJ menggunakan doppler sehingga kerusakan muka dan mata janin dapat dihindari

LETAK SUNGSANG
a. Pengertain
Merupakan kedaan dimana janin dalam posisi membujur/ mamanjang, kepala berada di fundus sedangkan bagian terendah janin adalah bokong.
Macam-macam presentasi bokong :
• Bokong Murni (Frank Breceh)
Bagian terendah janin bokong saja dan kedua kaki terangkat keatas
• Bokong Sempurna (Komplete Breech)
Bagian terendah janin adalah bokong dan kedua kaki/ tungkai
• Bokong Tidak Sempurna (Inkomplete Breech)
Bagian terendah janin adalah bokong dan kaki atau lutut, terbagi atas :
@ Terdapat kedua kaki disebut letak kaki sempurna. Bila hanya satu kaki saja disebut kaki tidak sempurna
@ Terdapat kedua lutut disebut lutut sempurna. Bila hanya satu lutut disebut lutut tidak sempurna
Posisi bokong berdasarkan sakrum, terbagi atas 4 posisi :
• Sakrum kiri depan (Left Sacrum Anterior)
• Sakrum kanan depan (Right Sacrum Anterior)
• Sakrum kiri belakang (Left Sacrum Posteior)
• Sakrum kanan belakang (Right Sacrum Posteior)

b. Etiologi
• Abnormalitas uterus, mis : mioma uteri, uterus bikornis
• KJDK yang sudah lama terjadi
• Gamelli
• Keadaan dimana janin dapat bergerak aktif dalam uterus, mis : multipara, hidramion, prematur
• Kepala tidak dapat enggagment, mis : hidrosefalus (ukuran kepala lebih besar dari ukuran panggul), anensapalus (tidak ada tengkorak kepala), panggul sempit, terdapat tumor pada pelvis, plasenta previa

c. Diagnosis
• Pemeriksaan Palpasi Leopold
@ Leopold I : fundus teraba kepala, bulat keras dan melenting
@ Leopold II : bagian kanan dan kiri teraba punggung dan bagian terkecil janin
@ Leopold III : teraba bokong, agak bulat, lunak dan tidak melenting
• Pemeriksaan Auskultasi
Punktum maksimal/ letak DJJ yang palin jelas terdengar diatas pusat
• Pemeriksaan Rontgen
Terlihat bayangan kepala pada fundus
• Pemeriksaan Vagina
Teraba sakrum, anus, tuber ischiadika, kadang-kadang kaki atau lutut. Perlu dibedakan antara presentasi bokong dan presentasi muka, bedanya :
@ Apabila menemukan lubang kecil tanpa tulang, tidak ada hisapan, terdapat mekonium, itu merupakan ciri-ciri presentasi bokong
@ Apabila menemukan lubang, menghisap, lidah, prosesus zigomatikus, maka itu merupakan ciri-ciri mulut
@ Apabila menemukan tumit, sudut 90º dengan jari-jari rat, maka itu ciri-ciri kaki
@ Apabila menemukan jari-jari panjang tidak rata dan tidak terdapat sudut, maka itu ciri-ciri tangan
@ Apabila teraba patella dan poplitea maka itu merupakan itu adalah lutut
d. Mekanisme Persalinan
• Perbedaan mekanisme persalinan pada presentasi kepala dan bokong adalah perbedaan waktu yang dibutuhkan pada presentasi bokong lebih lama karena bokong yang strukturnya lebih lunak dari tulang kepala janin sehingga penekanan pada bagian bawah uterus menjadi tidak adekuat untuk menimbulkan rangsangan kontraksi uterus.
• Bokong masuk pada PAP dengan posisi melintang atau miring pada garis pangkal paha
• Persalinan bertambah maju dengan adanya trokhanter depan turun terlebih dahulu sampai dasar panggul. Kemudian mengadakan putar paksi luar dalam sebesar 45º sehingga paha depan berputar kedepan sampai diarcus pubis sebagai hipomoklion atau pusat lahirnya bokong bayi dibawah simfisis pubis. Hal ini mengakibatkan distansia intertrokhanter terletak satu garis dengan diameter anteroposterior panggul. Jika paha posterior turun terlebih dahulu maka putar paksi dalam sebesar 135º atau 225º bila berputar kearah yang berlainan.
• Bokong semakin turun dan menekan perineum sampai didepan vulva, dengan gerakan latero-fleksi tubuh janin, pangkal paha belakang disorong melewati bagian gluteus janin sehingga janin menjadi lurus ketika pangkal paha depan dilahirkan. Kemudian diikuti kelahiran tungkai dan kaki secara spontan meskipun bantuan penolong diperlukan.
• Setelah bokong melakukan putar paksi luar, bagian punggung berputar kearah depan dan bahu berhubungan dengan salah satu diameter oblik rongga panggul. Bahu turun sehingga mengalami internal rotasi sehingga distansia biakromialis berhimpit dengan diameter dengan diameter anteroposterior PBP. Kemudian setelah kedua bahu lahir maka kepala memasuki rongga panggul yang pada umumnya dalam keadaan fleksi pada torak dengan salah satu diameter oblik.
• Setelah kepala melakukan internal rotasi sehingga bagian posterior leher berada dibawah simpisis pubis. Kemudian kepala lahir dengan keadaan fleksi, maka bertutur-terut lahirlah dagu, mulut, hidung, dahi, UUB dan UUK melewati perineum

e. Prognosis
• Prognosis Bagi Ibu
Resiko terkena infeksi karena robekan pada perineum yang lebih beasar danarena tindakan yang dilakukan, ketruban pecah cepat dan partus lama
• Prognosis Bagi Janin
Prognosis janin dapat menyebabkan asfiksia kerena adanya gangguan peredaran darah plasenta setelah bokong dan perut dimana tali pusat terjepit antara kepala dan panggul

f. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Pertolongan Persalinan
• Pembukaan serviks sudah lengkap
• Ketidaksesuaian kepala dan panggul
• Kosongkan kandung kemih
• Lakukan episotomi, terlebihdahulu tafsirkan berat badan janin dengan kondisi perineumyang signifikan
• Kepastian kemampuan ibu untuk meneran
• Posisi ibu litototmi atau dipinggir tempat tidur untuk memperluas bagian lateral punggul dan searah dengan sumbu panggul
• Kolaborasi panggul

