MAKALAH
PERENCANAAN INTERVENSI BERDASARKAN PRIORITAS
MASALAH
DI
SUSUN OLEH :
KELOMPK V
TINI PURWARTI
ISNAENI
ROSTINA
NIKE ASPARINA
SRI AGUSTINA NINGSIH
NURHIDAYATI
NI WAYAN SURANDRI SINTIA DEWI
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN (STIKES) MATARAM
PRODI D-IV KEBIDANAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah swt. Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan segala keterbatasan. Makalah ini dibuat sebagai
tugas mata kuliah ILMU KESEHATAN MASYARAKAT, yang
merupakan salah satu mata kuliah dalam Program studi D -IV KEBIDANAN.
Kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini. Akan tetapi, dalam makalah ini terdapat kekurangan untuk itu
dengan sangat kami senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
dari para pembaca.
Akhirnya, dengan
segala kerendahan hati, kami berharap para pembaca dapat memanfaatkan makalah
ini, baik bagi kepentingan-kepentingan praktis di dalam kelas maupun untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kita sering
menghadapi berbagai macam masalah, namun kita sering kurang tau masalah yang
seharusnya menjadi prioritas utama dan harus segera diselesaikan. Sebelum kita
mencari pemecahan dari suatu masalah, kita harus mencari penyebab utama serta
penyebab lain dari masalah sehingga dapat menyusun rencana kegiatan yang lebih
spesifik dan mampu menyelesaikan masalah.
Menetapkan
prioritas dari sekian banyak masalah kesehatan di masyarakat saat ini merupakan
tugas yang penting dan semakin sulit. Manager
kesehatan masyarakat sering dihadapkan pada masalah yang semakin menekan dengan
sumber daya yang semakin terbatas. Metode untuk menetapkan prioritas secara
adil, masuk akal, dan mudah dihitung merupakan perangkat manajemen yang
penting.
Dalam dunia
keperawatan dikenal proses keperawatan , langkah ketiga dari proses
keperawatan adalah rencana ( intervensi
) keperawatan.intervensi diidentifikasi untuk memenuhi kebutuhan asuhan
keperawatan pasien .intervensi mempunyai maksud mengindividualkan perawatan
dengan memenuhi kebutuhan spesifik pasien serta harus menyertakan kekeuatan –
kekuatan pasien yang telah diidentifikasi bila memungkinkan .
B.
TUJUAN
Pembuatan makalah ini bertujuan :
1.
Mahasiswa dapat memahami pengertian
rencana intervensi
2.
Mahasiswa mampu menentukan prioritas masalah
3.
Mahasiswa mampu membuat
langkah – langkah perencanaan
4.
Mahasiswa dapat memahami intervensi keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PERENCANAAN
/ INTERVENSI
Intervensi
keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan / atau
tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan / intervensi keperawatan
dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang diharapkan dan
tujuan pemulangan .harapannya adalah bahwa perilaku yang dipreskripsikan akan menguntungkan pasien dan
keluarga dalam cara yang dapat diprediksi , yang berhubungan dengan masalah
yang diidentifikasidan tujuan
yang telah dipilih .intervensi ini bermaksud mengindividualkan perawatan dengan
memenuhi kebutuhan spesifik pasien serta harus menyertakan kekuatan- kekuatan pasien yang telah diidentifikasi bila memungkinkan .
Berikut
merupakan berbagai metode yang dapat digunakan:
1. METODE HANLON
Metode yang
dijelaskan di sini memberikan cara untuk membandingkan berbagai masalah
kesehatan dengan cara yang relatif, tidak absolut/mutlak, memiliki kerangka,
sebisa mungkin sama/sederajat, dan objektif.
Metode ini,
yang disebut dengan Metode Hanlon maupun Sistem Dasar Penilaian Prioritas
(BPRS), dijelaskan dalam buku Public Health: Administration and Practice
(Hanlon and Pickett, Times Mirror/Mosby College Publishing) dan Basic Health
Planning (Spiegel and Hyman, Aspen Publishers).
Metode ini
memiliki tiga tujuan utama:
*
Memungkinkan para pengambil keputusan untuk mengidentifikasi faktor-faktor
eksplisit yang harus diperhatikan dalam menentukan prioritas
* Untuk
mengorganisasi faktor-faktor ke dalam kelompok yang memiliki bobot relatif satu
sama lain
*
Memungkinkan faktor-faktor agar dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan
dinilai secara individual.
Formula Dasar Penilaian Prioritas
Berdasarkan
tinjauan atas percobaan berulang yang dilakukan dalam mengidentifikasi
masalah-masalah kesehatan, pola kriteria yang konsisten menjadi kelihatan
jelas. Pola tersebut tercermin pada komponen-komponen dalam sistem ini.