g. Bracht
• Setiap ada his, ibu diminta untuk meneran
• Bila bokong sudah lahir, penolong memegang bokong janin tanpa melakukan tarikan dengan kedua ibu jari penolong diletakkan pada paha sedangkan keempat jari pada kedua tangan mencengkram bagian sakrum janin. Pada saat perut lahir, penolong menggendorkan tali pusat. Karena tali pusat tertekan antara kepala janin dan panggul, maka janin harus lahir maksimal 8 menit
• Setelah angulus sklapula inferior lahir, kemudian melakukan hiperlordosis, yaitu bokong diarahkan ke perut ibu sampai seluruh kepala lahir.
• Bila terjadi kesulitan kelahiran bahu ataupun kepala janin maka segera lakukan manual aid dengan ekstraksi parsial
• Untuk pertolongan bayi baru lahir pada presentasi bokong perlu disiapkan peralayan resusitasi untuk penanganan asfiksia

h. Ekstraksi Parsial
• Setelah janin lahir sampai perut, longgarkan tali pusat, pegang bokong janin dengan menggunakan ibu jari sejajar pad os sakrum dan keempat jari di femur bagian depan.
• Tarik janin kearah bawah sehingga angulus sklapula dibawah simpisis pubis.
• Lahirkan bahu belakang terlebih dahulu, tangan kanan penolong pada pergelangan kaki, dengan cara jari telunjuk diselipkan pada kedua kaki janin. Kemudian bayi ditarik kearah kanan atas ibu. Bahu dan lengan belakang kiri bayi dilahirkan dengan tangan kiri penolong. Kedua jari tangan kiri menelusuri punggung janin sampai fossa cubiti. Lengan kiri bayi dilahirkan dengan gerakan seolah-olah tangan bayi mengusap mukanya.
• Bila bahu belakang bayi bahu kanan, maka bayi dipegang dengan tangan kiri penolong pada pergelangan kaki, dengan cara jari telunjuk diselipkan pada kedua kaki janin kemudian bayi ditarik kebawah samping berlawanan arah dengan tarikan pertama. Dengan tarikan yang sama seperti melahirkan bahu belakang, lahirlah bahu bayi sebelah depan.
• Memegang kaki janin dengan tangan penolong pada pergelangan kaki, bayi ditarik kebawah samping yang berlawanan arah dengan tarikan pertama, gerakan yang sama seperti melahirkan bahu belakang lahirkan bahu bayi sebelah depan

i. Perasat Muller
• Setelah janin lahir sampai perut, longgarkan tali pusat, pegang bokong janin dengan menggunakan ibu jari sejajar pad os sakrum dan keempat jari di femur bagian depan.
• Tarik janin kearah bawah sehingga angulus sklapula dibawah simpisis pubis.
• Lahirkan bahu depan terlebih dahulu, tangan kanan penolong pada pergelangan kaki, dengan cara jari telunjuk diselipkan pada kedua kaki janin. Untuk melahirkan bahu depan bayi ditarik kebawah samping kemudian dua jari menelusuri punggung janin sampai fossa cubiti. Lengan depan lahir dengan cara gerakan tangan janin menyapu muka serta ditarik katas samping untuk melahirkan bahu dan lengan bawah

j. Perasat Lovset
• Cara kerja metode ini, bahwa bahu belakang selalu berada pada letak yang lebih rendah dari bahu depan sehingga dengan mudah memutar bahu belakang menjadi bahu depan, maka bahu akan mudah lahir
• Setelah bayi dalam posisi anterior posterior, pegang bokong bayi dengan kedua tangan penolong. Tarik kebawah sampai skapula berada dibawah simfisis pubis
• Pegang bayi pada dada dan punggung kemudian bayi diputar 180º samapai bahu belakang berubah menjadi bahu depan dan lahir
• Dengan arah yang berlainan dengan putaran pertama, bayi diulangi diputar 180º sampai kedua bahu lahir

k. Melahirkan Kepala
• Cara Mouritceau
Janin diletakkan dilengan kiri bawah penolong seperti menunggang kuda. Jari tengah dimasukkan kedalam mulut janin sedangkan jari telunjuk dan jari manis diletakkan pada maksila untuk menjaga kepala janin dalam keadaan fleksi. Tangan kanan memegang kedua bahu janin dengan dua jari diletakkan pada bahu kanan da kiri. Pendamping persalinan menekan suprapubik. Janin kemudian ditarik kebawah searah sumbu panggul sampai semua kepala lahir.
• Penanganan Tangan Menjungkit
@ Bila satu tangan menjungkit
Tangan janin akan terlepas dengan cara mengusap muka, maka putar janin sampai 90º kearah tangan janin menunjuk.
@ Bila dua tangan menjungkit
Untuk melepaskan kedua tangan janin yang menjungkit, maka bebaskan dengan gerakan seperti diatas, kemudian janin diputar 180º kearah yang berlawanan dengan gerakan yang pertama
• Penanganan Kesulitan Kepala
Penanganan melahirkan kesulitan kepala setelah dilakukan mauritceau tetap gagal tergantung keadaan janin.
@ Ekstraksi forcep
@ Kraniotomi bila janin sudah meninggal

l. Ekstraksi Total
• Ekstraksi Kaki
@ Tangan kanan penolong secara obstetrik dimasukkan kedalam intruitas vagina, setelah menemukan bokong janin, tangan menyusuri sampai paha dan akhirnya kelutut. Lakukan gerakan abduksi dan fleksi pada paha janin. Tangan kiri melakukan tekanan kebawah pada fundus. Tangan yang berada dalam vagina memegang pergelangan tungkai janin dan ditarik keluar dengan berlahan sampai lutut tampak divulva.
@ Setelah kedua kaki lahir, maka kedua tangan penolong memegang betis bayi lalu dilakukan tarikan kebawah hingga pangkal paha lahir, kemudian tangan berpindah memegang pangkal paha dan diulangi ditarik kebawah hingga kedua trokhanter atau bokong lahir
@ Sealanjutnya bayi dilahirkan dengan manual aid seperti ekstraksial parsial
• Ekstraksi Bokong
Dilakukan pada bokong murni dan bokong berada didasar panggul. Jari telunjuk dimasukkan kedalam introitus vagina menelusuri bokong hingga sampai pada lipatan paha kemudian lakukan tarikan kearah bawah hingga trokhanter lahir. Agar tarikan lebih kuat, maka tangan kiri penolong memegang tangan kiri. Setelah kedua lipatan paha keliahatan, maka kedua jari mangait kedua lipatan paha dan melakukan tarikan kebawah sampai bokong lahir. Selanjutnya bayi dilahirkan dengan manual aid seperti ekstraksi parsial.

3. Gameli
a. Pengertian
Kehamilan kembar atau gemelli ialah satu kehamilan dengan dua janin atau lebih.

b. Jenis kehamilan ganda yaitu :
• Kehamilan Ganda monozigotik
Merupakan kehamilan ganda yang berasal dari satu ovum yang dibuahi dan membelah secara dini hingga membentuk dua embrio yang sama, kehamilan ini juga disebut hamil kembar identik atau hamil kembar homolog atau hamil kembar uniovuler, karena berasal dari satu ovum. Hamil ganda ini mempunyai ciri jenis kelamin sama, wajah yang sama, sidik jari yang sama, kemungkinan salah satunya kidal karena lokasi daerah motorik serebrinya berlawanan.








• Kehamilan Ganda Dizigotik
Merupakan kehamilan Ganda yang berasal dari 2 atau lebih ovum yang telah dibuahi disebut juga heterolog, binovuler atau fraternal. Sebagian besar kehamilan ganda adalah dizigotik dengan ciri jenis kelamin berbeda atau sama, mempunyai dua plasenta, dua amnion dan dua korion.







Gb 2
Kehamilan ganda
Diamniotik, dikorionik
2 plasenta Gb 3
Kehamilan ganda
Diamniotik, dikorionik
1 plasenta
1. Chimerism
Chimera adalah individu yang sel-selnya berasal dari satu ovum yang dibuahi. Chimerism darah paling sering diketahui saat penentuan golongan darah yaitu ditemukannya sel-sel dengan dua golongan darah yang berbeda pada satu orang.

2. Superfetasi dan superfekundasi
Pada superfetasi, terdapat interval selama satu atau lebih siklus ovulatorik diantara dua fertilisasi. Superfisial belum pernah dibuktikan terjadi pada manusia namun dapat terjadi pada kuda betina.
Superfekundasi mungkin terjadi dimana dua telur dibuahi dalam jarak waktu yang pendek tetapi tidak pada koitus yang sama.

c. Etiologi
• Pembuahan dua ovum yang berbeda yaitu kembar ovum ganda, digizotik atau fraternal
• Pembelahan dari satu ovum yang dibuahi kemudian membelah menjadi dua struktur serupa, masing-masing berpotensi berkembang menjadi individu terpisah yaitu ovum-tunggal, monozigotik atau identik.

d. Pemeriksaan
• Palpasi
Tinggi fundus uteri tidak sesui dengan usia kehamilan dan teraba dua bagian yang keras, bulat dan melenting pada janin, namun sangat sulit untuk mengidentifikasi kehamilan kembar dengan palpasi, terutama apabila salah satu kembar terletak di atas kembar lainnya, apabila obes atau adanya hidramnion.
• Auskultasi
Teridentifikasi dua jantung janin apabila frekuensi keduanya jelas berbeda satu sama lain serta dengan frekuensi denyut jantung ibunya.
• Pemeriksaan Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan USG yang cermat, kantung gestasional yang terpisah pada kehamilan kembar dapat diidentifikasi sejak dini.
• Pemeriksaan Radiologis
Tampak rangka janin lebih dari satu, bahkan pemeriksaan ini dapat membantu pada keadaan-keadaan tertentu yang jarang (multipel ordo tinggi dan salah satu janin dicurigai menderita displasia tulang)
• Pemeriksaan Biokimiawi
Jumlah gonadotropin korionik dalam plasma dan urin, secara rata-rata lebih tinggi dari pada yang dijumpai pada kehamilan tunggal.

e. Penatalaksanaan
Penyulit dari faktor anak : prolapsus tali pusat atau gawat janin atau retensi anak ke dua. Sedangkan dari faktor ibu : inersia, kelelahan atau histeria dan faktor teknis tidak cakap panggul, kesenjangan ukuran instrumen dan bagian bayi.

f. Kondisi anak pertama
• Jika anak pertama presentasi kepala dan tidak ditemui penyulit lainnya, upayakan persalinan pervaginam
• Jika anak pertama bukan presentasi kepala tetapi tanpa penyulit lainnya, observasi dan pantau secara ketat apabila akan diselesaikan pervaginam.
• Jika anak pertama bukan presentasi kepala dan disertai penyulit lainnya, pertimbangkan untuk terminasi per abdominal

g. Kondisi anak kedua
• Jika anak kedua presentasi kepala, lahirkan pervaginam
• Jika anak kedua bukan presentasi kepala, jika syarat memenuhi lakukan versi :
@ Jika berhasil lanjutkan persalinan pervaginam
@ Kalau gagal lanjutkan dengan persalinan sungsang jika tidak ada kontraindikasi
@ Bila terjadi prolaps tali pusat dan syarat tindakan terpenuhi, lakukan terminasi perabdominal














BAB VI
ASUHAN PADA IBU BERSALIN KALA III

1. MEMBERIKAN ASUHAN PADA IBU BERSALIN KALA III
A. FISIOLOGI KALA III
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta. Lama kala III kira-kira 15-30 menit, baik pada primipara maupun pada multipara. Implantasi plasenta sering pada dinding depan dan belakang korpus uteri atau dinding lateral.
1. Plasenta
Setelah bayi lahir, terjadi kontraksi pada uterus. Hal ini mengakibatkan volume rongga uterus berkurang. Dinding uterus menebal. Pada tempat implantasi plasenta juga terjadi penurunan luas area, ukuran plasenta tidak berubah sehingga plasenta menjadi terlipat, menebal dan akhirnya terlepas dari dinding uterus. Plasenta sedikit demi sedikit akan terlepas. Terjadi pengumpalan darah diantara ruang plasenta dan desidua basalis yang disebut dengan hematom. Setelah plasenta terlepas, plasenta akan menempati segmen bawah uterus atau vagina.
2. Macam Pelepasan Plasenta
• Mekanisme Schultz : pelepasan plasenta yang dimulai dari sentral/ bagian tengah sehingga bekuan darah retroplasenta. Tanda pelepasan dari tengah ini mengakibatkan perdarahan tidak terjdi sebelum plasenta lahir.
• Mekanisme Ducan : terjadi pelepasan plasenta dari pinggir atau bersamaan dari pinggir dan tengah plasenta. Hal ini mengakibatkan semburan darah sebelum plasenta lahir
3. Tanda-tanda Pelepasan Plasenta
• Perubahan bentuk uterus, bentuk uterus yang sebelumnya discoid menjadi globuler akibat kontraksi uterus
• Semburan darah tiba-tiba
• Tali pusat memanjang
• Perubahan posisi uterus. Setelah plasenta lepas dan menempati segmen bawah rahim, maka uterus akan muncul pada rongga abdomen