Komponen A= Ukuran/Besarnya masalah
KomponenB = Tingkat keseriusan masalah
Komponen C = Perkiraan efektivitas solusi
Komponen D = PEARL faktor ((propriety, economic feasibility, acceptability, resource availability, legality--Kepatutan, kelayakan ekonomi, dapat diterima, ketersediaan sumber daya, dan legalitas)
KomponenB = Tingkat keseriusan masalah
Komponen C = Perkiraan efektivitas solusi
Komponen D = PEARL faktor ((propriety, economic feasibility, acceptability, resource availability, legality--Kepatutan, kelayakan ekonomi, dapat diterima, ketersediaan sumber daya, dan legalitas)
Semua
komponen tersebut diterjemahkan ke dalam dua rumus yang merupakan nilai numerik
yang memberikan prioritas utama kepada mereka penyakit / kondisi dengan skor
tertinggi.
Nilai Dasar
Prioritas/Basic Priority Rating
(BPR)> BPR = (A + B) C / 3
Nilai Prioritas Keseluruhan/Basic Priority Rating (OPR)> OPR = [(A + B) C / 3] x D
Perbedaan dalam dua rumus akan menjadi semakin nyata ketika Komponen D (PEARL) dijelaskan.
Nilai Prioritas Keseluruhan/Basic Priority Rating (OPR)> OPR = [(A + B) C / 3] x D
Perbedaan dalam dua rumus akan menjadi semakin nyata ketika Komponen D (PEARL) dijelaskan.
Penting
untuk mengenal dan menerima hal-hal tersebut, karena dengan berbagai proses
seperti itu, akan terdapat sejumlah besar subyektivitas. Pilihan, definisi, dan
bobot relatif yang ditetapkan pada komponen merupakan keputusan kelompok dan
bersifat fleksibel. Lebih jauh lagi, nilai tersebut merupakan penetapan dari
masing-masing individu pemberi nilai. Namun demikian, beberapa kontrol ilmiah
dapat dicapai dengan menggunakan definisi istilah secara tepat, dan sesuai
dengan data statistik dan akurat.
Komponen A - Ukuran/Besarnya Masalah
Komponen ini
adalah salah satu yang faktornya memiliki angka yang kecil. Pilihan biasanya
terbatas pada persentase dari populasi yang secara langsung terkena dampak dari
masalah tersebut, yakni insiden, prevalensi, atau tingkat kematian dan angka.
Ukuran/besarnya masalah juga dapat dipertimbangkan dari lebih dari satu cara.
Baik keseluruhan populasi penduduk maupun populasi yang berpotensi/berisiko
dapat menjadi pertimbangan. Selain itu, penyakit –penyakit dengan faktor risiko
pada umumnya, yang mengarah pada solusi bersama/yang sama dapat dipertimbangkan
secara bersama-sama. Misalnya, jika kanker yang berhubungan dengan tembakau
dijadikan pertimbangan, maka kanker paru-paru, kerongkongan, dan kanker mulut
dapat dianggap sebagai satu. Jika akan dibuat lebih banyak penyakit yang juga
dipertimbangkan, penyakit cardiovascular mungkin juga dapat dipertimbangkan.
Nilai maksimal dari komponen ini adalah 10. Keputusan untuk menentukan berapa
ukuran/besarnya masalah biasanya merupakan konsensus kelompok.
Komponen B – Tingkat Keseriusan Masalah
Kelompok
harus mempertimbangkan faktor-faktor yang mungkin dan menentukan tingkat
keseriusan dari masalah. Sekalipun demikian, angka dari faktor yang harus
dijaga agar tetap pada nilai yang pantas. Kelompok harus berhati-hati untuk
tidak membawa masalah ukuran atau dapat dicegahnya suatu masalah ke dalam
diskusi, karena kedua hal tersebut sesuai untuk dipersamakan di tempat yang
lain. Maksimum skor pada komponen ini adalah 20. Faktor-faktor harus
dipertimbangkan bobotnya dan ditetapkan secara hati-hati. Dengan menggunakan
nomor ini (20), keseriusan dianggap dua kali lebih pentingnya dengan
ukuran/besarnya masalah.
Faktor yang dapat digunakan adalah:
* Urgensi:
sifat alami dari kedaruratan masalah; tren insidensi, tingkat kematian, atau
faktor risiko; kepentingan relatif terhadap masayarakat; akses terkini kepada
pelayanan yang diperlukan.
* Tingkat
keparahan: tingkat daya tahan hidup, rata-rata usia kematian,
kecacatan/disabilitas, angka kematian prematur relatif.
* Kerugian
ekonomi: untuk masyarakat (kota / daerah / Negara), dan untuk masing-masing
individu.