4. Pengeluaran Plasenta
Plasenta yang sudah lepas dan menempati segmen bawah rahim, kemudian melalui serviks, vagina dan dikeluarkan ke introitus vagina.
5. Pemeriksaan Pelepasan Plasenta
Kustner : tali pusat diregangkan dengan tangan kanan, tangan kiri menekan atas sympisis, penilaian :
@ Tali pusat masuk berarti belum lepas
@ Tali pusat bertambah panjang atau tidak masuk mberarti sudah lepas
6. Pengawasan Perdarahan
• Selama hamil aliran darah ke uterus 500-800 ml/ mnt
• Uterus tidak berkontraksi dapat menyebabkan kehilangan darah sebanyak 350-500 ml
• Kontraksi uterus akan menekan pembuluh darah uterus diantara anyaman miometrium

B. MANAJEMEN AKTIF KALA III
1. Syarat
Janin tunggal/ memastikan tidak ada lagi janin di uterus
Fungsinya : membuat kontraksi uterus efektif
2. Keuntungan
• Lama kala III lebih singkat
• Jumlah perdarahan berkurang sehingga dapat mencegah perdarahan post partum
• Menurunkan kejadian retensio plasenta
3. Manajemen Aktif Kala III
• Pemberian oksitosin
• Peregangan Tali Pusat Perkendali
• Massase fundus uteri

4. Penjelasan
• Sebelum memberikan oksitocyn, bidan harus melakukan pengkajian dengan melakukan palpasi pada abdomen untuk meyakinkan bahwa bayi tunggal, tidak ada janin kedua
• Dilakukan pada 1/3 paha bagian luar
• Bila 15 menit plasenta tidak lahir, maka berikan oksitocyn ke-2, evaluasi kandung kemih apakah penuh atau tidak, bila penuh lakukan kateterisasi
• Bila 30 menit tidak lahir maka berikan oksitosin ke-3 sebanyak 10 mg dan rujuk pasien
5. Peregangan Tali Pusat Terkendali
• Klem dipindahkan 5-10 cm dari vulva
• Tangan kiri diletakkan diatas perut pemeriksa kontraksi uterus. Ketika meregangkan tali pusat, tahan uterus
• Saat ada kontraksi, tangan diatas perut melakukan gerakan dorsol kranial dengan sedikit tekanan. Cegah agar tidak terjadi inversio uteri
• Ulangi lagi bila plasenta belum lepas
• Pada saat plasenta sudah lepas, ibu dianjurkan sedikit meneran dan penolong sambil terus menegangkan tali pusat
• Bila plasenta sudah tampak divulva, lahirkan dengan ke-2 tangan. [perlu diperhatikan bahwa selaput plasenta mudah tertinggal sehingga untuk mencegah hal itu maka plasenta ditelungkupkan dan diputar dengan hati-hati
6. Massase Fundus Uteri
• Tangan diletakkan diatas fundus uteri
• Gerakan tangan dengan pelan, sedikit ditekan, memutar mengurangi ketegangan atau rasa sakit
• Kaji kontraksi uterus uterus 1-2 menit, bimbing pasien dan keluarga untuk melakukan massase uterus
• Evalusi kontraksi utersu setiap 15 menit selama 1 jam pertam dan 30 menit pada jam ke-2
7. Tindakan yang Keliru pada Penatalaksanaan Kala III
• Melakukan massase fundus uteri pada saat plasenta belum lahir
• Mengeluarkan plasenta, padahal plsenta belum seluruhnya lepas
• Kurang kompoten dalam mengevaluasi pelepasan plasenta
• Rutinitas kateterisasi
• Tidak sabar menunggu lepasnya plasenta
8. Kesalahan Tindakan Manajemen Aktif Kala III
• Terjadi inversio uteri, pada saat peregangan tali pusat terkendali terlalu kuat sehingga uterus tertarik keluar dan terbalik
• Tali pusat terputus, terlalu kuat dalam penarikan tali pusat sedangkan plasenta belum lepas
• Syok

C. PEMERIKSAAN PLASENTA, SELAPUT KETUBAN DAN TALI PUSAT
1. Selaput Ketuban Utuh atau Tidak
2. Plsenta : ukuran plasenta
• Bagian maternal : jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon
• Bagian fetal : utuh atau tidak
3. Tali Pusat
Jumlah arteri dan vena, adakah arteri dan vena yang putus untuk mendeteksi plasenta suksenturiata. Insersi tali pusat, apakah sentral, marginal serta panjang tali pusat

D. PEMANTAU SELAMA KALA III
1. Perdarahan : jumlah darah diukur disertai dengan bekuan darah
2. Kontraksi uterus : bentuk uterus, intensitas
3. Robekan jalan lahir/ laserasi/ ruptur perineum
4. Tanda vital
• Tekanan darah semakin meninggi dari sebelum persalinan
• Nadi bertambah cepat
• Temperatur bertambah tinggi
• Respirasi berangsur normal
• Gastrointestinal : normal, pada awal persalinan mungkin muntah
5. Personal Hygiene

E. KEBUTUHAN IBU KALA III
1. Ketertarikan ibu pada bayinya
Ibu mangamati bayinya, menanyakan jenis kelamin, jumlah jari-jari dan mulai menyentuh bayi.
2. Perhatian pada dirinya sendiri
Bidan perlu menjelaskan kondisi ibu, perlu penjahitan atau tidak, bimbingan tentang kelanjutan tindakan dan perawatan ibu.
3. Tertariknya pada plasenta
Bidan menjelaskan kondisi plasenta, lahir lengkap atau tidak

F. PENDOKUMENTASIAN KALA III
Hal-hal yang perlu diacatat selama kala III sebagai berikut :
1. Lama kala III
2. Pemberian oksitosin
3. Pelaksanaan penengangan tali pusat terkendali
4. Perdarahan
5. Kontraksi uterus
6. Laserasi jalan lahir
7. Vital sign ibu
8. Keadaan bayi baru lahir

3. MENDETEKSI ADANYA KOMPLIKASI PERSALINAN KALA III DAN CARA MENGATASINYA
A. PERDARAHAN PADA KALA III
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah kondisi dimana miometrium tidak dapat berkontraksi yang dapat menyebabkan darah keluar dari luka bekas implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila 15 detik setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) pada fundus tetapi uterus belum berkontraksi juga maka lakukan KBI (Kompresi Bimanual Interna) dan KBE (Kompresi Bimanual Eksternal).

Langkah-Langkah Penatalaksanaan Atonia Uteri
• Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimalny 15 detik)
Masase merangsang kontraksi uterus sambil melakukan masase sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi uterus
• Bersihkan bekuan darah dan selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks
Bekuan darah dan selaput ketuban dalam vagina dan saluran serviks dapat menghalangi kontraksi uetrus
• Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi lakukan katerterisasi menggunakan tehnik antiseptik
Kandung kemih yang penuh dapat menghalangi kontraksi uterus
• Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit
Kompresi ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi. Jika KBI selam 5 menit tidak berhasil diperlukan tindakan lain
• Anjurkan keluarga untuk mulai membantu Kompresi Ekternal
Keluarga dapat meneruskan proses kompresi bimanual secara eksternal selama penolong melakukan langka-langkah selanjutnya
• Keluarga tangan perlahan-lahan
• Berikan ergometrin 0,2 mg IM (kontraindikasi hipertensi) atau misoprostol 600-1000 mc g)
Ergometrin dan misoprostol akan bekerja selama 5-7 menit dan menyebabkan uterus berkontraksi
• Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc Ringer Laktat ditambah 20 unit oksitosin. Habiskan 5000 cc pertama secepat mungkin
Jarum besar memungkinkan pemberian larutan IV secara cepat atau untuk transfusi darah. Ringer laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan. Oksitosin IV dengan cepat merangsang kontraksi uterus
• Rujuk segera
Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, hal ini bukan atonia sederhana,. Ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.
• Dampingi ibu ketempat rujukan, teruskan melakukan KBI
Kompresi uterus ini memberikan tekanan secara langsung pada pembuluh darah diding uterus dan merangsang miometrium untuk berkontraksi
• Lanjutkan pasang ringer laktat dan 20 unit oksitosin dalam larutan 500 cc dengan laju 500 cc hingga tiba ditempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 liter infus. Kemudian berikan 125 cc/ jam, jika tidak tersedia cairan yang cukup berikan 500 cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minuman untuk rehidrasi.
Ringer laktat akan membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan. Oksitosin IV akan merangsang kontraksi uterus dengan cepat

2. Retensio Plasenta
Keadaan diman plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir dan penyebab adalah plasenta belum lepas dari dinding uterus, plasenta sudah lepas dari dinding uterus tetapi belum lahir. Jika plasenta belum terlepas sama sekali maka tidak terjadi perdarahan tetapi jika sudah lepas sebagian maka terjadi perdarahan.
Plasenta belum lepas sama sekali dari dinding uterus karena :
• Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
• Plasenta melekat pada dinding uterus karena vili korialis menembus desidua sampai miometrium, bawah plasenta (plasenta akreta-perkreta)
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan karena adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, akibatnya terjadi lingkaran kontriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

3. Perlukaan Jalan Lahir
Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti walaupun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus berkontraksi baik, perlu dipikirkan adanya perlukaan jalan lahir.
a. Luka pada Vulva
Akibat persalinan terutama pada primipara maka timbul luka pada vulva disekitar intoitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak khususnya luka pada klitoris
b. Robekan Perineum
4 derajat laserasi jalan lahir adalah sebagau berikut :
@ Derajat I : mukosa vagina, fauchette posterior, kulit perineum
@ Derajat II : mukosa vagian, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum
@ Derajat III : mukosa vagian, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingterani eksterna
@ Derajat IV : mukosa vagian, fauchette posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingterani eksterna, dinding rektum anterior
c. Perlukaan Vagina
Perlukaan pada vagina lebih sering terjadi pada persalinan dengan ekstraksi vacum, lebih-lebih lagi apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum, pardarahan umumnya banyak akan tetapi mudah diatasi dengan jahitan. Apabila ligamentum latum terputus dan cabang-cabang arteri uteria terputus akan timbul perdarahan yang membahayakan ibu. Apabila perdarahan sulit untuk diatasi maka lakukan laparatomi dan ligamentum latum dibuka untuk menghentikan perdarahan jika tidak berhasil arteria hipogastrika perlu diikat.
d. Robekan Serviks
Robeken serviks yang lebar menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar samapai segmen bawah rahim. Dalam kedaan ini serviks diperiksa dengan spekulum, pemeriksaan harus dilakukan dengan rutin setelah tindakan obstetrik yang sulit. Apabila ada robekan pada serviks perlu ditarik keluar dengan cunam oval supaya batas antara robekan dapat terlihat dengan jelas. aJahitan pertama dilakukan pada ujung atas luka, kemudian dijahit sampai bawah. Akibat tekanan kuat dan lama kepala pada serviks maka terjadi pelepasan servik secara sekuler. Apabila sudah terjadi pelepasan serviks tidak pelu pengobatan, jika terjadi perdarahan jahit bagian yang luka. Jika serviks yang terlepas masih berhubungan dengan jaringan lain sebaiknya hubungan itu diputuskan.

4. Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah robeknya bagian bawah uterus apabila terjadi robekan pada vagina bagian atas, hal ini dinamakan kolpaporeksis. Kalau terjadi ruptur uteri dan peritonium ikut robek dinamakan ruptur uteri komplet. Pinggir ruptur biasanya tidak rata, letaknya melintang, membujur atau miring kiri dan kanan. Ruptur uteri dapat menyebabkan ruptur pada kandung kemih.