Masing-masing faktor harus mendapatkan bobot. Sebagai contoh, bila menggunakan empat faktor, bobot yang mungkin adalah 0-5 atau kombinasi manapun yang nilai maksimumnya sama dengan 20. Menentukan apa yang akan dipertimbangkan sebagai minimum dan maksimum dalam setiap faktor biasanya akan menjadi sangat membantu. Hal ini akan membantu untuk menentukan batas-batas untuk menjaga beberapa perspektif dalam menetapkan sebuah nilai numerik. Salah satu cara untuk mempertimbangkan hal ini adalah dengan menggunakannya sebagai skala seperti:
0 = tidak ada
1 = beberapa
2 = lebih (lebih parah, lebih gawat, lebih banyak, dll)
3 = paling
1 = beberapa
2 = lebih (lebih parah, lebih gawat, lebih banyak, dll)
3 = paling
Misalnya,
jika kematian prematur sedang digunakan untuk menentukan keparahan, kemudian
kematian bayi mungkin akan menjadi 5 dan gonorea akan menjadi 0.
Komponen C - Efektivitas dari Intervensi
Komponen ini
harus dianggap sebagai "Seberapa baikkan masalah ini dapat
diselesaikan?" Faktor tersebut mendapatkan skor dengan angka dari 0 - 10.
Komponen ini mungkin merupakan komponen formula yang paling subyektif. Terdapat
sejumlah besar data yang tersedia dari penelitian-penelitian yang
mendokumentasikan sejauh mana tingkat keberhasilan sebuah intervensi selama
ini.
Efektivitas penilaian, yang dibuat berdasarkan tingkat keberhasilan yang diketahui dari literatur, dikalikan dengan persen dari target populasi yang diharapkan dapat tercapai.
Efektivitas penilaian, yang dibuat berdasarkan tingkat keberhasilan yang diketahui dari literatur, dikalikan dengan persen dari target populasi yang diharapkan dapat tercapai.
Sebuah
keuntungan dengan mempertimbangkan populasi target dan jumlah yang diharapkan
adalah akan didapatkannya perhitungan yang realistis mengenai sumber daya yang
dibutuhkan dan kemampuan yang diharapkan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan.
Komponen D –
PEARL
PEARL yang
merupakan kelompok faktor itu, walaupun tidak secara langsung berkaitan dengan
masalah kesehatan, memiliki pengaruh yang tinggi dalam menentukan apakah suatu
masalah dapat diatasi.
P –
Propierity/Kewajaran. Apakah masalah tersebut berada pada lingkup keseluruhan
misi kita?
E – Economic
Feasibility/Kelayakan Ekonomis. Apakah dengan menangani masalah tersebut akan
bermakna dan memberi arti secara ekonomis? Apakah ada konsekuensi ekonomi jika
masalah tersebut tidak diatasi?
A –
Acceptability. Apakah dapat diterima oleh masyarakat dan / atau target
populasi?
R –
Resources/Sumber Daya. Apakah tersedia sumber daya untuk mengatasi masalah?
L –
Legalitas. Apakah hukum yang ada sekarang memungkinkan masalah untuk diatasi?
Masing-masing
faktor kualifikasi dipertimbangkan, dan angka untuk setiap faktor PEARL adalah
1 jika jawabannya adalah "ya" dan 0 jika jawabannya adalah
"tidak." Bila penilaian skor telah lengkap/selesai, semua angka-angka
dikalikan untuk mendapatkan jawaban akhir terbaik. Karena bersama-sama,
faktor-faktor ini merupakan suatu produk dan bukan merupakan jumlah.
Singkatnya, jika salah satu dari lima faktor yang "tidak", maka D akan
sama dengan 0. Karena D adalah pengali akhir dalam rumus , maka jika D = 0,
masalah kesehatan tidak akan diatasi dibenahi dalam OPR, terlepas dari seberapa
tingginya peringkat masalah di BPR. Sekalipun demikian, bagian dari upaya
perencanaan total mungkin termasuk melakukan langkah-langkah lanjut yang
diperlukan untuk mengatasi PEARL secara positif di masa mendatang. Misalnya,
jika intervensi tersebut hanya tidak dapat diterima penduduk, dapat diambil
langkah-langkah bertahap untuk mendidik masyarakat mengenai manfaat potensial
dari intervensi, sehingga dapat dipertimbangkan di masa mendatang.
2. FISHBONE DIAGRAM
Dr. Kaoru
Ishikawa seorang ilmuwan Jepang,
merupakan tokoh kualitas yang telah memperkenalkan user friendly control, Fishbone cause and effect diagram, emphasised the ‘internal customer’
kepada dunia. Ishikawa juga yang pertama memperkenalkan 7 (seven) quality tools: control chart, run chart, histogram, scatter diagram,
pareto chart, and flowchart yang sering juga disebut dengan “7 alat
pengendali mutu/kualitas” (quality
control seven tools).