B. TINDAKAN-TINDAKAN KALA III
1. Kompresi Bimanual Eksterna (KBE dan Kompresi Bimanual Interna (KBI)
Apabila plasenta sudah lahir masuh terjadi perdarahan karena atonia uter, perlu dilakukan tindakan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan-tindakan lain untuk menghentikan perdarahan dan memperbaiki keadaan umum ibu.KBI dilakukan dengan cara meletakkan tangan luar di belakang uterus dan menekannya terhadap tangan lain yang diletakkan dalam vagina pada vorniks vagina anterior dan dikepal menjadi tinju. Kompresi dilakukan antara 2 tangan sampai perdarahan berhenti. Komplikasi dalam pengeluaran plasenta manual selain infeksi adalah plasenta akreta, dimana vili korialis menembus desidua dan memasuki miometrium. Dapat dibedakan menjadi plasenta akreta dan inkreta. Apabila dijumpai plasenta akreta jangan lakukan manual plasenta tetapi segera lakukan histerektomi.
2. Kompresi Aorta Abdominalis
Raba pulsasi arteri femoralis pada lipatan paha.
Kepalkan tangan kiri dan tekan bagian punggung jari telunjuk hingga kelingking pada umbilikus kearah kolumna vertebralis arah tegak lurus. Dengan tangan lain raba pulsasi arteri femoris, jika :
a. Teraba : kompresi kurang kuat
b. Tidak teraba : kompresi sampai aorta abdominalis
3. Manual Plasenta
Manual plasenta adalah tindakan untuk melepas plasenta secara manual dengan menggunakan tangan dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya melalui kavum uteri. Bila setengah jam plasenta tidak lahir secara spontan atau dengan tekanan ringan pada fundus uteri yang berkontraksi bahkan terjadi perdarahan yang banyak maka sebaiknya lakukan manual plasenta. Manual plasenta dilakukan dengan cara tangan satu tangan penolong diletakkan diatas fundus uteri dan tangan lain dimasukkan kedalam rongga uterus melalui introitus vagina. Tali pusat sebagai petunjuk dicari pinggir plasenta. Dari pinggir plasenta dilakukan penyatan secara berlahan-lahan. Pemeriksaan ulang terhadap rongga uterus dilakukan untuk meraba apakah ada sisa-sisa plasenta yang tertinggal. Jika plasenta sudah dikeluarkan akan tertapi masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka lakukan kompresi bimanual.
Perdarahan akibat laserasi jalan lahir :
• Inspeksi dengan cermat jalan lahir
• Bila terjadi ruptur uteri lakukan histerektomi
• Bila terjadi laserasi serviks maka penjahitan dengan menggunakan forsep cincin
• Laserasi perineum





















BAB VII
ASUHAN KEBIDANAN IBU BERSALIN KALA IV

A. FISIOLOGI KALA IV
1. EVALUASI UTERUS : KONSISTENSI ATONIA
Kontraksi uterus merupakan hal mutlak yang sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya perdarahan dan pengembalian terus kebentuk normal. Kontraksi uterus yang tidsak kuat dan terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri yang dapat mengganggu keselamatan ibu. Untuk membantu uterus agar berkontraksi dapat dilakukan dengan masase agar uterus tidak lembek dan bekontraksi dengan kuat. Kalau dengan masase tidak dapat membantu kontraksi uterus maka berikan obat oksitosin dan harus diawasi sekurang-kurangnya selama 1 jam.

2. PEMERIKSAAN SERVIKS, VAGIAN DAN PERINEUM
Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui apakah terjadi laserasi jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan. Segera setelah bayi lahir servik dan vagina harus diperiksa secara untuk menyeluruh untuk mengetahui ada tidaknya laserasi jalan lahir.

3. PEMANTAUAN SELAMA KALA IV
a. Tanda Vital
Pemantauan tanda vital pada persalinan kala IV adalah :
• Kontraksi uterus harus baik
• Tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genetalia lainnya
• Plasenta dan selaput ketuban harus lahir lengkap
• Kandung kencing harus kosong
• Luka-luka pada perineum harus terawat dengan baik dan tidak terjadi hematoma
• Bayi dalam keadaan baik
• Ibu dalam keadaan baik
Pemantauan tekanan darah dilakukian untuk mengetahui apakah ibu mengalami syok adapaun gejala syok yang perlu diperhatikan adalah :
• Nadi cepat/ lambat (110x/mnt)
• Tekanan darah rendah (sistolik <90 mmHg), berhubungan dengan terjadinya syok, gejala dehidrasi, gejala infeksi, gejala preeklamsi dan eklamsi • Pucat, berkeringat atau dingin, kulit lembab, • Nafas cepat (>30x/mnt)
• Cemas, kesadaran menurun
• Protein urin sedikit (<30 CC/jam) • Peningkatan suhu (<380C) menyebabkan produksi urin sedikit sehingga urin menjadi lebih pekat, kemungkinan terjadi infeksi b. Kontraksi Uterus Apabila kontraksi uterus baik dan kuat kemungkinan terjadinya perdarahan sangat kecil. Pasca persalinan perlu dilakukan pemantauan kontraksi untuk mencegah terjadinya perdarahan. Tinggi fundus uteri saat bayi lahir akan berada 1-2 jari dibawah pusat dan terletak agak sebelah kanan sampai akhirnya hilang pada hari ke-10 persalinan. c. Lochea Melalui proses katabolisme jaringan, berat uterus akan cepat turun sekitar 1000 gr pada saat kelahiran menjadi 50 gr pada saat minggu ke-3 masa nifas. Serviks juga menjadi kaku dan hilang kelastisan seperti sebelum hamil. Hari pertama setelah persalinan sekret rahim (lokhea) berwarna merah (lokhea rubra) karena adanya eritrosit. Setelah 3-4 hari, lokhea akan menjadi lebih pucat (lokhea serosa) dan pada hari ke-10 lokhea tampak putih atau putih kekuningan (lokhea alba). Lokhea yang berbau busuk diduga adanya endometriosis. d. Kandung Kemih Pada saat sebelum dan sesudah plasenta lahir kandung kemih harus kosong agar uterus dapat berkontraksi dengan kuat yang berguna untuk mencegah perdarahan. Jika kandung kemih penuh, minta ibu untuk mengosongkannya secara mandiri. Apabila tidak dapat berkemih sendiri bantu ibu dengan cara menyiramkan air bersih dan hangat pada perineum atau masukkan jari-jari ibu kedalam air hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan. Kalau tidak berhasil berkemih secara spontan maka lakukan kateterisasi dengan pencegahan infeksi. Setelah kandung kemih kosong maka lakukan masase. e. Perineum Laserasi pada perineum dapat dan vagina diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan. Robekan perineum dapat dikurangi dan dicegah dengan cara menjaga jangan sampapi dasar panggul dilalui kepala janin dengan cepat. Akan tetapi kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlalu kuat dan lama. Pada persalinan sulit disamping robekan perineum yang dapat dilihat dapat pula terjadi kerusakan muskulus puborektalis kanan dan kiri serta dihubungkan digaris tengah. Robekan perineum yang melebihi robekan tingkat satu harus dijahit. f. Perkiraan Darah yang Hilang Untuk menentukan banyak darah yang keluar sangat sulit karena darah sering kali bercampur dengan air ketuban, urin ataupun diserap oleh kain sarung. Mengumpulkan darah dalam satu wadah atau pispot yang diletakkan dibawah bokong ibu bukanlah cara yang efektif untuk mengukur kehilangan darah dan bukan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas pispot dan menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusui bayi. Cara yang baik adalah menyiapkan botol 500 cc yang digunakan untuk menampung darah dan dinilai beberapa botol darah yang telah digunakan untuk menampung darah, kalau setengah botol berarti 250 ml dan kalau 2 botol sama dengan 1 liter. Cara tidak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan dan gejala serta tekanan darah. Kalau lemas, pusing, kesadaran ibu menurun dan tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka terjadi perdarahan lebih >5000 ml. Kalau ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah ibu 2000-2500 ml.

B. MELAKUKAN PENJAHITAN LUKA EPISIOTOMI/ LASERASI
1. Anastesi Lokal, Prinsip Penjahitan Perineum
Terjadinya laserasi pada jalan lahir harus segera ditangani karena dapat menyebabkan infeksi. Pada saat proses penjahitan perlu diperhatikan bahwa saat menjahit laserasi atau episiotomi harus menggunakan benang yang panjang dan diusahakan sedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan pendekatan dan hemostatis.
Karena pada saat menjahit akan timbul rasa sakit yang berlebihan maka perlu digunakan anastesi loal untuk mengurang rasa sakit tersebut. Kemudia dicek kembali apakah anastesi yang telah diberikan sudah bekerja. Caranya dengan menyentuh luka dengan jarum yang tajam atau dicubit dengan forcep atau cunam. Anastesi standar yang digunakan adalah lidokain 1% tanpa epinefrin (silokain). Jika tidak tersedia dapat digunakan lidokain 2% yang dilarutkan dengan aqudest dengan perbandingan 1:1. hati-hati pada saat penyuntikan anastesi jangan sampai masuk kedalam pembuluh darah karena dapat menyebabkan ibu menjadi kejang bahkan dapat menyebabkan kematian.
2. Penjahitan Episiotomi/ Laserasi
Secara umum prosedur penjahitan episiotomi sama dengan menjahit laserasi perineum. Setelah episiotomi dilakukan, lakukan penilaian secara hati-hati untuk memastikan lukanya tidak meluas dan sedapat mungkin menggunakan jahitan jelujur. Untuk merapatkan jaringan pada sayatan yang terlalu dalam atau bahkan mencapai lapisan otot diperlukan penjahitan secara terputus.


BAB VIII
MEMBERIKAN ASUHAN PADA BAYI SEGERA SETELAH LAHIR

A. ADAPTASI FISOLOGI BBL TERHADAP KEHIDUPAN DILUAR UTERUS
Adaptasi fisiologi BBl sangat berguna bagi bayi untuk menjaga kelangsungan hidupnya diluar uterus. Bayi harus dapat melakukan sendiri segala kegiatan untuk mempertahankan hidupnya. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah bagaimana menjaga agar bayi tetap sehat. Yang paling penting adalah menjaga agar bayi tetap hangat, mampu melakukan pernafasan dengan spontan dan bayi dapat menyusu sendiri pada ibunya.

B. PERLINDUNGAN FORMAL
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh bayi baru lahir belum berfungsi sempurna, untuk itu perlu dilakukan pencegahan kehilangan panas pada tubuh bayi karena dapat menyebabkan hoipotermi. Bayi hipothermi sangat beresiko tinggi mengalami kesakitan berat bahkan dapat menyebabkan kematian. Hipothermi dapat terjadi pada bayi dengan tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun dalam ruangan yang relatif hangat. Upaya pencegahan kehilangan panas pada bayi dapat dilakukan dengan cara :
1. Keringkan Bayi dengan Seksama
Pastikan tubuh bayi keringkan segera setelah bayi lahir untuk mencegah kehilangan panas yang disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada tubuh bay. Untuk itu keringkan bayi denga handuk atau kain yang telah disiapkan diatas perut ibu. Mengeringkan dan menyeka tubuh bayi merupakan rangsangan taktil untuk memulai bayi bernafas.
2. Selimuti Bayi dengan Kain Bersih dan Hangat
Segera setelah mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat ganti handuk atau kain yang dibasahi oleh cairan ketuban kemudian selimuti tubuh bayi. Kain basah didekat tubuh bayi dapat menyerap panas tubuh bayi melalui proses radiasi. Ganti handuk, selimut atau kain yang basah dengan yang baru dan kering.
3. Selimuti Bagian Kepala Bayi
Bagian kepala bayi ditutupi atau diselimuti setiap saat. Bagian kepala memiliki luas permukaan yang relatif luas dan bayi akan cepat kehilangan suhu tubuh jika tidak ditutupi.
4. Anjurkan Ibu untuk Memeluk dan Menyusui Bayinya
Pelukan ibu pada bayi dapat menjaga kehangatan tubuh untuk mencegah kehilangan panas dan anjurkan ibu untuk menyusui bayinya segera setelah lahir. Sebaiknya pemberian ASI mulai diberikan dalam waktu satu jam pertama kelahiran.
5. Cara Menimbang dan Memandikan BBL
Karena bayi baru lahir cepat kehilangan panas tubuhnya (terutama jika bayi tidak berpakaian) maka penimbangan dilakukan pada bayi yang menggunakan selimut atau kain yang kering dan bersih. Berat badan bayi dap[at dihitung dengan selisih berat bayi saat berpakaian/ diselimuti dikurangi dengan berat selimut dan/ kain. Bayi sebaiknya dimandikan 6 jam setelah lahi. Memandikan bayi pada jam pertama setelah kelahiran dapat menyebabkan hipothermi yang dapat menggagu kesehatan bayi.
6. Tempatkan Bayi Dilingkungan yang Hangat
Idealnya bayi baru lahir ditempatkan ditempat tidur yang sama dengan ibunya. Cara ini adalah cara yang paling tepat dan mudah untuk menjaga kehangatan tubuh bayi.