Diagram
Fishbone dari Ishikawa menjadi satu tool
yang sangat populer dan dipakai di seluruh penjuru dunia dalam mengidentifikasi
faktor penyebab problem/masalah. Alasannya sederhana. Fishbone diagram
tergolong praktis, dan memandu setiap tim untuk terus berpikir menemukan
penyebab utama suatu permasalahan. Diagram “tulang ikan” ini dikenal dengan cause and effect diagram. Kenapa
Diagram Ishikawa juga disebut dengan “tulang ikan”?…..ya memang kalau
diperhatikan rangka analisis diagram Fishbone bentuknya ada kemiripan dengan
ikan, dimana ada bagian kepala (sebagai effect)
dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya digambarkan sebagai
penyebab (cause) suatu
permasalahan yang timbul.
Terlihat
bahwa faktor penyebab problem antara lain (kemungkinan) terdiri dari :
material/bahan baku, mesin, manusia dan metode/cara. Semua yang berhubungan dengan material, mesin, manusia,
dan metode yang “saat ini” dituliskan dan dianalisa faktor mana yang
terindikasi “menyimpang” dan berpotensi terjadi problem. Ingat,..ketika sudah
ditemukan satu atau beberapa “penyebab” jangan puas sampai di situ, karena ada
kemungkinan masih ada akar penyebab di dalamnya yang “tersembunyi”. Ishikawa
mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan bertanya
“mengapa?……mengapa?…dan mengapa?”. Hanya dengan bertanya “mengapa” beberapa
kali kita mampu menemukan akar permasalahan yang sesungguhnya. Penyebab
sesungguhnya, bukan gejala.
Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan
akar “penyebab” terjadinya masalah khususnya di industri manufaktur dimana
prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan
munculnya permasalahan. Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara
pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan
diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas dan memungkinkan kita untuk dapat
melihat semua kemungkinan “penyebab” dan mencari “akar” permasalahan
sebenarnya.
Kaoru
Ishikawa, ilmuwan yang banyak menyumbangkan pemikiran di bidang manajemen
kualitas ini lahir pada tahun 1915 di Tokyo, Jepang. Alumni teknik kimia
Universitas Tokyo ini ingin merubah konsep pemikiran manusia tentang bekerja.
Ishikawa mengurai secara rinci prinsip plan-do-check-act
1. Plan-P
>>
Tentukan gol dan target
>>
Tentukan cara/metode mencapai gol
2. Do-D
>>
Terlibat dalam pendidikan dan pelatihan
>>
Implementasi pekerjaan
3. Check-C
>> Cek
akibat dari implementasi
4. Act-A
>>
Mengambil tindakan yang sesuai
Cara Menggunakan Diagram Fishbone
Ishikawa san telah menciptakan ide cemerlang
yang dapat membantu dan memampukan setiap orang atau organisasi/perusahaan
menyelesaikan masalah dengan tuntas sampai ke akarnya. Kumpulkanlah beberapa
orang yang mempunyai pengalaman dan keahlian memadai menyangkut problem yang
terjadi. Semua anggota
tim memberikan pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan
mengapa masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga
kebebasan memberikan pendapat dan pandangan setiap individu.
Penggunaan
Melakukan identifikasi penyebab masalah;
Mengkatagorikan berbagai sebab potensial suatu
masalah dengan cara yang sistematik;
Mencari akar penyebab masalah;
Menjelaskan hubungan sebab akibat suatu masalah.
Pedoman
Pelaksanaan
Identifikasi
semua penyebab yang relevan berdasarkan fakta dan data;
Karakteristik
yang diamati benar-benar nyata berdasarkan fakta, dapat diukur atau diupayakan
dapat diukur;
Dalam
diagram tulang ikan, faktor-faktor yang terkendali sedapat mungkin seimbang
peranan atau bobotnya;
Faktor
penyebab yang ditemukan adalah yang mungkin dapatdiperbaiki, bukan yang tidak
mungkin diperbaiki ataudiselesaikan;
Dalam
menyelesaikan fakta dimulai pada tulang yang kecil,selanjutnya akan memperbaiki
faktor tulang besar yang akanmenyelesaikan masalah;
Perlu
dicatat masukan yang diperoleh selama pertemuan dalam pembuatan diagram tulang
ikan.
Fishbone
Diagram sering juga disebut sebagai diagram Sebab Akibat. Dimana dalam
menerapkan diagram ini mengandung langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyiapkan sesi sebab-akibat
2. Mengidentifikasi akibat
3. Mengidentifikasi berbagai kategori.
4. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran.
5. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
6. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
2. Mengidentifikasi akibat
3. Mengidentifikasi berbagai kategori.
4. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran.
5. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
6. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
Kelebihan
diagram tulang ikan
Lebih terstruktur;
Mengkatagorikan berbagai sebab potensial dari suatu
masalah dengan cara yang sistematik;
Mengajarkan pada tim dan individu mengenai proses
serta prosedur yang berlaku atau yang baru.
Kekurangan
diagram tulang ikan
tulang ikan belum menggambarkan sebab yang sebenarnya
(paling mungkin) harus didukung data.
3. POHON MASALAH
I. ANALISA MASALAH DENGAN TEHNIK POHON MASALAH
Secara visual menggambarkan hubungan ‘sebab-akibat’ dari masalah yang ada
sekarang. Gunakan kartu metaplan.
Cara
menggunakan kartu metaplan:
a) Identifikasi hanya masalah yang ada,
jangan yang bersifat teoritis
b) Hanya satu masalah per kartu
c) Masalah harus ditulis dengan gaya negative
b) Hanya satu masalah per kartu
c) Masalah harus ditulis dengan gaya negative
d) Masalah bukan tidak adanya jawaban
melainkan keadaan yang negative. Oleh karena itu hindarkan penggunaan kalimat
seperti “kurangnya ini” atau “tidak ada”
Kekurangan
pohon masalah
membutuhkan waktu yang banyak dan jika masalah semakin
kompleks akan lebihsulit dalam menentukan penyebab utama masalah
Proses
pelaksanaan pohon masalah
Membuat kerangka pohon masalah;
Menentukan masalah yang akan dianalisis;
Menuliskan masalah dan menempatkan dalam kotak paling
atas pada diagram;
Mengidentifikasi penyebab dari masalah yang telah
ditentukan melalui FGD ataubrainst orm ing;
Dengan cara yang sama seperti langkah 4,
dilakukananalisis penyebab masalah sampai tidak terjawabpertanyaan, apa yang
menjadi penyebab tersebut
melalui
proses FGD maupun brainstorming
1. MEMILIH
MASALAH INTI
2. BUAT
POHON MASALAH
II. MENCARI BEBERAPA STRATEGI UTAMA PROYEK DARI POHON
MASALAH
a)Iidentifikasi
beberapa kelompok cabang sebab akibat yang mengarah ketengah. Lingkari kelompok
tersebut. Satu cabang atau gabungan cabang-cabang bisa dijadikan strategi
proyek.
b) Kalau
cabang-cabang diambil sebagai pendekatan proyek maka daun-daunnya adalah
komponen-komponen proyek.
c) Teliti
kembali hasil analisa stakeholder untuk menentukan siapa yang akan terpengaruh
dan terlibat dalam penggabungan cabang-cabang tersebut.
d) Rumuskan
beberapa alternatif strategi utama proyek dalam bentuk hasil dengan mengganti
kalimat yang negatif dipohon masalah dengan yang positif.
III. MEMBUAT POHON HASIL SEBAGAI LOGIKA PROYEK
Dari
strategi utama yang telah dirumuskan, bangun logika Pohon Hasil atau Logika
Proyek. yang menjelaskan cara un tuk memecahkan masalah dan efek dari
pemecahan. Pohon HASIL mengidentifikasi “kondisi yang diinginkan” setelah
masalah dipecahkan, dan menjadi landasan untuk pemeriksaan pendekatan yang
digunakan untuk meningkatkan keadaan.
a) Gantilah
kata-kata hubungan ‘sebab-akibat’ yang bersifat negative dari pohon masalah
menjadi hubungan ‘cara-hasil yang bersifat positif, “kondisi yang diinginkan di
masa depan” (hasil) dapat dicapai.
b) Telitilah
semua hasil dan hubungannya agar masuk akal dan layak, kalau diperlukan
sesuaikanlah analisis hasil.Adanya penambahan ”sopir disiplin dan tepat waktu”
c) Periksa
diagaram secara menyeluruh dan pertajamlah agar mendapatkan kesempurnaan
analisis.
d) Bila
pernyataan dalam kartu tidak dapat diubah menjadi pernyataan positif,
periksalah kembali pohon masalahnya yang dicoba digambarkan oleh kartu itu.
Juga, jika “keadaan yang diinginkan (hasil) “ sangat tidak masuk akal, atau
tidak logis, logika sebab-akibat harus diperiksa kembali. Struktur Pohon Hasil
mungkin berbeda dengan Pohon masalah.
Bagaimana
Cara memilih satu atau dua dari strategi utama.
1. Nilailah
setiap strategi utama proyek tersebut dengan menggunakan
kriteria-kriteria
berikut ini.