C. PEMELIHARAAN PERNAFASAN
Petugas kesehatan dikamar bersalin hendaknya terlatih mengenai tehnik penilaian dan resusitasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk memastikan adaptasi neonatal yang optimal adalah :

1. Membersihkan Saluran Nafas
Proses penurunan kepala melalui jalan lahir menyebabkan kompresi dinding dada, mengakibatkan pembuangan cairan dari mulut dan hitung. Penyedotan lendir tidak dapat dilakukan pada hidung karena perangsang hidung dapat menginisiasi hembusan nafas dan dapat menyebabkan terjadinya bradikardi dan juga dapat menyebabkan aspirasi mekonium.
2. Memastikan Permulaan Pernafasan
Pernafasan biasanya dimulai beberapa detik dari kelahiran tetapi mungkin tertunda selama 60 detik. Bila tidak ada data klinik untuk menunjukkan suatu kelainan biokimia (hipoksia asidosis) yang terbaik yang biasanya mengambil kebijaksanaan untuk menunggu dan memberikan kesempatan kepada bayi untuk bernafas secara spontan.
3. Membuat Saluran Nafas
Pada bayi dengan kemungkinan asfiksia yang tinggi maka pemyedotan saluran nafas harus dimulai sejak kelahiran kepala. Bayi yang mengalami sesak nafas biasanya mempunyai mekonium yang terdapat dalam saluran nafas bagian atas yang harus dibersihkan dengan kateter penyedot oral sebelum kelahiran bahu. Segera setelah kelahiran bayi, suatu pipa endotrakeal harus dimasukkan untuk membuang air lendir yang kental atau mekonium dari trakeal dan saluran nafas bagian atas.
4. Memulai Pernafasan
Setelah jalan nafas dibuat, ventilasi kantung masker atau ventilasi lewat pipa endotrakeal harus diinisiasi untuk memberikan oksigen ke paru-paru. Baiasanya frekuensi denyut jantung meningkat dengan cepat setelah apnea dikoreksi dan ventilasi kantung masker (bag mask) berkala dengan oksigen tambahan dapat diberikan hingga pernafasan spontan dimulai.

D. PEMOTONGAN TALI PUSAT
Pemotongan dan pengikatan tali pusat dapat menyenbabkan pemisahan fisik terakhir antara ibu dan bayi dan itu sangat tergantung dari pengalaman seorang ahli kebidanan. Pada bayi gawat darurat pemotongan tali pusat dilakukan secepat mungkin agar dapat dilakukan resusitasi sebaik-baiknya. Tali pusat dijepit dengan koher 3 cm dan sekali lagi 5 cm dari pusat., pemotongan dilakukan diantara kedua jepitan. Kemudian bayi diltetakkan diatas kain yang bersih dan hangat. Setelah itu lakukan pengikatan tali pusat dengan beberapa :
1. Alat penjepit plastik yang khusus dibuat untuk tali pusat (disposible) yang dipasang 1 cm dibawah alat penjepit yang sudah dipasang lebih dahulu. Alat penjepit plastik memberikan tekanan pada tali pusat, walaupun selei wharton mengkerut dan kemungkinan dibuang bersamaan dengan lepasnya tali pusat.
2. Pita dari bahan nilon yang sangat kuat dan yang disimpan dalam bungkus steril diikatkan rangkap pada tali pusat seerat-eratnya sehingga tidak mudah lepas dan terus menekan tali pusat, walaupun selei wharton sudah kering. Pita ini dibuang bersamaan lepasnya tali pusat.
3. Benang katun steril diikatkan rangkap dua pada tali pusat. Pengikatan dengan benang katun steril ini tidak menjamin penekanan yang terus menerus pada tali pusat. Walaupun pengikatan sudah kuat akan tetapi karena tali pusat mengerut, ikatan bisa menjadi longgar sehingga memungkinkan terjadinya perdarahan. Untuk mencegah yang diinginkan haruslah dilakukian observasi yang berulang-ulang pada waktu tertentu selama 48 jam. Perdarahan tidak mungkin terjadi pada pemakaian alat penjepit plastik dan pita nilon karena terjadinya penekanan yang terus-menerus pada tali pusat.

E. EVALUASI NILAI APGAR
Penilainan keadaan umum bayi dapat dinilai pada satu menit pertama setelah persalinan dengan penggunaan nilai APGAR. Penilaian ini dilakukan pada 1 menit dan 5 menit pertama untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak.



Tabel Perhitungan Nilai APGAR (NA)
Penilaian Nilai O Nilai 1 Nilai 2
Appearance
(Warna Kulit) Pucat Badan merah, ektremitas biru Seluruh tubuh kemerah-merahan
Pulse Rate (Frekuensi Nadi) Tidak ada < 100x/ mnt > 100x/ mnt
Grimace (Reaksi Rangsangan) Tidak ada Sedikit gerakan mimik (grimace) Batuk/ bersin
Activity (Tonus Otot) Tidak ada Ekstremitas dalam sedikit fleksi Gerakan aktif
Respiration (Pernafasan) Tidak ada Lemah/ tidak teratur Baik/ menangis
Kategori asfiksia :
1. Bayi normal : nilai APGAR 7-10
2. Bayi asfiksi sedang : nilai APGAR 4-6
3. Bayi asfiksia berat : nilai APGAR 0-3

F. BOUNDING ATTACHMAN
Adalah usaha untuk mendekatkan bayi pada ibunbya dengan segera setelah dilahirkan dengan tujuan agar bayi secara naluriah dapat mengenali ibunya dan sang ibu juga mengetahui kondisi bayinya yang tentu akan sangat membantu untuk memulihkan kesehatannya.

G. PEMBERIAN ASI AWAL
Dengan menghisap puting susu maka terjadi perangsangan pembentukan Air Susu Ibu (ASI) yang secara tidak langsung dapat memperkecil uterus. Pada hari ketiga bayi sudah harus menyusu selama 10 menit pada mamma ibu dengan jarak waktu tiap 3 jam. Apabila diantara waktu itu bayi menangis karena lapar, ia boleh menyusu dengan satu mamma ibu secara bergantian.
Pemberian ASI harus dianjurkan pada ibu yang melahirkan karena :
1. ASI pertama (kolostrum) mengandung beberapa antibodi yang dapat mencegah infeksi pada bayi. ASI diperkirakan dapat mengirim limfosit ibu ke dinding usus bayi dan memulai prosese immunologik sehingga memberikan immunitas pasif pada bayi terhadap penyakit infeksi tertentu hingga mekanisme itu sepenuhnya berfungsi setelah 3-4 bulan
2. Bayi yang sering minum ASI jarang menderita gastroenteritis
3. Lemak dan protein ASI mudah dicerna dan diserap secara lengkap dalam saluran pencernaan, ASI adalah susu yang paling baik untuk pertumbuhan serta tidak mungkin menyebabkan kegemukan.
4. Kemungkinan bayi kejang disebabkan karena hipokalsemia sangat jarang
5. Pemberian ASI merupakan satu-satunya jalan yang paling baik untuk mengeratkan hubungan ibu dan bayi, dan ini sangat dibutuhkan bagi perkembangan bayi yang normal terutama pada bula-bulan pertama kehidupannya.
6. Menyusui mempercepat involusi uterus karena hisapan puting susu akan merangsang pelepasan oksitosin sehingga menyebabkan peningkatan kontraksi uterus.