• Secara
realistis dapat dilakukan. Tidak terlalu banyak hambatan, baik dalam staffing,
secara politis, maupun potensi resistenskomunitas dampingan, situasi kedaan
dilokasi misalanya keadaan darurat.
• Memiliki
kontribusi terhadap kebijakan-kebijakan penting di sektor ybs, misalnya:
kontribusi mengatasi kemiskinan, menjaga kelestarian hutan
• Secara teknis
feasible untuk mencapainya dalam kurun waktu Program
• Mengarah pada
keberlanjutan hasil/dampak dan berkontribusi pada peningkatan kapasitas
• Tidak terlalu
mahal
• Manfaat yang
besar bagi kelompok sasaran – laki-perempuan, tua-muda, kelompok minoritas,
kelompok cacat.
• Pengalaman
kesuksesan di proyek sejenis sebelumnya.
•
Kemungkinancomplementary (saling mendukung) dengan proyek-proyek lain yang
dilakukan oleh kelompok/organisasi lain.
• Kesesuaian
tingkat teknologi dalam hubungannya dengan keberlanjutan
• Kelayakan
biaya dan tenaga.
• Kemungkinan
kesinambungan /perkembangan kegiatan dan dampak setelah proyek selesai.
• Dampak
lingkungan, biaya vs. manfaat Berapa orang yang tercakup dalam proyek
4. BRAINSTORMING (Curah pendapat)
Suatu teknik
yang efektif untuk membantu melakukan identifikasi masalah,
menentukan penyebab masalah danmencari cara pemecahan masalah,
merupakan metoda yang digunakan untukmenggali ide atau pemikiran baru yang
secara efektif melibatkan seluruh anggota kelompok.
menentukan penyebab masalah danmencari cara pemecahan masalah,
merupakan metoda yang digunakan untukmenggali ide atau pemikiran baru yang
secara efektif melibatkan seluruh anggota kelompok.
Kelebihan
metoda brainstorming:
Mendapatkan masalah, penyebab masalah dan cara
pemecahan masalah dengan cepat;
Merupakan data primer karena sumber data dapat
langsung diperoleh;
Dapat digunakan bila tidak mempunyai data sekunder;
Menghasilkan ide atau pemikiran baru yang kreatif dan
inovatif dengan cepat
Kekurangan
MetodaBrainstorming
tidak dapat
digunakan pada sampel atau peserta yang besar serta terjadi dan risiko
terjadinya subyektivitas sangat besar bilatidak ditunjang dengan data-data yang
ada.
Manfaat
Dapat digunakan secara efektif untuk memperoleh
ideuntuk menentukan masalah, identifikasi masalah,memilih prioritas masalah
serta mengajukan alternatifpemecahan masalah;
Untuk memperoleh ide atau pemikiran baru
darisekelompok orang dalam waktu singkat denganmenggunakan dua kemampuan
(kreatif dan intuitif);
Memberikan kesempatan kepada semua anggotakelompok
untuk memberikan konstribusi danketerlibatan dalam memecahkan masalah.
5. METODE DELPHI
Metode Delphi adalah cara
mendapatkan informasi, membuat keputusan, menentukan indikator, parameter dan
lain-lain yang reliabel dengan mengeksplorasi ide dan informasi dari
orang-orang yang ahli di bidangnya, yaitu dengan menggunakan kuesioner yang
diisi oleh ekpertis atau praktisi yang kompeten di bidang yang akan diteliti,
kemudian hasil kuesioner ini direview oleh pihak fasilitator atau peneliti
untuk dibuat summary,
dikelompok-kelompokkan, diklasifikasikan dan kemudian dikembalikan pada
ekspertis dan praktisi yang sama untuk direview,
direvisi dan begitu seterusnya dalam beberapa tahap yang berulang.
Delphin Technique Yaitu
penetapan prioritas masalah tersebut dilakukan melalui kesepakatan sekelompok
orang yang sama keahliannya. Pemilihan prioritas masalah dilakukan melalui
pertemuan khusus. Setiap peserta yang sama keahliannya dimintakan untuk
mengemukakan beberapa masalah pokok, masalah yang paling banyak dikemukakan
adalah prioritas masalah yang dicari.
Dengan
metode seperti ini, partisipan yang meliputi ekspertis dan praktisi dapat
memberikan pendapat dan opini dengan bebas dan objektif, tanpa takut
disalahkan, bahkan dapat merevisi pendapat mereka yang sebelumnya. Sehingga
hasil diskusi yang diperoleh dapat bersifat sereliabel mungkin.
langkah-langkah
metode Delphi dalam 9 langkah mudah :
Tentukan periode waktU
Tentukan jumlah putaran pengambilan pendapaT
Tentukan apa saja yang akan didefine
Tentukan ahlinya
Tentukan input apa yang akan diharapkan dari mereka
Review literatur oleh para ahli tersebut (kriteria dan tujuan)
Pelaksanaan sesi diskusi dan feedback
iteratif bersama ekspertis
Perumusan hasil dari sesi diskusi dengan pengelompokan, pengkategorian, ataupun pemeringkatan
Menyepakati hasil diskusi dan feedback
Nama Metode
Delphi memang sophisticated (udah bayangin bahasa pemrograman aja), tapi
sebenernya ide metode ini sudah ada sejak tahun 1970-an. Yang berbeda, mungkin
media yang digunakan. Pengambilan input, review, diskusi dan sebagainya dapat
dilakukan dengan pertemuan tatap muka, via telepon, e-mail, sampai dengan
e-meeting.
6. DELBECH TEHNIK
Delbech Technique Penetapan
prioritas masalah dilakukan melalui kesepakatan sekelompok orang yang tidak
sama keahliannya. Sehingga diperlukan penjelasan terlebih dahulu untuk
meningkatkan pengertian dan pemahaman peserta tanpa mempengaruhi peserta.
7. CARA BRYANT DAN EKONOMETRIK
Cara Bryant
Cara ini telah dipergunakan di beberapa negara yaitu di Afrika dan Thailand.
Cara ini menggunakan 4 macam kriteria, yaitu: Community Concern, yakni sejauh mana masyarakat menganggap
masalah tersebut pentingb. Prevalensi,
yakni berapa banyak penduduk yang terkena penyakit tersebutc. Seriousness, yakni sejauh mana dampak
yang ditimbulkakn penyakit tersebutd. Manageability, yakni sejauh mana kita memiliki kemampuan untuk
mengatasinya. Menurut cara ini masing-masing kriteria tersebut diberi
scoring, kemudian masing-masing skor dikalikan. Hasil perkalian ini
dibandingkan antara masalah-masalah yang dinilai. Masalah-masalah dengan skor
tertinggi, akan mendapat prioritas yang Tinggi pula.
Cara
Ekonometrik cara ini dipergunakan di Amerika Latin. Kriteria yang dipakai
adalah: Magnitude (M), yakni
kriteria yang menunjukkan besarnya masalah. Importance (I), yakni ditentukan oleh jenis kelompok penduduk
yang terkena masalah. Vulnerability
(V), yaitu ada tidaknya metode atau cara penanggulangan yang efektif. Cost (C), yaitu biaya yang diperlukan
untuk penanggulangan masalah tersebut. Hubungan keempat kriteria dalam
menentukan prioritas masalah (P) adalah sebagai berikut: P = M . I . V
C. LANGKAH-LANGKAH PERENCANAAN
Untuk mengevaluasi rencana tindakan
keperawatan, maka ada beberapa komponen yang
perlu diperhatikan :
1. Menentukan
Prioritas Masalah.
Dalam menentukan perencanaan perlu
menyusun suatu “sistem” untuk menentukan diagnosa yang akan
diambil tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang bias digunakan adalah hirarki “kebutuhan manusia”.
Secara realistis perawat tidak dapat
mengharapkan dapat menyelesaikan semua diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif yang terjadi kepada sebagian klien sebagai individu,
keluarga dan masyarakat. Dengan mengidentifikasi prioritas kelompok diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif,
perawat dapat memprioritaskan peralatan yang
diperlukan.
Menurut Carpenito (2000) ada
perbedaan antara prioritas diagnosa dan diagnosa yang penting.
a. Prioritas diagnosa adalah diagnosa keperawatan
jika tidak diatasi saat ini akan berdampak buruk terhadap keaadaan fungsi
status kesehatan klien
b. Diagnosa yang penting adalah diagnosa keperawatan
dimana intervensi dapat ditunda untuk beberapa saat tanpa berdampak terhadap
status fungsi kesehatan klien
Ada 2 contoh hirarki yang bisa
digunakan untuk menentukan prioritas perencanaan :
a.
Hirarki “Maslow”
Maslow (1943) menjelaskan kebutuhan
manusia ada 5 tahap
1.fisiologis
2. rasa aman dan nyaman
3. social
4. harga diri
5. aktualisasi diri
b .
Hirarki “Kalish”
Kalish
(1983) lebih jauh menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan
fisiologis menjadi kebutuhan untuk “bertahan dan stimulasi” kalish
mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan hidup; udara, air, temperature, eliminasi, istirahat, dan
menghindari nyeri.
2. Menuliskan
kriteria hasil (outcomes)
Tujuan klien dan tujuan keperawatan adalah standar atau ukuran yang digunakan
untuk mengevaluasi kemajuan klien atau keterampilan perawat.
3. Pedoman
Penulisan Kriteria Hasil (outcomes):
1) Berfokus pada klien
S
= Spesifik (Tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda)
M =
Measurable (Tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku
klien: dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan, dan dibau).
A =
Achievable (Tujuan harus dapat dicapai)
R =
Reasonable (Tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah)
T =
Time (Tujuan keperawatan).
2) Singkat dan Jelas
Dengan menggunakan kata-kata singkat
dan jelas pada criteria hasil, maka akan mempermudahkan perawat
untuk mengidentifikasikan tujuan dan rencana tindakan. Oleh karena itu
dalam menuliskan criteria hasil perlu membatasi
kata-kata “klien akan” pada
awal kalimat.
3) Dapat diobservasi dan diukur
Outcomes yang dapat
diobservasidan diukur meliputi pertanyaan “apa” dan “sejauh mana”.
Measurable (dapat diukur) adalah suatu kata kerja yang menjelaskan prilaku
klien atau keluarga yang anda harapkan akan terjadi jika tujuan telah
tercapai.Menurut Carpenito : kata kerja yang tidak dapat di ukur melalui penglihatan dan suara.
4) Ada batas waktunya
Komponen
waktu dibagi lagi menjadi 2:
1) Jangka panjang: suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam
jangka waktu lama, biasanya lebih dari 1 minggu atau 1 bulan.
2) Jangka pendek: suatu tujuan yang diharapkan biasa tercapai dalam
waktu yang singkat, biasanya kurang dari 1 minggu.
5) Realistis
Kriteria
hasil harus biasa dicapai sesuai dengan sarana dan prasarana yang
tersedia, meliputi: biaya, peralatan, fasilitas, tingakt pengetahuan, affek
emosi dan kondisi fisik. Kelebihan dan kekurangan staf perawat harus
menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam penysunan outcomes.
6) Ditentukan oleh perawat dan klien
Selama pengkajian, perawat mulai
melibatkan klien dalam interveni. Misalnya pada waktu interview,
perawat mempelajari apa yang bisa dikerjakan atau dilihat klien sebagai
masalah utama, sehingga muncul diagnosa keperawatan. Kemudian perawat dan klien
mendiskusikan kriteria hasil dan rencana tindakan untuk memvalidasi.
D. RENCANA TINDAKAN
Rencana tindakan adalah
desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam mencapai kriteria hasil.
Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab diagnosa
keperawatan. Oleh karena itu rencana mendefinisikan suatu aktifitas yang diperlukan
untuk membatasi factor-faktor pendukung terhadap suatu permasalahan.
Menurut
Bulecheck dan McCloskey (1989) intervensi keperawatan adlah “suatu tindakan
langsung kepada klien yang dilaksanakan oleh perawat”. Tindakan tersebut
meliputi tindakan independent keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan,
tindakan medis berdasarkan diagnosa medis dan membantu pemenuhan kebutuhan
dasar fungsi kesehatan kepada klien yang tidak dapat melakukannya. Definisi
tersebut berhubungan dengan semua intrervensi keperawatan dengan diagnosa
keperawatan atau masalah kolaboratif.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas kami dapat menyimpulkan bahwa Perencanaan dan
tindakan keperawatan adalah tahap dalam proses keperawatan berdasarkan masalah
actual dari klien. Maksud penetapan prioritas masalah adalah mengidentifikasi
urutan intervensi keperawatan ketika klien mempunyai masalah dalam menetapkan
prioritas tidak hanya
memperhatikan aspek fisiologis tapi juga aspek keinginan, kebutuhan, dan
keselamatan klien.
B. KRITIK DAN SARAN
Dalam penulisan makalah kami menyadari segala kekurangan dan makalah ini
pun jauh dari kesempurnaan.Tak ada gading yang retak ,oleh karena itu kami
mohon saran dan kritik dari pembaca yang budiman guna menyempurnakan makalah ini .terima kasih
.
DAFTAR
PUSTAKA
Carol Vestal
Allen (1998),Memahami Proses keperawatan,penerbit buku Kedokteran EGC,Jakarta
Doenges E.Marilynn.dkk
(1999).Rencana Asuhan Keperawatan.Penerbit buku kedokteran EGC.jakarta
http://sukardjoskmmkes.blogspot.com/2010/12/perencanaan-dalam-keperawatan.html
DAFTAR ISI
Cover
Kata pengantar
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar belakang …………………………………. 1
B. Tujuan ………………………………… 1
BAB
II PEMBAHASAN
A. Perencanaan/intervensi ……………………………….. 2
B.
Menentukan prioritas masalah ………………………. 2
C.
Langkah – langkah perencanaan ……………………… 14
D. Rencana
tindakan ……………………… 16
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………. 17
B. Saran ……………………………… 17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar